Petani Tembakau Terima Subsidi Gas Elpiji
Ratusan petani tembakau di Buleleng saat ini tengah berjuang, pasca ketiadaan bantuan pupuk dan obat dalam budidaya tahun ini.
SINGARAJA, NusaBali
Karena ada pemangkasan Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT). Biaya operasional yang sangat tinggi juga memembuat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Buleleng meminta diskon harga gas elpiji yang dipakai dalam proses pengeringan.
Permohonan diskon harga gas elpiji yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian itu pun akhirnya disetujui pihak PT Pertamina. Kini petani tembakau hanya membayar gas elpiji 50 kilogram Rp 630.000 dari Rp 677.000 per tabung. Diskon Rp 47.000 itu disebut pemotongan biaya ongkos hantar gas ke lokasi. Sekretaris APTI Buleleng I Gusti Agung Made Adnyana, ditemui Selasa (28/8), menjelaskan tahun ini dengan diskon harga gas elpiji dari PT Pertamina, petani dibebaskan ongkos kirim. Diskon harga gas itu pun dinilainya sangat berpengaruh pada petani yang dapat memperkecil biaya operasional pengeringan tembakau yang sangat tinggi. Saat ini PT Pertamina pun menyiapkan 9.000 tabung elpiji 50 kilogram khusus untuk petani di Buleleng. Pihaknya menjelaskan dalam satu kali proses pengeringan petani dapat menghabiskan 70 - 77 tabung gas elpiji.
Pihaknya pun mengatakan sejauh ini petani dan pemerintah sempat mencarikan jalan alternatif untuk menghemat biaya operasional budidaya tembakau. Yakni dengan menggunakan kompor cangkang kemiri yang mulai di kembangkan sejak tahun 2010 hingga 2012. Hanya saja pengadaan bantuan kompor cangkang kemiri dari DBHCHT kepada petani saat ini banyak dalam kondisi rusak dna tidak bisa dipakai.
Padahal jika menggunakan kompor cangkang kemiri petani bisa hemat setengah biaya produski. Jika menggunakan gas elpiji, satu kali mengeringkan dan ongkos tukang Rp 5 juta, saat menggunakan kompor cangkang kemiri lebih hemat dengan hitungan Rp 2,5 juta. “Dulu ada sekitar 84 omprongan yang pakai kompor cangkang kemiri, tapi saat ini banyak yang sudah tidak bisa dipakai. Pengadaannya juga tidak bisa, karena DBHCT dipangkas, tidak ada dana yang bisa digunakan untuk membantu petani,” ungkap dia.
Sementara itu pada musim tanam tahun ini di Buleleng dikembangkan 450 hektare lahan tembakau Virginia dan krosokan, dikembangkan di tujuh kecamatan di Buleleng. Saat ini sejumlah petani pun sudah memasuki masa panen dan mulai melakukan proses pengeringan sebelum dijual kepada perusahaan mitra.*k23
Karena ada pemangkasan Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT). Biaya operasional yang sangat tinggi juga memembuat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Buleleng meminta diskon harga gas elpiji yang dipakai dalam proses pengeringan.
Permohonan diskon harga gas elpiji yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian itu pun akhirnya disetujui pihak PT Pertamina. Kini petani tembakau hanya membayar gas elpiji 50 kilogram Rp 630.000 dari Rp 677.000 per tabung. Diskon Rp 47.000 itu disebut pemotongan biaya ongkos hantar gas ke lokasi. Sekretaris APTI Buleleng I Gusti Agung Made Adnyana, ditemui Selasa (28/8), menjelaskan tahun ini dengan diskon harga gas elpiji dari PT Pertamina, petani dibebaskan ongkos kirim. Diskon harga gas itu pun dinilainya sangat berpengaruh pada petani yang dapat memperkecil biaya operasional pengeringan tembakau yang sangat tinggi. Saat ini PT Pertamina pun menyiapkan 9.000 tabung elpiji 50 kilogram khusus untuk petani di Buleleng. Pihaknya menjelaskan dalam satu kali proses pengeringan petani dapat menghabiskan 70 - 77 tabung gas elpiji.
Pihaknya pun mengatakan sejauh ini petani dan pemerintah sempat mencarikan jalan alternatif untuk menghemat biaya operasional budidaya tembakau. Yakni dengan menggunakan kompor cangkang kemiri yang mulai di kembangkan sejak tahun 2010 hingga 2012. Hanya saja pengadaan bantuan kompor cangkang kemiri dari DBHCHT kepada petani saat ini banyak dalam kondisi rusak dna tidak bisa dipakai.
Padahal jika menggunakan kompor cangkang kemiri petani bisa hemat setengah biaya produski. Jika menggunakan gas elpiji, satu kali mengeringkan dan ongkos tukang Rp 5 juta, saat menggunakan kompor cangkang kemiri lebih hemat dengan hitungan Rp 2,5 juta. “Dulu ada sekitar 84 omprongan yang pakai kompor cangkang kemiri, tapi saat ini banyak yang sudah tidak bisa dipakai. Pengadaannya juga tidak bisa, karena DBHCT dipangkas, tidak ada dana yang bisa digunakan untuk membantu petani,” ungkap dia.
Sementara itu pada musim tanam tahun ini di Buleleng dikembangkan 450 hektare lahan tembakau Virginia dan krosokan, dikembangkan di tujuh kecamatan di Buleleng. Saat ini sejumlah petani pun sudah memasuki masa panen dan mulai melakukan proses pengeringan sebelum dijual kepada perusahaan mitra.*k23
Komentar