Dua Mahasiswa Bobol Kartu Kredit WNA
Punya 4 ribu kartu kredit yang dibelanjakan baru 9 kartu kredit
JAKARTA, NusaBali
Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri menangkap dua mahasiswa karena membobol kartu kredit milik warga negara Australia. Dua mahasiswa itu berasal dari universitas berbeda. "Mereka dari dua universitas, yang satu di Yogyakarta, satu di Bandung," kata Direktur Tindak Pidana Siber Mabes Polri Brigjen Pol Albertus Rahmad Wibowo, di kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Selasa (28/8) seperti dilansir vivanews.
Albertus menuturkan, kedua pelaku itu ditangkap secara terpisah. Tersangka AR ditangkap di sebuah asrama di Sleman, Yogyakarta, pada 6 Juni lalu. Sementara itu, tersangka DSC ditangkap di rumahnya, di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal yang sama. Keduanya belajar menjebol kartu kredit secara otodidak.
Menurut Albertus, mulanya kejadian ini ditemukan dari laporan Kepolisian Australia yang menangkap seorang mahasiswa asal Indonesia berinisial AS di New South Wales, Queensland. AS ditangkap karena menerima barang-barang dari belanja online yang dibayarkan melalui kartu kredit ilegal.
"Mahasiswa ini menerima barang hasil kejahatan puluhan ribu dolar Australia dengan kartu kredit WNA," ujar dia. Adapun modus yang dilakukan kedua mahasiswa itu dengan mengirimkan surat elektronik melalui spam. Di dalam email itu penerima diminta untuk memasukkan sejumlah data pribadi.
"Penerima diminta untuk memberikan nama, nomor kartu, masa berlaku kartu hingga tiga nomor terakhir kartu. Nasabah yang lalai akan mengisi ini," ujar dia. Setelah mendapatkan data, dua mahasiswa itu berkenalan dengan AS yang saat itu ingin membeli tiket online dari Indonesia menuju Australia. Dua mahasiswa itu menjual tiket kepada AS menggunakan kartu kredit bodong tersebut.
"AS juga dirayu untuk menerima sejumlah barang yang dibeli dan diminta untuk dikirimkan kembali ke Indonesia seperti kamera go pro dan peralatan elektronik lainnya," ujar dia. Ada sekitar 4.000 kartu kredit yang dikumpulkan tersangka dan yang dipergunakan belanja ada sekitar sembilan kartu kredit. Total kerugian dari kasus ini mencapai sekitar 20 ribu dolar Australia.
"Karena sudah menemukan pelaku, kami meminta polisi di Australia untuk mempertimbangkan hukuman AS. Akhirnya AS tidak dikenakan pidana hanya denda," kata dia. Saat penangkapan tersangka AR, polisi menyita 1 unit laptop Apple Macbook Pro, 1 buah handphone iPhone 7 Plus, 1 unit CPU, 1 unit router, 1 lembar fotokopi KTP, dan 1 buah kartu ATM.
Sementara barang bukti yang disita dari tersangka DSC, yaitu 1 buah laptop merek MSI GE62, 1 buah iPhone, 1 buku rekening beserta kartu ATM, 1 buah kartu mahasiswa, 1 buah kartu SIM A, 1 buah kartu SIM C, serta 1 buah keyboard. Kedua pelaku terancam didakwa pasal berlapis dengan hukuman paling lama 20 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 10 miliar. *
Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri menangkap dua mahasiswa karena membobol kartu kredit milik warga negara Australia. Dua mahasiswa itu berasal dari universitas berbeda. "Mereka dari dua universitas, yang satu di Yogyakarta, satu di Bandung," kata Direktur Tindak Pidana Siber Mabes Polri Brigjen Pol Albertus Rahmad Wibowo, di kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Selasa (28/8) seperti dilansir vivanews.
Albertus menuturkan, kedua pelaku itu ditangkap secara terpisah. Tersangka AR ditangkap di sebuah asrama di Sleman, Yogyakarta, pada 6 Juni lalu. Sementara itu, tersangka DSC ditangkap di rumahnya, di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal yang sama. Keduanya belajar menjebol kartu kredit secara otodidak.
Menurut Albertus, mulanya kejadian ini ditemukan dari laporan Kepolisian Australia yang menangkap seorang mahasiswa asal Indonesia berinisial AS di New South Wales, Queensland. AS ditangkap karena menerima barang-barang dari belanja online yang dibayarkan melalui kartu kredit ilegal.
"Mahasiswa ini menerima barang hasil kejahatan puluhan ribu dolar Australia dengan kartu kredit WNA," ujar dia. Adapun modus yang dilakukan kedua mahasiswa itu dengan mengirimkan surat elektronik melalui spam. Di dalam email itu penerima diminta untuk memasukkan sejumlah data pribadi.
"Penerima diminta untuk memberikan nama, nomor kartu, masa berlaku kartu hingga tiga nomor terakhir kartu. Nasabah yang lalai akan mengisi ini," ujar dia. Setelah mendapatkan data, dua mahasiswa itu berkenalan dengan AS yang saat itu ingin membeli tiket online dari Indonesia menuju Australia. Dua mahasiswa itu menjual tiket kepada AS menggunakan kartu kredit bodong tersebut.
"AS juga dirayu untuk menerima sejumlah barang yang dibeli dan diminta untuk dikirimkan kembali ke Indonesia seperti kamera go pro dan peralatan elektronik lainnya," ujar dia. Ada sekitar 4.000 kartu kredit yang dikumpulkan tersangka dan yang dipergunakan belanja ada sekitar sembilan kartu kredit. Total kerugian dari kasus ini mencapai sekitar 20 ribu dolar Australia.
"Karena sudah menemukan pelaku, kami meminta polisi di Australia untuk mempertimbangkan hukuman AS. Akhirnya AS tidak dikenakan pidana hanya denda," kata dia. Saat penangkapan tersangka AR, polisi menyita 1 unit laptop Apple Macbook Pro, 1 buah handphone iPhone 7 Plus, 1 unit CPU, 1 unit router, 1 lembar fotokopi KTP, dan 1 buah kartu ATM.
Sementara barang bukti yang disita dari tersangka DSC, yaitu 1 buah laptop merek MSI GE62, 1 buah iPhone, 1 buku rekening beserta kartu ATM, 1 buah kartu mahasiswa, 1 buah kartu SIM A, 1 buah kartu SIM C, serta 1 buah keyboard. Kedua pelaku terancam didakwa pasal berlapis dengan hukuman paling lama 20 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 10 miliar. *
1
Komentar