Buruh Bangunan Membuat Haru
Inspirasi
Seniman Bali
Perempuan Mahima
Komunitas Mahima
11 Ibu 11 Panggung 11 Kisah
Aku Perempuan Batu
Kadek Sonia Piscayanti
Pementasan Teater 11 Ibu, 11 Panggung, 11 Kisah, kembali memikat penonton, Minggu (12/8) malam di rumah belajar Komunitas Mahima yang berada di jalan pantai indah 3, Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng.
Teater 11 Ibu, 11 Panggung, 11 Kisah
SINGARAJA, NusaBali
Dalam pementasan untuk ‘seri’ kedua ini mengangkat cerita perempuan kuat si tukang batu yang diperankan oleh Watik, 47, seorang buruh bangunan asal Banyuwangi. Alur cerita dan konsep pementasan pun sangat alami. Watik bermonolog di tempat bekerjanya sebagai buruh bangunan. Ia menapaki tangga, mengecat dinding sambil menceritakan kehidupannya yang penuh dengan lika-liku dan cobaan. Watik yang hanya sebagai ibu rumah tangga dan buruh bangunan berhasil membuat penonton turut haru, meski ia bukanlah aktris dan tak pernah bermain teater sebelumnya.
Dalam pementasan teater yang merupakan proyek hibah Ford Foundation melalui Cipta Media Ekspresi, kepada Sutradara Kadek Sonia Piscayanti, Watik dinilai sebagai perspektif unik mewakili perempuan dari kalangan sosial bawah. “Jadi sesuai tujuan project ini, menjadi ruang dengar bagi perempuan di semua kalangan,” kata dia.
Pihaknya pun mengaku mulai tertarik menarik Wati dalam projeknya saat mengetahui kisah hidup Watik sangat dramatis. Watik hanya tamat SD, tidak memiliki keahlian apa-apa. Menikah usia muda, di usia belasan, lalu menjadi pekerja kasar, hanya untuk sesuap nasi. Sebelum menjadi tukang, di Jawa ia menjadi buruh apa saja, dari buruh sabit rumput di hutan, buruh petik buah, hingga buruh angkut kotoran ternak. Dia pernah mengalami hampir tidak makan karena tidak ada uang sama sekali, pekerjaannya tidak layak dan penghasilannya sering kali minim.
Sonia yang mengangkat judul ‘Aku, Perempuan Batu’ memilih Watik bukan karena pekerjaannya selaku tukang batu, tetapi perjalanan dan perjuangan hidup Watik diidiomkan sebagai batu yang keras. Watik sosok pekerja keras menyerupai batu, tak kenal lelah dan tak kenal putus asa. Dan keras kepala menghidupi semua keluarga. anak, cucu, dan ibunya sendiri.
Sementara itu dipilihnya Watik sebagai pemeran dalam pertunjukan panggungnya bukan perkara mudah. Minimnya pengalaman Watik dalam berteater dan waktu latihan yang sangat sedikit, membuat Sonia harus memberikan pembinaan ekstra. Selain itu meski menampilkan cerita kehidupannya sendiri, Watik harus berjarak dengan teks.
Pementasan teater yang juga disaksikan oleh tokoh teater dari Jakarta, Roy Julian dari Kantor Teater, mengatakan bahwa teater yang berlatar biografis ini sangat unik dan organik. Ide project sangat orisinal dan menyentuh sisi lain dari pentas teater pada umumnya. Dalam pementasan itu ia pun melihat teater menjadi ruang berbagi secara psikologis dan menyentuh hingga ke dalam ruang jiwa.
Ia juga sangat mengapresiasi ruang yang benar-benar realis tercipta, dengan bermain di setting keseharian mereka. “Saya juga kagum dengan keberanian aktor yang berani berbagi mengungkap fakta dirinya menjadi keunggulan tersendiri karena teks sangat organik dan real,” katanya. Dalam pementasan ini ia pun mengaku mendapat pembelajaran tersendiri dalam mengembangkan teater dokumeter kedepannya. *k23
1
Komentar