DPRD Kaji Pencabutan Perda Jalur Hijau
Khawatir setelah Perda ini dicabut justru memicu pelanggaran yang lebih parah dari yang terjadi sekarang ini.
SINGARAJA, NusaBali
DPRD Buleleng melalui Panitia Khusus (Pansus) mulai mengkaji usulan pencabutan Perda Nomor 12 Tahun 1985, tentang Penetapan Jalur Hijau. Meski Perda ini dianggap tidak lagi relevan, namun Pansus tidak gegabah mencabutnya.
Hal itu terungkap saat Pansus menggelar rapat internal dengan tim pakar DPRD di ruang rapat Komisi III, Rabu (1/8). Rapat dipimpin Wakil Ketua Pansus, Made Mangku Ariawan. Perda Jalur Hijau diusulkan cabu karena sudah karatan dan tidak lagi relevan dengan perkembangan sekarang. Apalagi, berlakunya Perda Nomor 9 Tahun 2013, tentang RTRW Kabupaten Buleleng, dianggap terjadi tumpah tindih. Dalam pembahasan, Rabu kemarin, Pansus menilai perlu kajian mendalam terkait pencabutan itu. Kajian itu terkait dengan regulasi yang mengatur keberadaan jalur hijau.
Mangku Ariawan mengatakan, walaupun pemerintah menyiapkan regulasi pengganti, namun pencabutan Perda ini perlu kajian mendetail. Jika tidak didasasri dengan kajian yang mendalam, pihaknya khawatir setelah Perda ini dicabut justru memicu pelanggaran yang lebih parah dari yang terjadi sekarang ini. Apalagi, alihfungsi lahan yang masih marak memerlukan sebuah regulasi mengikat, sehingga dapat melindungi lahan pertanian di daerahnya. “Dari pembahasan ini, kami mengusulkan agar ada kajian dulu terkait regulasi pengganti Perda jalur hijau yang akan dicabut ini. Kami tidak ingin setelah Perda dicabut, lalu pelanggaran jalur hijau termasuk alihfungsi lahan untuk kepentingan pembangunan akan semakin tidak terkendali,” katanya.
Menurut politisi asal Desa Panji, Kecamatan Sukasada ini, Perda No 9 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten yang mengatur kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), tetapi sifatnya umum. Bahkan, secara spesifik Perda tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum dibahas. Untuk itu, pihaknya mengusulkan, tim pakar DPRD dan eksekutif melakukan kajian, sehingga RTH sebagai pengganti jalur hijau yang ditetapkan pemerintah menjadi sebuah kawasan yang ditaati dan tidak mudah dilanggar atau beralihfungsi.
Untuk mendapatkan gambaran terkait hal ini, pansus sudah mengagendakan untuk mencari pembanding ke Kabupaten Badung yang sudah menerapkan Perda tentang RTH. Selain itu, pansus juga mengagendakan untuk mencari referensi yang sama ke luar daerah. Dari langkah ini, politisi Partai Demokrat ini optimis keputusan pencabutan perda jalur hijau nantinya tidak menimbulkan permasalahan baru ke depannya. “Substansi yang maish ingin kita samakan persepsi internal pansus, makanya kami akan mencari pembanding ke daerah yang sudah menerapkan Perda RTH. Harapannya, dapat gambaran, sehingga regulasi pengganti perda jalur hijau ini akan berperan optimal dan tidak memicu masalah di masyarakat kita,” jelasnya. *k19
DPRD Buleleng melalui Panitia Khusus (Pansus) mulai mengkaji usulan pencabutan Perda Nomor 12 Tahun 1985, tentang Penetapan Jalur Hijau. Meski Perda ini dianggap tidak lagi relevan, namun Pansus tidak gegabah mencabutnya.
Hal itu terungkap saat Pansus menggelar rapat internal dengan tim pakar DPRD di ruang rapat Komisi III, Rabu (1/8). Rapat dipimpin Wakil Ketua Pansus, Made Mangku Ariawan. Perda Jalur Hijau diusulkan cabu karena sudah karatan dan tidak lagi relevan dengan perkembangan sekarang. Apalagi, berlakunya Perda Nomor 9 Tahun 2013, tentang RTRW Kabupaten Buleleng, dianggap terjadi tumpah tindih. Dalam pembahasan, Rabu kemarin, Pansus menilai perlu kajian mendalam terkait pencabutan itu. Kajian itu terkait dengan regulasi yang mengatur keberadaan jalur hijau.
Mangku Ariawan mengatakan, walaupun pemerintah menyiapkan regulasi pengganti, namun pencabutan Perda ini perlu kajian mendetail. Jika tidak didasasri dengan kajian yang mendalam, pihaknya khawatir setelah Perda ini dicabut justru memicu pelanggaran yang lebih parah dari yang terjadi sekarang ini. Apalagi, alihfungsi lahan yang masih marak memerlukan sebuah regulasi mengikat, sehingga dapat melindungi lahan pertanian di daerahnya. “Dari pembahasan ini, kami mengusulkan agar ada kajian dulu terkait regulasi pengganti Perda jalur hijau yang akan dicabut ini. Kami tidak ingin setelah Perda dicabut, lalu pelanggaran jalur hijau termasuk alihfungsi lahan untuk kepentingan pembangunan akan semakin tidak terkendali,” katanya.
Menurut politisi asal Desa Panji, Kecamatan Sukasada ini, Perda No 9 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten yang mengatur kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), tetapi sifatnya umum. Bahkan, secara spesifik Perda tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum dibahas. Untuk itu, pihaknya mengusulkan, tim pakar DPRD dan eksekutif melakukan kajian, sehingga RTH sebagai pengganti jalur hijau yang ditetapkan pemerintah menjadi sebuah kawasan yang ditaati dan tidak mudah dilanggar atau beralihfungsi.
Untuk mendapatkan gambaran terkait hal ini, pansus sudah mengagendakan untuk mencari pembanding ke Kabupaten Badung yang sudah menerapkan Perda tentang RTH. Selain itu, pansus juga mengagendakan untuk mencari referensi yang sama ke luar daerah. Dari langkah ini, politisi Partai Demokrat ini optimis keputusan pencabutan perda jalur hijau nantinya tidak menimbulkan permasalahan baru ke depannya. “Substansi yang maish ingin kita samakan persepsi internal pansus, makanya kami akan mencari pembanding ke daerah yang sudah menerapkan Perda RTH. Harapannya, dapat gambaran, sehingga regulasi pengganti perda jalur hijau ini akan berperan optimal dan tidak memicu masalah di masyarakat kita,” jelasnya. *k19
1
Komentar