Siap Seret Tersangka Lain di Kasus PLTU
Politikus Golkar Eni Saragih akan mengajukan justice collaborator
JAKARTA, NusaBali
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Saragih mengaku siap bekerjasama dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membongkar skandal suap proyek PLTU Riau-1. Karenanya, Politikus Golkar itu akan mengajukan justice collaborator (JC) kepada penyidik KPK.
"Kemungkinan besar, iya (akan mengajukan JC)," kata pengacara Eni, Robinson di KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (30/8).
Robinson memastikan, surat JC akan diajukan kepada penyidik KPK dalam waktu dekat. Ia pun optimis bahwa permohonan JC kliennya akan dikabulkan KPK. "Mungkin (pengajuannya) pada saat diperiksa sebagai tersangka nanti," kata Robinson seperti dilansir vivanews.
Sebelumnya dalam beberapa kali kesempatan, Eni telah menjelaskan bahwa dirinya membeberkan semua yang telah terjadi terkait suap PLTU Riau-1. Tidak hanya soal perintah Idrus Marham, bahkan Eni juga membeberkan pertemuan-pertemuan yang dihadiri Dirut PT PLN Sofyan Basir dan pemegang saham Blackgold Natural Insurance Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Idrus diduga secara bersama-sama dengan Eni menerima hadiah atau janji oleh Johanes untuk meloloskan Blackgold menjadi anggota konsorsium PT Pembangkit Jawa-Bali guna menggarap proyek PLTU Riau-1.
Mantan Sekjen Golkar itu dijanjikan uang US$1,5 juta bila memuluskan Blackgold untuk ikut menggarap proyek investasi senilai US$900 juta itu. "Soal kesaksian untuk Pak Idrus Marham. Terkait dengan pertemuan-pertemuan karena saya dengan Pak Sofyan Basir dan Pak Kotjo," kata Eni usai pemeriksaan kemarin.
Selain Eni, Kotjo dan Idrus dijerat selaku tersangka, KPK juga telah menggeledah kediaman Sofyan Basir. Hasilnya CCTV di kediaman Sofyan, dokumen serta ponsel Sofyan disita KPK. Beberapa kali, Sofyan juga telah diperiksa KPK atas kasus ini.
Terpisah, Indonesia Corruption Watch ( ICW) menantang Partai Golkar membeberkan laporan keuangannya untuk membuktikan tidak adanya aliran dana suap Proyek PLTU Riau 1. Uang suap diduga mengalir ke Partai Golkar untuk membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2017.
Hal itu diungkapkan Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Almas Sjafrina menanggapi pernyataan Ketua Organizing Committee Munaslub Partai Golkar 2017, Agus Gumiwang Kartasasmita. Agus membantah adanya aliran dana tersebut.
"ICW ingin menantang Partai Golkar, Agus Gumiwang kemarin bilang, kami bisa mempertanggungjawabkan penerimaan dan penggunaan uang di Munaslub, ya ayo dong pertanggung jawabkan ke publik," terang Almas di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (30/8) seperti dilansir kompas.
"Itu kan seharusnya ada di laporan keuangan parpol, yang harusnya bisa diakses oleh masyarakat," sambung dia. Namun demikian, kata dia, yang menjadi persoalan adalah parpol tidak menyediakan laporan keuangan tersebut. Masyarakat jadi sulit untuk mengakses.
Menurut Agus, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik, partai hanya diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban terkait dana bantuan dari pemerintah. Sementara, untuk dana yang berasal dari iuran anggota dan pihak ketiga, tidak ada peraturan yang mewajibkan partai untuk mencantumkannya pada laporan keuangan. Oleh sebab itu, ICW tentu akan mengapresiasi jika partai berlambang pohon beringin tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap. *
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Saragih mengaku siap bekerjasama dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membongkar skandal suap proyek PLTU Riau-1. Karenanya, Politikus Golkar itu akan mengajukan justice collaborator (JC) kepada penyidik KPK.
"Kemungkinan besar, iya (akan mengajukan JC)," kata pengacara Eni, Robinson di KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (30/8).
Robinson memastikan, surat JC akan diajukan kepada penyidik KPK dalam waktu dekat. Ia pun optimis bahwa permohonan JC kliennya akan dikabulkan KPK. "Mungkin (pengajuannya) pada saat diperiksa sebagai tersangka nanti," kata Robinson seperti dilansir vivanews.
Sebelumnya dalam beberapa kali kesempatan, Eni telah menjelaskan bahwa dirinya membeberkan semua yang telah terjadi terkait suap PLTU Riau-1. Tidak hanya soal perintah Idrus Marham, bahkan Eni juga membeberkan pertemuan-pertemuan yang dihadiri Dirut PT PLN Sofyan Basir dan pemegang saham Blackgold Natural Insurance Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Idrus diduga secara bersama-sama dengan Eni menerima hadiah atau janji oleh Johanes untuk meloloskan Blackgold menjadi anggota konsorsium PT Pembangkit Jawa-Bali guna menggarap proyek PLTU Riau-1.
Mantan Sekjen Golkar itu dijanjikan uang US$1,5 juta bila memuluskan Blackgold untuk ikut menggarap proyek investasi senilai US$900 juta itu. "Soal kesaksian untuk Pak Idrus Marham. Terkait dengan pertemuan-pertemuan karena saya dengan Pak Sofyan Basir dan Pak Kotjo," kata Eni usai pemeriksaan kemarin.
Selain Eni, Kotjo dan Idrus dijerat selaku tersangka, KPK juga telah menggeledah kediaman Sofyan Basir. Hasilnya CCTV di kediaman Sofyan, dokumen serta ponsel Sofyan disita KPK. Beberapa kali, Sofyan juga telah diperiksa KPK atas kasus ini.
Terpisah, Indonesia Corruption Watch ( ICW) menantang Partai Golkar membeberkan laporan keuangannya untuk membuktikan tidak adanya aliran dana suap Proyek PLTU Riau 1. Uang suap diduga mengalir ke Partai Golkar untuk membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2017.
Hal itu diungkapkan Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Almas Sjafrina menanggapi pernyataan Ketua Organizing Committee Munaslub Partai Golkar 2017, Agus Gumiwang Kartasasmita. Agus membantah adanya aliran dana tersebut.
"ICW ingin menantang Partai Golkar, Agus Gumiwang kemarin bilang, kami bisa mempertanggungjawabkan penerimaan dan penggunaan uang di Munaslub, ya ayo dong pertanggung jawabkan ke publik," terang Almas di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (30/8) seperti dilansir kompas.
"Itu kan seharusnya ada di laporan keuangan parpol, yang harusnya bisa diakses oleh masyarakat," sambung dia. Namun demikian, kata dia, yang menjadi persoalan adalah parpol tidak menyediakan laporan keuangan tersebut. Masyarakat jadi sulit untuk mengakses.
Menurut Agus, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik, partai hanya diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban terkait dana bantuan dari pemerintah. Sementara, untuk dana yang berasal dari iuran anggota dan pihak ketiga, tidak ada peraturan yang mewajibkan partai untuk mencantumkannya pada laporan keuangan. Oleh sebab itu, ICW tentu akan mengapresiasi jika partai berlambang pohon beringin tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap. *
Komentar