Wiratha Sebut Masih Punya Utang untuk Krama Bali
Lolos DPD RI Siapkan Perjuangan Dana VoA
DENPASAR,NusaBali
Begitu ditetapkan dalam DCS (Daftar Calon Sementara) DPD RI Dapil Bali I Nengah Wiratha SE MSi makin semangat menggalang dukungan melalui jaringannya di Provinsi Bali supaya lolos di Pileg 2019 sebagai Wakil Rakyat ke Senayan periode 2019-2023. Wiratha terang-terangan mengatakan dirinya punya utang terhadap masyarakat Bali, yakni memperjuangkan dana VoA (Visa on Arrival) dan devisa dari industri pariwisata sebagai dana bagi hasil (DBH) antara pusat dan daerah.
Hal itu diungkapkan Wiratha di Denpasar, Rabu (5/9) soal langkah perjuangannya ke Senayan yang kini bertarung dengan 22 Calon DPD RI Dapil Bali. Wiratha menyebutkan jualan kampanyenya tidak muluk-muluk dalam kompetisi Pileg 2019.
Setelah sukses memperjuangkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) masuk dalam UU Nomor 1 LKM (Lembaga Keuangan Mikro) di mana salah satunya UU LKM yang mengatur LPD secara lex spesialis, Wiratha kini siap suarakan pendapatan dari pemberlakuan biaya VoA bagi turis asing yang datang ke Bali.
“Dulu ada wacana turis yang datang ke Bali dikenakan biaya Rp 250 ribu per orang. Itu yang pernah saya suarakan di Senayan setelah LPD berhasil masuk UU LKM dan diatur secara khusus. Tetapi nasib perjuangan VoA ini tidak jelas ketika saya tidak duduk lagi di Senayan. Nanti astungkara saya terpilih, ide VoA sebagai pendapatan daerah untuk Provinsi Bali ini saya target bisa terwujud,” ujar Wiratha.
Menurut Wiratha dirinya tidak menyebutkan pada masa jabatan DPD RI 2014-2019 tidak menindaklanjuti ide dan perjuangan yang dicetuskan di era 2009-2014. Karena masing-masing anggota DPD RI Dapil Bali punya ide perjuangan berbeda-beda.
Politisi Partai Hanura asal Kelurahan Kerobokan Kelod, Kabupaten Badung ini menyebutkan dalam UU 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, Bali tidak mendapatkan secara adil dana perimbangan. Karena dalam UU 33 Tahun 2004 itu sektor pariwisata Bali tidak dimasukan sebagai penyumbang devisa seperti provinsi lain yang menghasilkan dana dari tambang, dan minyak bumi atau sumber daya alam.
”Padahal kan disebutkan bagi hasil dana pusat dan daerah itu meliputi hasil tambang, kehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan sektor lainnya. Sektor lainnya ini harusnya pariwisata masuk didalamnya. Cuman ini tidak terkawal ketika saya sudah purna tugas pada 2014 lalu,” ujar Wakil Ketua Bappilu DPD Hanura Propinsi Bali ini.
Menurut Wiratha dengan perjuangkan VoA nanti Bali bisa membangun daerah, dari dana pariwisata memperkuat adat dan budaya berdasarkan Tri Hita Karana. Termasuk ketika pariwisata Bali bisa masuk sebagai sektor pendapatan negara. “Ada triliunan uang bisa masuk untuk Bali kalau dana VoA ini bisa jalan,” ujar mantan Kepala LPD Desa Adat Kerobokan selama dua periode ini. *nat
Hal itu diungkapkan Wiratha di Denpasar, Rabu (5/9) soal langkah perjuangannya ke Senayan yang kini bertarung dengan 22 Calon DPD RI Dapil Bali. Wiratha menyebutkan jualan kampanyenya tidak muluk-muluk dalam kompetisi Pileg 2019.
Setelah sukses memperjuangkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) masuk dalam UU Nomor 1 LKM (Lembaga Keuangan Mikro) di mana salah satunya UU LKM yang mengatur LPD secara lex spesialis, Wiratha kini siap suarakan pendapatan dari pemberlakuan biaya VoA bagi turis asing yang datang ke Bali.
“Dulu ada wacana turis yang datang ke Bali dikenakan biaya Rp 250 ribu per orang. Itu yang pernah saya suarakan di Senayan setelah LPD berhasil masuk UU LKM dan diatur secara khusus. Tetapi nasib perjuangan VoA ini tidak jelas ketika saya tidak duduk lagi di Senayan. Nanti astungkara saya terpilih, ide VoA sebagai pendapatan daerah untuk Provinsi Bali ini saya target bisa terwujud,” ujar Wiratha.
Menurut Wiratha dirinya tidak menyebutkan pada masa jabatan DPD RI 2014-2019 tidak menindaklanjuti ide dan perjuangan yang dicetuskan di era 2009-2014. Karena masing-masing anggota DPD RI Dapil Bali punya ide perjuangan berbeda-beda.
Politisi Partai Hanura asal Kelurahan Kerobokan Kelod, Kabupaten Badung ini menyebutkan dalam UU 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, Bali tidak mendapatkan secara adil dana perimbangan. Karena dalam UU 33 Tahun 2004 itu sektor pariwisata Bali tidak dimasukan sebagai penyumbang devisa seperti provinsi lain yang menghasilkan dana dari tambang, dan minyak bumi atau sumber daya alam.
”Padahal kan disebutkan bagi hasil dana pusat dan daerah itu meliputi hasil tambang, kehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan sektor lainnya. Sektor lainnya ini harusnya pariwisata masuk didalamnya. Cuman ini tidak terkawal ketika saya sudah purna tugas pada 2014 lalu,” ujar Wakil Ketua Bappilu DPD Hanura Propinsi Bali ini.
Menurut Wiratha dengan perjuangkan VoA nanti Bali bisa membangun daerah, dari dana pariwisata memperkuat adat dan budaya berdasarkan Tri Hita Karana. Termasuk ketika pariwisata Bali bisa masuk sebagai sektor pendapatan negara. “Ada triliunan uang bisa masuk untuk Bali kalau dana VoA ini bisa jalan,” ujar mantan Kepala LPD Desa Adat Kerobokan selama dua periode ini. *nat
Komentar