Petani Indonesia Hadapi 5 Persoalan
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ( HKTI) mengidentifikasi lima persoalan yang masih akan menimpa sektor pertanian dalam negeri selama lima tahun ke depan.
JAKARTA, NusaBali
Sekretaris Jenderal HKTI Bambang Budi Waluyo mengatakan, persoalan pertanian itu tak hanya terjadi pada lahan persawahan, melainkan pada lahan kehutanan dan rempah-rempah. "Masalah pertama adalah permodalan, kedua lahan makin sulit, ketiga teknologi pertanian modern, keempat persoalan pupuk, dan terakhir soal pemasarannya," kata Bambang di Sekretariat HKTI, Jakarta, Kamis (2/8).
Oleh karena itu, Bambang menilai perlu adanya pengembangan soft skill bagi para petani di daerah untuk bisa mengatasi persoalan tersebut. "Keberadaan teknologi pertanian modern adalah sebuah keniscayaan maka dari itu perlu adanya perubahan mindset petani untuk menggunakan teknologi tersebut, bukan tradisional," sebut dia seperti dilansir kompas.
Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Pakar HKTI Agus Pakpahan menyatakan perlu adanya kebijakan terpusat untuk bisa mengatasi segala macam persoalan pertanian tersebut.
"Semua itu tergantung dari kebijakan, kalau kebijakan sukses akan mengalami sejarah pertanian maju dan makin luas. Petani dan non-petani harus saling bersinergi, bukan berlawanan," sambung Agus.
Salah satu kebijakan yang diluncurkan untuk menangani permasalahan pertanian itu adalah pembentukan korporasi pertanian atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Presiden Joko Widodo menegaskan, di era modern sekarang petani harus terorganisasi layaknya korporasi.
"Saya selalu menyampaikan, marilah yang namanya petani, jangan sampai jalan sendiri-sendiri. Buatlah kelompok tani, gabungan kelompok tani," ujar Jokowi dalam acara pembukaan Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) Tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/6) lalu.
"Tapi itu pun belum cukup. Untuk menjadi kekuatan besar, buatlah kelompok lebih besar lagi. Kelompok besar gabungan kelompok tani seperti itu sering saya sampaikan, namanya korporasi petani. Harus ada korporasi petani dalam jumlah besar. Kalau swasta bisa, saya meyakini petani juga bisa," kata dia. *
Sekretaris Jenderal HKTI Bambang Budi Waluyo mengatakan, persoalan pertanian itu tak hanya terjadi pada lahan persawahan, melainkan pada lahan kehutanan dan rempah-rempah. "Masalah pertama adalah permodalan, kedua lahan makin sulit, ketiga teknologi pertanian modern, keempat persoalan pupuk, dan terakhir soal pemasarannya," kata Bambang di Sekretariat HKTI, Jakarta, Kamis (2/8).
Oleh karena itu, Bambang menilai perlu adanya pengembangan soft skill bagi para petani di daerah untuk bisa mengatasi persoalan tersebut. "Keberadaan teknologi pertanian modern adalah sebuah keniscayaan maka dari itu perlu adanya perubahan mindset petani untuk menggunakan teknologi tersebut, bukan tradisional," sebut dia seperti dilansir kompas.
Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Pakar HKTI Agus Pakpahan menyatakan perlu adanya kebijakan terpusat untuk bisa mengatasi segala macam persoalan pertanian tersebut.
"Semua itu tergantung dari kebijakan, kalau kebijakan sukses akan mengalami sejarah pertanian maju dan makin luas. Petani dan non-petani harus saling bersinergi, bukan berlawanan," sambung Agus.
Salah satu kebijakan yang diluncurkan untuk menangani permasalahan pertanian itu adalah pembentukan korporasi pertanian atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Presiden Joko Widodo menegaskan, di era modern sekarang petani harus terorganisasi layaknya korporasi.
"Saya selalu menyampaikan, marilah yang namanya petani, jangan sampai jalan sendiri-sendiri. Buatlah kelompok tani, gabungan kelompok tani," ujar Jokowi dalam acara pembukaan Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) Tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/6) lalu.
"Tapi itu pun belum cukup. Untuk menjadi kekuatan besar, buatlah kelompok lebih besar lagi. Kelompok besar gabungan kelompok tani seperti itu sering saya sampaikan, namanya korporasi petani. Harus ada korporasi petani dalam jumlah besar. Kalau swasta bisa, saya meyakini petani juga bisa," kata dia. *
Komentar