KESEHATAN : Lapar Setelah Tidur Malam
Lapar setelah bangun tidur? Kondisi itu sering ditemui karena energi terkuras saat tidur.
Bahkan, tidur malam delapan jam sudah bisa disamakan dengan masa berpuasa pada durasi yang sama. Dalam fase itu, tubuh tidak mendapat asupan masakan apa pun. Namun di sisi lain, beberapa organ tubuh – jantung, otak, pankreas, dan sistem pencernaan – tetap bekerja.
Menurut Perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Ulul Albab SpOG, kondisi itu disebut sebagai metabolisme basal. Metabolisme basal adalah kondisi di mana organ tubuh tetap bekerja dan membutuhkan energi – sekitar 30-35 kkal/kg berat badan (bb), sehingga tubuh tetap membutuhkan asupan gizi ketika bangun. “Perlu dicatat, setiap orang memiliki berat badan dan kondisi berbeda-beda, jadi pastikan dulu faktor-faktor tersebut untuk pemenuhan asupan gizi saat bangun,” kata Ulul.
Pemenuhan gizi paling memungkinkan adalah lewat sarapan. Aktivitas ini tak boleh dianggap remeh, karena selain bisa mengembalikan energi tubuh yang hilang setelah tidur, juga berpengaruh untuk menjalani hari. Bahkan, menurut Ulul, sarapan memiliki korelasi positif dengan kinerja kognitif dan prestasi anak saat di sekolah. Kinerja kognitif ini terutama dalam hal daya ingat, kemampuan memerhatikan pelajaran hingga konsentrasi saat di sekolah. “Anak-anak yang tidak melakukan sarapan akan cenderung lamban dalam beraktivitas dan memiliki tingkat konsentrasi rendah. Fakta ini menunjukkan, sarapan untuk anak, terutama ketika anak masih sekolah adalah aktivitas penting,” terangnya.
Fakta lain adalah anak-anak memiliki metabolisme glukosa otak lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Ulul, tingkat metabolisme dari penggunaan glukosa pada anak usia 4-10 tahun kurang lebih dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Data itu didapat dari Positron Emission Tomography. Khusus untuk anak, periode tidur lebih lama, sehingga tak tertutup kemungkinan akan menghabiskan cadangan glikogen selama tidur. Karena itu, untuk menjaga kadar metabolisme yang lebih tinggi, maka sangat dibutuhkan asupan energi yang terus-menerus dari glukosa. “Mengonsumsi sarapan bernutrisi sangat penting untuk memberikan energi yang cukup di pagi hari, sehingga kinerja otak bisa maksimal,” ungkap Ulul.
Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof Hardinsyah, mengungkapkan sarapan sehat memenuhi 25 persen asupan gizi harian. Ada pun untuk bisa disebut sarapan bergizi, maka harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Untuk soal asupan, Guru Besar IPB itu merujuk pada pedoman ‘Isi Piringku’. Dalam teori ini dipatok satu piring mengandung porsi 50 persen buah-buahan (sepertiga), dan sayur-sayuran (duapertiga). Kemudian, 50 persen berikutnya terdapat sepertiga lauk dan duapertiga makanan pokok atau sumber karbohidrat. “Untuk soal hitung-hitungan, nanti bisa disesuaikan dengan usia,” ujarnya. *
Menurut Perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Ulul Albab SpOG, kondisi itu disebut sebagai metabolisme basal. Metabolisme basal adalah kondisi di mana organ tubuh tetap bekerja dan membutuhkan energi – sekitar 30-35 kkal/kg berat badan (bb), sehingga tubuh tetap membutuhkan asupan gizi ketika bangun. “Perlu dicatat, setiap orang memiliki berat badan dan kondisi berbeda-beda, jadi pastikan dulu faktor-faktor tersebut untuk pemenuhan asupan gizi saat bangun,” kata Ulul.
Pemenuhan gizi paling memungkinkan adalah lewat sarapan. Aktivitas ini tak boleh dianggap remeh, karena selain bisa mengembalikan energi tubuh yang hilang setelah tidur, juga berpengaruh untuk menjalani hari. Bahkan, menurut Ulul, sarapan memiliki korelasi positif dengan kinerja kognitif dan prestasi anak saat di sekolah. Kinerja kognitif ini terutama dalam hal daya ingat, kemampuan memerhatikan pelajaran hingga konsentrasi saat di sekolah. “Anak-anak yang tidak melakukan sarapan akan cenderung lamban dalam beraktivitas dan memiliki tingkat konsentrasi rendah. Fakta ini menunjukkan, sarapan untuk anak, terutama ketika anak masih sekolah adalah aktivitas penting,” terangnya.
Fakta lain adalah anak-anak memiliki metabolisme glukosa otak lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Ulul, tingkat metabolisme dari penggunaan glukosa pada anak usia 4-10 tahun kurang lebih dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Data itu didapat dari Positron Emission Tomography. Khusus untuk anak, periode tidur lebih lama, sehingga tak tertutup kemungkinan akan menghabiskan cadangan glikogen selama tidur. Karena itu, untuk menjaga kadar metabolisme yang lebih tinggi, maka sangat dibutuhkan asupan energi yang terus-menerus dari glukosa. “Mengonsumsi sarapan bernutrisi sangat penting untuk memberikan energi yang cukup di pagi hari, sehingga kinerja otak bisa maksimal,” ungkap Ulul.
Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof Hardinsyah, mengungkapkan sarapan sehat memenuhi 25 persen asupan gizi harian. Ada pun untuk bisa disebut sarapan bergizi, maka harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Untuk soal asupan, Guru Besar IPB itu merujuk pada pedoman ‘Isi Piringku’. Dalam teori ini dipatok satu piring mengandung porsi 50 persen buah-buahan (sepertiga), dan sayur-sayuran (duapertiga). Kemudian, 50 persen berikutnya terdapat sepertiga lauk dan duapertiga makanan pokok atau sumber karbohidrat. “Untuk soal hitung-hitungan, nanti bisa disesuaikan dengan usia,” ujarnya. *
Komentar