Meluruskan Perjalanan Cerita Sunda Upasunda
Lakon Sunda Upasunda sudah tidak asing lagi digunakan sebagai lakon dalam kesenian Bali.
DENPASAR, NusaBali
Seperti yang ditampilkan Sanggar Seni Geoks, Singapadu, Gianyar, di Kalangan Ayodya, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Sabtu (11/8) malam, jalan cerita Sunda Upasunda ditampilkan sedikit berbeda.
Jika biasanya Sunda Upasunda bersaudara digoda Dedari Tillotama saat bertapa, maka dalam cerita yang ditampilkan Sanggar Seni Geoks besutan Prof Dr I Wayan Dibia, Sunda Upasunda digoda saat tengah berfoya-foya. “Cerita ini saya pentaskan dengan maksud meluruskan cerita yang selama ini dipentaskan oleh masyarakat yang alurnya salah,” tutur Prof Dibia.
Menurut Prof Dibia, alur yang sebenarnya bahwa tokoh utamanya yakni Sunda Upasunda itu digoda bukan saat bertapa, tetapi digoda saat dia pesta-pesta. Sunda dan Upasunda yang kala itu digoda nyatanya sedang mabuk dan berpesta pora. Dari logika saja, kata Prof Dibia, orang bertapa itu membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Sehingga konsentrasi itu tidak mudah tergoyahkan karena seorang yang bertapa benar-benar memusatkan pikirannya.
“Sedangkan orang yang mabuk sangat mudah untuk digoda dan itulah yang sebenarnya terjadi pada Sunda dan Upasuda. Sehingga pesan mendalamnya sebenarnya disini. Apapun pekerjaan yang dilakukan dengan konsentrasi pasti akan berhasil. Sebaliknya, bila mabuk dan tergoda, akan berakhir seperti Sunda dan Upasunda,” katanya.
Prof Dibia mengatakan, cerita Sunda Upasunda sendiri merupakan kisah klasik yang telah terdapat dalam Kitab Mahabharata bagian Adi Parwa. Pengakuan Prof Dibia malam itu menyiratkan sebuah realita bahwa masyarakat Bali perlu lebih banyak membaca sumber-sumber sastra. “Ceritanya memang sudah ada di Adi Parwa, jadi mestinya itu yang dibaca sehingga dengan begitu ada refrensi yang pasti,” ujar Dibia.
Menemukan sumber sastra dari Sunda Upasunda tentu saja bukan baru kali ini. Prof Dibia telah memulai sejak lama. Sejak duduk di bangku kuliah, Dibia mulai menelusuri rasa penasarannya akan kebenaran dari kisah Sunda Upasunda. Kebenaran yang Dibia peroleh melalui Adi Parwa akhirnya membuat Dibia yakin untuk mempersembahkan garapan Sunda Upasunda pertamanya di tahun 1974. “Pertama kali saya pentaskan garapan ini tahun 74 ketika saya ujian di Jogja. Itulah, karena saya ingin menggali kayak apa sih cerita sebenarnya,” kenang Dibia seraya tersenyum.
Tak hanya meluruskan yang bengkok, ditampilkannya garapan ini pada Bali Mandara Mahalango 5 juga memberi semangat pada Dibia untuk mencoba sebuah garapan yang padat. Menurut kurator Bali Mandara Mahalango V, Prof Dr I Made Bandem, garapan Barong Sunda Upasunda yang diciptakan I Wayan Dibia merupakan sebuah garapan alternatif. “Selama ini barong untuk turis itu cerita yang dipakai kan Barong Kunti Seraya yang sudah diciptakan 1948 oleh orang tua saya, orang tua Pak Dibia, dan orang tua Cokorda Raka Tisnu,” ungkapnya.
