Nelayan Pengambengan Enggan Tangkap Lobster
Nelayan akan menghadapi risiko hukum jika nekat menjual udang lobster dengan berat di bawah 2,5 ons.
NEGARA, NusaBali
Nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Jembrana mengaku malas menjaring lobster karena beberapa sebab, seperti sulit mencari lobster yang ukurannya sesuai ketentuan. “Sejak pemerintah menentukan ukuran lobster yang boleh ditangkap dan dijual, kami malas mencari udang itu (lobster) karena sulit mendapatkan ukuran yang sesuai ketentuan,” kata Ahmad Hariri, salah seorang nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Selasa (28/8).
Dikatakannya, rata-rata udang lobster di perairan tempat dia menjaring memiliki berat di bawah aturan yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu minimal 2,5 ons.
Saat nelayan memaksakan diri untuk menjaring lobster, katanya, lebih banyak mendapatkan kerugian termasuk risiko hukum jika nekat menjual udang lobster dengan berat di bawah 2,5 ons.
“Petugas sering melakukan patroli dan pemeriksaan terhadap hasil tangkap nelayan, untuk mencari jika ada yang menjual lobster di bawah ukuran. Daripada risiko, lebih baik kami mencari ikan saja,” kata Hariri.
Menurutnya, lokasi perairan mencari ikan dan udang lobster di Desa Pengambengan berbeda, yaitu jika ikan lebih banyak pada perairan dengan dasar berpasir, sedangkan lobster berada di perairan yang penuh batu karang.
Kurang berminatnya nelayan untuk menjaring lobster juga disampaikan Eman, nelayan setempat. Menurutnya, selain takut melanggar hukum, mencari lobster juga membuat jaring lebih cepat rusak karena tersangkut karang.
“Sekarang ini lebih banyak ruginya jika menjaring lobster. Sudah tidak bisa dijual kalau di bawah ukuran, jaring kami juga lebih cepat rusak karena tersangkut karang,” katanya.
Sama dengan Hariri, dia lebih memilih untuk mencari ikan, meskipun jarak tempuh sampan miliknya lebih jauh dibandingkan mencari lobster.
Disinggung kemungkinan sekian tahun yang akan datang udang lobster di perairan tersebut akan besar-besar, sehingga nelayan bisa mendapatkan hasil tangkap yang menguntungkan, sejumlah nelayan mengaku pesimistis.
“Kami tidak yakin udang lobster yang sudah besar-besar akan tetap tinggal di perairan ini. Bisa saja mereka berpindah tempat saat ukurannya sudah besar,” kata Samsuri, nelayan lainnya.
Dari informasi yang dihimpun, meskipun ada pengawasan terkait penangkapan dan transaksi udang lobster, masih ada beberapa oknum pengepul yang bersedia menampung udang lobster hasil tangkapan nelayan meskipun beratnya di bawah ketentuan.
Namun harga yang ditawarkan oknum pengepul tersebut sangat rendah, yaitu sekitar Rp 100 ribu untuk setiap kilogram lobster di bawah ukuran yang tertangkap.
“Penangkapan udang lobster tidak hanya dengan jaring, ada juga yang mencarinya dengan cara menyelam. Kalau tidak dapat yang besar, ya asal ada lobster diangkut,” kata salah seorang nelayan yang minta namanya tidak disebutkan. *ant
Nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Jembrana mengaku malas menjaring lobster karena beberapa sebab, seperti sulit mencari lobster yang ukurannya sesuai ketentuan. “Sejak pemerintah menentukan ukuran lobster yang boleh ditangkap dan dijual, kami malas mencari udang itu (lobster) karena sulit mendapatkan ukuran yang sesuai ketentuan,” kata Ahmad Hariri, salah seorang nelayan di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Selasa (28/8).
Dikatakannya, rata-rata udang lobster di perairan tempat dia menjaring memiliki berat di bawah aturan yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu minimal 2,5 ons.
Saat nelayan memaksakan diri untuk menjaring lobster, katanya, lebih banyak mendapatkan kerugian termasuk risiko hukum jika nekat menjual udang lobster dengan berat di bawah 2,5 ons.
“Petugas sering melakukan patroli dan pemeriksaan terhadap hasil tangkap nelayan, untuk mencari jika ada yang menjual lobster di bawah ukuran. Daripada risiko, lebih baik kami mencari ikan saja,” kata Hariri.
Menurutnya, lokasi perairan mencari ikan dan udang lobster di Desa Pengambengan berbeda, yaitu jika ikan lebih banyak pada perairan dengan dasar berpasir, sedangkan lobster berada di perairan yang penuh batu karang.
Kurang berminatnya nelayan untuk menjaring lobster juga disampaikan Eman, nelayan setempat. Menurutnya, selain takut melanggar hukum, mencari lobster juga membuat jaring lebih cepat rusak karena tersangkut karang.
“Sekarang ini lebih banyak ruginya jika menjaring lobster. Sudah tidak bisa dijual kalau di bawah ukuran, jaring kami juga lebih cepat rusak karena tersangkut karang,” katanya.
Sama dengan Hariri, dia lebih memilih untuk mencari ikan, meskipun jarak tempuh sampan miliknya lebih jauh dibandingkan mencari lobster.
Disinggung kemungkinan sekian tahun yang akan datang udang lobster di perairan tersebut akan besar-besar, sehingga nelayan bisa mendapatkan hasil tangkap yang menguntungkan, sejumlah nelayan mengaku pesimistis.
“Kami tidak yakin udang lobster yang sudah besar-besar akan tetap tinggal di perairan ini. Bisa saja mereka berpindah tempat saat ukurannya sudah besar,” kata Samsuri, nelayan lainnya.
Dari informasi yang dihimpun, meskipun ada pengawasan terkait penangkapan dan transaksi udang lobster, masih ada beberapa oknum pengepul yang bersedia menampung udang lobster hasil tangkapan nelayan meskipun beratnya di bawah ketentuan.
Namun harga yang ditawarkan oknum pengepul tersebut sangat rendah, yaitu sekitar Rp 100 ribu untuk setiap kilogram lobster di bawah ukuran yang tertangkap.
“Penangkapan udang lobster tidak hanya dengan jaring, ada juga yang mencarinya dengan cara menyelam. Kalau tidak dapat yang besar, ya asal ada lobster diangkut,” kata salah seorang nelayan yang minta namanya tidak disebutkan. *ant
1
Komentar