Rupiah Jatuh 11% dari Awal Tahun
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah sudah di zona Rp 14.800.
JAKARTA, NusaBali
Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) kian perkasa sepanjang tahun ini. Pada sesi Jumat (31/8), dollar sempat menyentuh Dolar AS yang menembus hingga Rp 14.844. Rupiah sendiri sudah tertekan sebanyak 1.563 poin terhitung sejak awal tahun hingga saat ini (year to date).
Mengutip detikfinance dari data perdagangan Reuters, Jumat (31/8), dolar AS bergerak dari Rp 13.281 hingga Rp 14.844 sepanjang tahun ini. Dengan demikian rupiah sudah tertekan 11,7% terhadap dolar AS hingga saat ini. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah yang melemah. Intervensi BI dalam pasar valuta asing (valas) ditingkatkan intensitasnya.
"Kita intensifkan atau kita tingkatkan intensitas kita untuk melakukan intervensi. Khususnya dalam dua hari ini kita meningkatkan volume intervensi di pasar valas," kata Perry di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (31/8).
Selain itu, BI juga menyerap Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang dilepas asing. Sejak Jumat pagi hingga siang saja, BI membeli SBN hingga Rp 3 triliun. Melonjaknya dollar diyakini dipengaruhi oleh sentimen global lewat aksi Argentina yang menaikkan suku bunga hingga 60%. Naiknya suku bunga di Argentina hingga 60% dianggap Menko Perekonomian Darmin Nasution membuat pasar terkejut.
"Agak surprise juga Argentina karena dia itu kan sudah dapat bantuan IMF sebetulnya 50 miliar dolar. Orang anggap dia mestinya akan survive akan selamat dengan itu tapi ternyata gerakan capital outflow masih sekarat," ujarnya.
"Jadi itu (suku bunganya) sudah tingkat yang luar biasa besarnya sehingga biasanya kalau sudah gitu, biasanya pasar jittery (terkejut) ya, kan dia 'wah ini nggak beres kalau sudah begini," tambahnya.
Pelemahan ini tak hanya dialami oleh rupiah, namun juga sejumlah negara lainnya. Dikutip dari Associated Press, mata uang rupee India merosot ke level terendahnya. Rontoknya mata uang negara-negara berkembang dipicu kekhawatiran terkait krisis keuangan di Argentina dan Turki. Selain itu, pelemahan nilai tukar juga didorong kekhawatiran terkait rencana Presiden AS Donald Trump yang akan menerapkan tarif impor lanjutan dengan total nilai 200 miliar dollar AS terhadap produk-produk impor dari China. Investor valas ramai-ramai melepas mata uang negara-negara berkembang setelah mata uang peso Argentina terpukul akibat kekhawatiran krisis ekonomi. *
Mengutip detikfinance dari data perdagangan Reuters, Jumat (31/8), dolar AS bergerak dari Rp 13.281 hingga Rp 14.844 sepanjang tahun ini. Dengan demikian rupiah sudah tertekan 11,7% terhadap dolar AS hingga saat ini. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah yang melemah. Intervensi BI dalam pasar valuta asing (valas) ditingkatkan intensitasnya.
"Kita intensifkan atau kita tingkatkan intensitas kita untuk melakukan intervensi. Khususnya dalam dua hari ini kita meningkatkan volume intervensi di pasar valas," kata Perry di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (31/8).
Selain itu, BI juga menyerap Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang dilepas asing. Sejak Jumat pagi hingga siang saja, BI membeli SBN hingga Rp 3 triliun. Melonjaknya dollar diyakini dipengaruhi oleh sentimen global lewat aksi Argentina yang menaikkan suku bunga hingga 60%. Naiknya suku bunga di Argentina hingga 60% dianggap Menko Perekonomian Darmin Nasution membuat pasar terkejut.
"Agak surprise juga Argentina karena dia itu kan sudah dapat bantuan IMF sebetulnya 50 miliar dolar. Orang anggap dia mestinya akan survive akan selamat dengan itu tapi ternyata gerakan capital outflow masih sekarat," ujarnya.
"Jadi itu (suku bunganya) sudah tingkat yang luar biasa besarnya sehingga biasanya kalau sudah gitu, biasanya pasar jittery (terkejut) ya, kan dia 'wah ini nggak beres kalau sudah begini," tambahnya.
Pelemahan ini tak hanya dialami oleh rupiah, namun juga sejumlah negara lainnya. Dikutip dari Associated Press, mata uang rupee India merosot ke level terendahnya. Rontoknya mata uang negara-negara berkembang dipicu kekhawatiran terkait krisis keuangan di Argentina dan Turki. Selain itu, pelemahan nilai tukar juga didorong kekhawatiran terkait rencana Presiden AS Donald Trump yang akan menerapkan tarif impor lanjutan dengan total nilai 200 miliar dollar AS terhadap produk-produk impor dari China. Investor valas ramai-ramai melepas mata uang negara-negara berkembang setelah mata uang peso Argentina terpukul akibat kekhawatiran krisis ekonomi. *
1
Komentar