Persoalan pelurusan cerita Sunda Upasunda yang dilakukan oleh Prof Dibia, bagi Prof Bandem pun menyambut dengan hangat akan hal itu. “Sunda Upasunda yang dari Adi Parwa ini mengandung spiritual yang tinggi sehingga dengan adanya kisah dan garapan ini masyarakat itu punya tontonan yang sehat,” tegas Prof Bandem. *ind
Jika biasanya Sunda Upasunda bersaudara digoda Dedari Tillotama saat bertapa, maka dalam cerita yang ditampilkan Sanggar Seni Geoks besutan Prof Dr I Wayan Dibia, Sunda Upasunda digoda saat tengah berfoya-foya. “Cerita ini saya pentaskan dengan maksud meluruskan cerita yang selama ini dipentaskan oleh masyarakat yang alurnya salah,” tutur Prof Dibia.
Menurut Prof Dibia, alur yang sebenarnya bahwa tokoh utamanya yakni Sunda Upasunda itu digoda bukan saat bertapa, tetapi digoda saat dia pesta-pesta. Sunda dan Upasunda yang kala itu digoda nyatanya sedang mabuk dan berpesta pora. Dari logika saja, kata Prof Dibia, orang bertapa itu membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Sehingga konsentrasi itu tidak mudah tergoyahkan karena seorang yang bertapa benar-benar memusatkan pikirannya.
“Sedangkan orang yang mabuk sangat mudah untuk digoda dan itulah yang sebenarnya terjadi pada Sunda dan Upasuda. Sehingga pesan mendalamnya sebenarnya disini. Apapun pekerjaan yang dilakukan dengan konsentrasi pasti akan berhasil. Sebaliknya, bila mabuk dan tergoda, akan berakhir seperti Sunda dan Upasunda,” katanya.
Prof Dibia mengatakan, cerita Sunda Upasunda sendiri merupakan kisah klasik yang telah terdapat dalam Kitab Mahabharata bagian Adi Parwa. Pengakuan Prof Dibia malam itu menyiratkan sebuah realita bahwa masyarakat Bali perlu lebih banyak membaca sumber-sumber sastra. “Ceritanya memang sudah ada di Adi Parwa, jadi mestinya itu yang dibaca sehingga dengan begitu ada refrensi yang pasti,” ujar Dibia.
Menemukan sumber sastra dari Sunda Upasunda tentu saja bukan baru kali ini. Prof Dibia telah memulai sejak lama. Sejak duduk di bangku kuliah, Dibia mulai menelusuri rasa penasarannya akan kebenaran dari kisah Sunda Upasunda. Kebenaran yang Dibia peroleh melalui Adi Parwa akhirnya membuat Dibia yakin untuk mempersembahkan garapan Sunda Upasunda pertamanya di tahun 1974. “Pertama kali saya pentaskan garapan ini tahun 74 ketika saya ujian di Jogja. Itulah, karena saya ingin menggali kayak apa sih cerita sebenarnya,” kenang Dibia seraya tersenyum.
Tak hanya meluruskan yang bengkok, ditampilkannya garapan ini pada Bali Mandara Mahalango 5 juga memberi semangat pada Dibia untuk mencoba sebuah garapan yang padat. Menurut kurator Bali Mandara Mahalango V, Prof Dr I Made Bandem, garapan Barong Sunda Upasunda yang diciptakan I Wayan Dibia merupakan sebuah garapan alternatif. “Selama ini barong untuk turis itu cerita yang dipakai kan Barong Kunti Seraya yang sudah diciptakan 1948 oleh orang tua saya, orang tua Pak Dibia, dan orang tua Cokorda Raka Tisnu,” ungkapnya.
Persoalan pelurusan cerita Sunda Upasunda yang dilakukan oleh Prof Dibia, bagi Prof Bandem pun menyambut dengan hangat akan hal itu. “Sunda Upasunda yang dari Adi Parwa ini mengandung spiritual yang tinggi sehingga dengan adanya kisah dan garapan ini masyarakat itu punya tontonan yang sehat,” tegas Prof Bandem. *ind
Komentar