Beradu Sajian Kreatif
SMA Negeri 1 Negara mempersembahkan garapan cerita Manik Angkeran, sedangkan Kecak Cak Rina mengangkat kisah Pertempuran Subali dan Sugriw
Parade Cak Modern di Art Center
DENPASAR, NusaBali
Parade cak modern Bali Mandara Nawanatya III memecah kesunyian Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Sabtu (1/9) malam. Memasuki parade cak pertama, SMA Negeri 1 Negara dan Kecak Rina, Desa Bona, Gianyar beradu sajian kreatif cak.
Penampil pertama yang telah datang jauh-jauh yakni SMA Negeri 1 Negara mempersembahkan sebuah garapan yang mengambil cerita Manik Angkeran sebagai alur dari kecak yang dibawakannya. “Jadi umumnya kan mengambil kisah dalam Ramayana, tapi kali ini kita menggunakan cerita Manik Angkeran sebagai alur kecak kami,” jelas I Putu Agus Pranata Diantika selaku pembina garapan Kecak Manik Angkeran dari SMA Negeri 1 Negara.
Kecak yang melibatkan anak-anak ekstra tabuh, tari, dan ekstra lainnya yang didaulat melalui proses seleksi ini pun memiliki alur garapan yang cukup berbeda. Selain karena alur cerita, vokal maupun penampilan tari yang disajikan adalah gerakan khas Negara. Sebab, kecak sendiri mulanya lebih dikenal di deaerah Bali selatan, baik Gianyar maupun Denpasar.
Sebagai wilayah yang cukup asing dengan kecak, Agus pun mengatakan bahwa dirinya yang berprofesi sebagai koreografer tari ini pun cukup kesulitan memahami kecak baik dari segi koreonya maupun vokalnya. “Jujur di wilayah kami cukup asing dengan kecak, saya pun pendalaman itu selama 6 (enam) bulan dan anak-anak hanya mendapatkan waktu sebulan untuk mendalami dan latihan kecak ini,” ungkap Agus.
Seusai penampilan dari SMA Negeri 1 Negara, kecak pun dilanjutkan dengan penampilan Kecak Cak Rina yang telah mumpuni dalam menarikan tarian massal ini, yang mengangkat kisah Pertempuran Subali dan Sugriwa. Garapan yang terbilang ‘berani’ ini pun membuat seisi Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya Denpasar pun menjadi hidup. “Cakkk,” teriakan Rina pun memecah keheningan di malam yang dingin.
Cahaya api yang datang dari obor-obor dan bola api pun ditendang bebas oleh para pemain kecak. Para penari kecak seolah tak ingat apapun lagi, mereka tampil total. Tak ada melingkar, formasi lurus, diagonal, meloncati panggung untuk menyambangi penonton semua dilakukan Rina dan kawan-kawan tiga generasinya dengan total, layaknya api yang membara garapan ini membakar semangat penonton untuk tak segera beranjak.
Untuk menciptakan garapan yang hidup, Rina pun mengungkapkan kuncinya adalah sebuah konsistensi. “Saya bertahan di kesenian kecak karena hanya inilah yang saya punya, inilah penghidupan dan profesi saya,” ujar I Ketut Rina selaku penampil sekaligus penggagas garapan.
Menurut I Komang Astita, selaku tim pengamat Bali Mandara Nawanatya menuturkan bawasannya kedua garapan ini telah berusaha menampilkan garapan yang total. Hanya saja khusus untuk SMA Negeri 1 Negara perlu meningkatkan performanya dalam segi vokal. Sedangkan untuk kecak Rina sendiri telah maksimal, sebab tak dipungkiri lagi bahwa daerah asal Rina adalah pusatnya tari kecak. “Untuk cerita yang digunakan sah-sah saja, tetapi untuk SMA 1 Negara perlu diperhatikan lagi pemilihan ceritanya, sebab ada sedikit ketidak sesuaian alur didalamnya,” terang Astita. *ind
1
Komentar