Gong Gede Saih Pitu Sepi Penonton
Memasuki dua hari terakhir pelaksanaan Bali Mandara Mahalango V, Sekaa Gong Taruna Meka, Banjar Kebon Singapadu, Sukawati, Gianyar tampilk apik membawakan musik bertajuk Gamelan Gong Gede Saih Pitu di Kalangan Ayodya, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Senin (26/8) malam.
DENPASAR, NusaBali
Namun sayangnya, pertunjukan ini kurang mendapat perhatian yang seharusnya dari masyarakat Bali.
Tidak banyak yang datang menonton pertunjukkan ini Senin malam lalu. Meski begitu, Sekaa Gong Taruna Meka, Banjar Kebon Singapadu, Sukawati, Gianyar ini tidak patah semangat. Namun pengamat seni Bali Mandara Mahalango V, Prof Dr I Wayan Dibia merasa miris melihat kondisi yang tengah membelit kesenian musik di Bali. “Penontonnya tidak mengapresiasi adanya sajian musik yang unik begini,” tutur Prof Dibia.
Menurutnya, Gamelan Gong Gede Saih Pitu ini sesungguhnya musik yang sangat langka. Tidak banyak keberadaannya di Bali, mungkin hanya ada tiga saja. Gong Gede Saih Pitu ini hanya terdapat di ISI Denpasar, Banjar Kebon Singapadu, dan Peliatan. Lalu gamelan ini juga memiliki kekhasan, yang terletak pada komposisi permainannya, dimana sang pemain terompong yang berdiam diri paling depan justru bukanlah menjadi percontohan bagi pemain gamelan lainnya.
“Ada terompong di depan bukan berarti itu contohnya, yang lain punya aturannya sendiri. Dengan adanya aturan tersebut tercipta sebuah instrument yang khas nan klasik,” tutur Dibia.
Menurut I Wayan Darya selaku penata tabuh, sajian gamelan Gong Gede Saih Pitu ini memang lebih mengarah kepada gamelan klasik khas Bali. Fungsinya pun lebih banyak untuk mengiringi ritual. Ritual yang dapat diiringi dengan gamelan ini yakni upacara maupun karya baik di pura maupun di rumah-rumah. “Sengaja digarap pegongan klasik Bali sehingga fungsinya nika untuk iringan ritual,” ungkap Darya.
Sebagai penata tabuh, Darya pun berusaha mengkreasikan tabuh klasik ini meski cukup sukar melakukannya. Malam itu, sekaa dari bumi seni Gianyar ini pun mempersembahkan 6 (enam) garapan diantaranya Tabuh Dua Galang Bulan, Tabuh Telu Lulut, Tabuh Asep Cina, Tabuh Tadah Asih, Tabuh Kembang Rampe, dan Gegilakan. Bagi para penikmat tabuh klasik alunan gamelan dari keenam garapan ini sangatlah khas. Ada kalanya penonton dibawa haru ada kalanga suasana menjadi bersemangat. “Klasik ini kan memang sudah begitu adanya, tetapi disini saya berusaha memasukkan selonding sehingga tidak hanya Gong Luang dan Gong Gede saja,” terangnya.
Kekhasan karakter dalam Gong Saih Pitu mutlak untuk dipertahankan, semua jenis patet atau saih dalam laras pelog maupun selendro dapat dimainkan dengan apik. Sebagai masukan, Prof Dibia pun memberi saran ada baiknya gamelan yang apik ini ditemani oleh sebuah tarian yang sesuai dengan karakter tabuh saih pitu. “Paling tidak kedepannya ada satu konteks tarian, sehingga tidak musik saja bahkan tarian pun bisa diiringi oleh gamelan ini,” pesannya. *ind
Namun sayangnya, pertunjukan ini kurang mendapat perhatian yang seharusnya dari masyarakat Bali.
Tidak banyak yang datang menonton pertunjukkan ini Senin malam lalu. Meski begitu, Sekaa Gong Taruna Meka, Banjar Kebon Singapadu, Sukawati, Gianyar ini tidak patah semangat. Namun pengamat seni Bali Mandara Mahalango V, Prof Dr I Wayan Dibia merasa miris melihat kondisi yang tengah membelit kesenian musik di Bali. “Penontonnya tidak mengapresiasi adanya sajian musik yang unik begini,” tutur Prof Dibia.
Menurutnya, Gamelan Gong Gede Saih Pitu ini sesungguhnya musik yang sangat langka. Tidak banyak keberadaannya di Bali, mungkin hanya ada tiga saja. Gong Gede Saih Pitu ini hanya terdapat di ISI Denpasar, Banjar Kebon Singapadu, dan Peliatan. Lalu gamelan ini juga memiliki kekhasan, yang terletak pada komposisi permainannya, dimana sang pemain terompong yang berdiam diri paling depan justru bukanlah menjadi percontohan bagi pemain gamelan lainnya.
“Ada terompong di depan bukan berarti itu contohnya, yang lain punya aturannya sendiri. Dengan adanya aturan tersebut tercipta sebuah instrument yang khas nan klasik,” tutur Dibia.
Menurut I Wayan Darya selaku penata tabuh, sajian gamelan Gong Gede Saih Pitu ini memang lebih mengarah kepada gamelan klasik khas Bali. Fungsinya pun lebih banyak untuk mengiringi ritual. Ritual yang dapat diiringi dengan gamelan ini yakni upacara maupun karya baik di pura maupun di rumah-rumah. “Sengaja digarap pegongan klasik Bali sehingga fungsinya nika untuk iringan ritual,” ungkap Darya.
Sebagai penata tabuh, Darya pun berusaha mengkreasikan tabuh klasik ini meski cukup sukar melakukannya. Malam itu, sekaa dari bumi seni Gianyar ini pun mempersembahkan 6 (enam) garapan diantaranya Tabuh Dua Galang Bulan, Tabuh Telu Lulut, Tabuh Asep Cina, Tabuh Tadah Asih, Tabuh Kembang Rampe, dan Gegilakan. Bagi para penikmat tabuh klasik alunan gamelan dari keenam garapan ini sangatlah khas. Ada kalanya penonton dibawa haru ada kalanga suasana menjadi bersemangat. “Klasik ini kan memang sudah begitu adanya, tetapi disini saya berusaha memasukkan selonding sehingga tidak hanya Gong Luang dan Gong Gede saja,” terangnya.
Kekhasan karakter dalam Gong Saih Pitu mutlak untuk dipertahankan, semua jenis patet atau saih dalam laras pelog maupun selendro dapat dimainkan dengan apik. Sebagai masukan, Prof Dibia pun memberi saran ada baiknya gamelan yang apik ini ditemani oleh sebuah tarian yang sesuai dengan karakter tabuh saih pitu. “Paling tidak kedepannya ada satu konteks tarian, sehingga tidak musik saja bahkan tarian pun bisa diiringi oleh gamelan ini,” pesannya. *ind
1
Komentar