Pollycarpus Bebas, Aktivis HAM Kecewa
Aktor utama pembunuhan aktivis Munir hingga kini belum tersentuh
JAKARTA, NusaBali
Koalisi Kadilan untuk Munir merespons bebasnya Pollycarpus Budihari Priyanto terpidana kasus pembunuhan Aktivis Munir Said Thalib setelah dinyatakan bebas murni dari hukuman 14 tahun penjara, Rabu (29/8). Bebasnya Pollycarpus menimbulkan rasa kekecewaan dan tidak adilnya pemerintah.
Koalisi Keadilan untuk Munir ini terdiri dari KontraS, Imparsial, YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, Setara Institute, Asia Justice and Rights (AJAR), dan Suciwati.
"Ini mengagetkan dan menyakitkan. Sampai hari ini kasus Munir belum selesai. Ini hanya sepekan menjelang 14 tahun tewasnya Munir, tapi faktanya sudah selesai divonis tapi pelaku utamanya dan melibatkan fasilitas negara belum diadili. Presiden beberapa kali menyatakan akan menyelesaikan, tapi dua tahun tidak ada kelanjutan," Wakil Koordinator bidang Advokasi KontraS, Putri Kanesia, di Keramat Pela II, Jakarta Pusat, Rabu (29/8) seperti dilansir detik.
Putri pun mendesak pemerintah agar segera melunaskan kasus pembunuhan Munir. Menurutnya saat ini pemerintah belum mampu memberikan keadilan untuk keluarga Munir.
"Ketidakjelasan pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Munir, ini menunjukkan bahwa negara melalui mekanisme hukumnya belum mampu memberikan rasa keadilan terhadap istri dan keluarga Munir," ucapnya.
Selain itu, Putri mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah ketika bertemu dengan beberapa ahli hukum di Istana Negara pada 22 September 2016 lalu. Putri juga menyebut dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TPFKMM) telah hilang dan tidak diketahui keberadaan dokumen tersebut.
"Keraguan kami dibuktikan dengan fakta bahwa hampir 14 tahun kasus kematian Munir, para pelaku utama dalam kasus kematian Munir belum tersentuh sama sekali, sesaat setelah bertemu ahli-ahli hukum di Istana Negara, dokumen hasil TPFKMM yang telah diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005 silam, tidak diketahui keberadaannya hingga kini, padahal dokumen tersebut berisi nama-nama yang diduga mengetahui rencana pembunuhan Munir," ungkap Putri.
Meski begitu, dia mengatakan telah menyerahkan kembali salinan dokumen hasil penyelidikan TPFKMM ke Menseskab era SBY, Sudi Silalahi kepada Istana. Namun hingga saat ini oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo belum mengumumkan isi dari laporan tersebut kepada masyarakat.
Koalisi Keadilan untuk Munir mendesak dua hal kepada negara untuk menuntaskan kasus meninggalnya Munir kepada public. Pertama, negara berkomitmen menyelesaikan kasus pembunuhan terhadap Munir yang dapat dibuktikan dengan Presiden Joko Widodo segera menyampaikan hasil penyelidikan TPFKMM kepada publik.
"Kedua, Presiden memerintahkan jajarannya untuk melanjutjan proses hukum terhadap kasus meninggalnya Munir berdasarkan fakta-fakta yang muncul dan belum terungkap dalam laporan TPFKMM," tutupnya.
Istri Munir, Suciwati, menganggap Pollycarpus tak layak bebas lebih cepat dari masa pemidanaan. Ia beralasan, agen Badan Intelijen Negara (BIN) itu merupakan bagian dari pembunuhan berencana terhadap Munir.
Pollycarpus hanya menjalani delapan tahun dari 14 tahun masa tahanan. Selama mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, ia mendapat beragam remisi atau potongan masa pemidanaan. Saat menerima status bebas murni ini, Pollycarpus telah lebih dulu keluar dari penjara dengan bebas bersyarat pada 2014. *
Koalisi Kadilan untuk Munir merespons bebasnya Pollycarpus Budihari Priyanto terpidana kasus pembunuhan Aktivis Munir Said Thalib setelah dinyatakan bebas murni dari hukuman 14 tahun penjara, Rabu (29/8). Bebasnya Pollycarpus menimbulkan rasa kekecewaan dan tidak adilnya pemerintah.
Koalisi Keadilan untuk Munir ini terdiri dari KontraS, Imparsial, YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, Setara Institute, Asia Justice and Rights (AJAR), dan Suciwati.
"Ini mengagetkan dan menyakitkan. Sampai hari ini kasus Munir belum selesai. Ini hanya sepekan menjelang 14 tahun tewasnya Munir, tapi faktanya sudah selesai divonis tapi pelaku utamanya dan melibatkan fasilitas negara belum diadili. Presiden beberapa kali menyatakan akan menyelesaikan, tapi dua tahun tidak ada kelanjutan," Wakil Koordinator bidang Advokasi KontraS, Putri Kanesia, di Keramat Pela II, Jakarta Pusat, Rabu (29/8) seperti dilansir detik.
Putri pun mendesak pemerintah agar segera melunaskan kasus pembunuhan Munir. Menurutnya saat ini pemerintah belum mampu memberikan keadilan untuk keluarga Munir.
"Ketidakjelasan pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Munir, ini menunjukkan bahwa negara melalui mekanisme hukumnya belum mampu memberikan rasa keadilan terhadap istri dan keluarga Munir," ucapnya.
Selain itu, Putri mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah ketika bertemu dengan beberapa ahli hukum di Istana Negara pada 22 September 2016 lalu. Putri juga menyebut dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TPFKMM) telah hilang dan tidak diketahui keberadaan dokumen tersebut.
"Keraguan kami dibuktikan dengan fakta bahwa hampir 14 tahun kasus kematian Munir, para pelaku utama dalam kasus kematian Munir belum tersentuh sama sekali, sesaat setelah bertemu ahli-ahli hukum di Istana Negara, dokumen hasil TPFKMM yang telah diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005 silam, tidak diketahui keberadaannya hingga kini, padahal dokumen tersebut berisi nama-nama yang diduga mengetahui rencana pembunuhan Munir," ungkap Putri.
Meski begitu, dia mengatakan telah menyerahkan kembali salinan dokumen hasil penyelidikan TPFKMM ke Menseskab era SBY, Sudi Silalahi kepada Istana. Namun hingga saat ini oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo belum mengumumkan isi dari laporan tersebut kepada masyarakat.
Koalisi Keadilan untuk Munir mendesak dua hal kepada negara untuk menuntaskan kasus meninggalnya Munir kepada public. Pertama, negara berkomitmen menyelesaikan kasus pembunuhan terhadap Munir yang dapat dibuktikan dengan Presiden Joko Widodo segera menyampaikan hasil penyelidikan TPFKMM kepada publik.
"Kedua, Presiden memerintahkan jajarannya untuk melanjutjan proses hukum terhadap kasus meninggalnya Munir berdasarkan fakta-fakta yang muncul dan belum terungkap dalam laporan TPFKMM," tutupnya.
Istri Munir, Suciwati, menganggap Pollycarpus tak layak bebas lebih cepat dari masa pemidanaan. Ia beralasan, agen Badan Intelijen Negara (BIN) itu merupakan bagian dari pembunuhan berencana terhadap Munir.
Pollycarpus hanya menjalani delapan tahun dari 14 tahun masa tahanan. Selama mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, ia mendapat beragam remisi atau potongan masa pemidanaan. Saat menerima status bebas murni ini, Pollycarpus telah lebih dulu keluar dari penjara dengan bebas bersyarat pada 2014. *
1
Komentar