Tahun Politik, Bansos Sebaiknya Tak Cair
Riniti Rahayu mendorong para politisi di DPRD Bali legowo untuk tidak mencairkan bansos di tahun politik.
Rencana Evaluasi Hibah/Bansos Dapat Dukungan
DENPASAR, NusaBali
Bantuan hibah/bansos yang difasilitasi DPRD Bali ramai dibahas karena direncanakan akan dievaluasi Gubernur-Wakil Gubernur terpilih, Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace). Sejumlah kalangan setuju bansos/hibah tersebut dihapus, terutama di tahun politik. Ada juga yang setuju dikembalikan kepada eksekutif.
Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Ngurah Rai Denpasar yang juga Ketua Bali Sruti Provinsi Bali, Luh Riniti Rahayu di Denpasar, Selasa (7/8) mengatakan setuju dengan Bansos/Hibah dievaluasi atau tidak dicairkan pada tahun 2019.
“Ini kan tahun politik. Kami setuju kalau dievaluasi dan tidak dicairkan di tahun 2019 ini. Bansos itu bukan alat transaksional dalam berpolitik,” ujar mantan Komisioner KPU Bali 2003-2008 ini.
Riniti Rahayu membeber fenomena bansos/hibah yang difasilitasi DPRD Bali atau DPRD di Kabupaten/Kota selama ini sesungguhnya adalah sebuah bargaining (tawar menawar) politik. “Hanya sebuah instrumen politik dalam bentuk finansial untuk mendulang suara. Jadi ini membuka persaingan keras di setiap event politik seperti Pileg. Karena bansos sudah tidak bisa dipungkiri memang dijadikan alat dalam mendulang suara. Tidak sehat demokrasi kita,” tegas Riniti Rahayu.
Ketua Timsel Komisioner KPU Bali periode 2018-2023 ini mengatakan bansos/hibah yang digelontor anggota dewan sering juga tidak tepat waktu dan tidak tepat guna.
“Ada bansos yang seharusnya bisa diarahkan untuk program pembangunan malah dikucurkan untuk konstituennya, pendukungnya, padahal di sisi lain konstituen tidak memerlukan. Pura yang masih bagus dirombak, ya supaya laku saja bansos/hibah itu. Padahal banyak kebutuhan lain yang lebih penting dikucurkan,” tegas Riniti Rahayu.
Untuk itu pihaknya mendorong para politisi di DPRD Bali legowo untuk tidak mencairkan bansos di tahun politik. “Jadi bertarungnya di Pileg 2019 itu dengan adil, elegan. Hal ini juga menciptakan kompetisi yang sehat di antara politisi, para calon pemimpin. Tidak ada new comer (pendatang baru) penantang incumbent ketar-ketir. Mereka berdarah-darah dengan modal sosial sendiri, melawan bansos/hibah ya tidak fair dong,” ujar perempuan asal Buleleng ini.
Riniti yakin DPRD Bali atau wakil rakyat di Bali pasti marah dengan sikapnya tersebut. “Tetapi ini demi kualitas demokrasi kita. Kalau bansos/hibah akan merata dan adil kalau dibagi anggota dewan belum tentu. Sebab dana itu memang hak masyarakat, bukan hanya bisa difasilitasi dewan saja. Kami berharap anggota dewan incumbent juga memberikan contoh dalam berkompetisi yang elegan,” tegasnya.
Sementara salah satu tokoh masyarakat yang juga Ketua Yayasan Yasa Putra Sedana yang berkecimpung dalam dunia seni dan budaya, Dewa Ngakan Rai Budiasa menyebutkan, bansos/hibah selayaknya dikembalikan kepada eksekutif. Karena selama ini bansos/hibah secara masif menjadi alat politik para incumbent di DPR untuk meraih dukungan.
“Bansos/hibah ini alat politik memelihara dukungan. Ya kapan lagi yang new comer bisa melawan dan bersaing. Jangan merebut kursi, mengimbangi saja sulit itu new comer,” tegas tokoh Golkar Bali yang kini fokus mengurus dunia seni dan budaya serta pariwisata ini. Dewa Rai mendukung Cagub terpilih Wayan Koster supaya mengalihkan dana bansos/hibah untuk pembangunan short cut Denpasar-Buleleng. “Program ini jauh lebih urgent dilakukan karena akan lebih murah, lebih bermanfaat dan dapat digunakan, juga memperkaya objek baru pariwisata di Bali utara,” ujar mantan anggota DPRD DKI Jakarta asal Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Bantuan hibah/bansos yang difasilitasi DPRD Bali ramai dibahas karena direncanakan akan dievaluasi Gubernur-Wakil Gubernur terpilih, Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace). Sejumlah kalangan setuju bansos/hibah tersebut dihapus, terutama di tahun politik. Ada juga yang setuju dikembalikan kepada eksekutif.
Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Ngurah Rai Denpasar yang juga Ketua Bali Sruti Provinsi Bali, Luh Riniti Rahayu di Denpasar, Selasa (7/8) mengatakan setuju dengan Bansos/Hibah dievaluasi atau tidak dicairkan pada tahun 2019.
“Ini kan tahun politik. Kami setuju kalau dievaluasi dan tidak dicairkan di tahun 2019 ini. Bansos itu bukan alat transaksional dalam berpolitik,” ujar mantan Komisioner KPU Bali 2003-2008 ini.
Riniti Rahayu membeber fenomena bansos/hibah yang difasilitasi DPRD Bali atau DPRD di Kabupaten/Kota selama ini sesungguhnya adalah sebuah bargaining (tawar menawar) politik. “Hanya sebuah instrumen politik dalam bentuk finansial untuk mendulang suara. Jadi ini membuka persaingan keras di setiap event politik seperti Pileg. Karena bansos sudah tidak bisa dipungkiri memang dijadikan alat dalam mendulang suara. Tidak sehat demokrasi kita,” tegas Riniti Rahayu.
Ketua Timsel Komisioner KPU Bali periode 2018-2023 ini mengatakan bansos/hibah yang digelontor anggota dewan sering juga tidak tepat waktu dan tidak tepat guna.
“Ada bansos yang seharusnya bisa diarahkan untuk program pembangunan malah dikucurkan untuk konstituennya, pendukungnya, padahal di sisi lain konstituen tidak memerlukan. Pura yang masih bagus dirombak, ya supaya laku saja bansos/hibah itu. Padahal banyak kebutuhan lain yang lebih penting dikucurkan,” tegas Riniti Rahayu.
Untuk itu pihaknya mendorong para politisi di DPRD Bali legowo untuk tidak mencairkan bansos di tahun politik. “Jadi bertarungnya di Pileg 2019 itu dengan adil, elegan. Hal ini juga menciptakan kompetisi yang sehat di antara politisi, para calon pemimpin. Tidak ada new comer (pendatang baru) penantang incumbent ketar-ketir. Mereka berdarah-darah dengan modal sosial sendiri, melawan bansos/hibah ya tidak fair dong,” ujar perempuan asal Buleleng ini.
Riniti yakin DPRD Bali atau wakil rakyat di Bali pasti marah dengan sikapnya tersebut. “Tetapi ini demi kualitas demokrasi kita. Kalau bansos/hibah akan merata dan adil kalau dibagi anggota dewan belum tentu. Sebab dana itu memang hak masyarakat, bukan hanya bisa difasilitasi dewan saja. Kami berharap anggota dewan incumbent juga memberikan contoh dalam berkompetisi yang elegan,” tegasnya.
Sementara salah satu tokoh masyarakat yang juga Ketua Yayasan Yasa Putra Sedana yang berkecimpung dalam dunia seni dan budaya, Dewa Ngakan Rai Budiasa menyebutkan, bansos/hibah selayaknya dikembalikan kepada eksekutif. Karena selama ini bansos/hibah secara masif menjadi alat politik para incumbent di DPR untuk meraih dukungan.
“Bansos/hibah ini alat politik memelihara dukungan. Ya kapan lagi yang new comer bisa melawan dan bersaing. Jangan merebut kursi, mengimbangi saja sulit itu new comer,” tegas tokoh Golkar Bali yang kini fokus mengurus dunia seni dan budaya serta pariwisata ini. Dewa Rai mendukung Cagub terpilih Wayan Koster supaya mengalihkan dana bansos/hibah untuk pembangunan short cut Denpasar-Buleleng. “Program ini jauh lebih urgent dilakukan karena akan lebih murah, lebih bermanfaat dan dapat digunakan, juga memperkaya objek baru pariwisata di Bali utara,” ujar mantan anggota DPRD DKI Jakarta asal Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar ini. *nat
1
Komentar