Puluhan Titik Jalur Hijau Mubazir
Pemkab Buleleng pernah menetapkan 61 titik jalur hijau di sepanjang wilayah Buleleng. Namun dari jumlah itu, 56 titik sudah tidak sesuai dengan kondisi perkembangan yang ada.
Hasil Kajian UNHI
SINGARAJA, NusaBali
Sebagian besar dari titik jalur hijau tersebut, telah menjadi pemukiman padat. Hal itu diungkapkan tim pengkaji jalur hijau wilayah Buleleng, Yudi Arimbawa, Program Pendidikan (Prodi) Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Hindu Indonesia (UNHI), saat pemaparan hasil kajian jalur hijau di hadapan Pansus Jalur Hijau DPRD Buleleng, Kamis (13/9).
Tim pengkaji ini ditunjuk sebagai konsultan oleh Dinas Perumahan, Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Kabupaten Buleleng. Yudi Arimbawa mengungkapkan, berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 1998, Pemkab Buleleng menetapkan 61 titik sebagai kawasan jalur hijau, dengan luas lahan sebanyak 18.192.415,87 meter persegi.
Dari 61 titik tersebut, setelah dilakukan kajian, diketahui hanya ada 5 titik yang masih sesuai dengan fungsinya sebagai jalur hijau. “Kajian akademis kita, ada enam poin untuk bisa dikatakan jalur hijau itu sesuai dengan fungsinya. Dari kajian itu, hanya 5 titik yang sesuai dengan fungsinya. Sisanya itu berada di pemukiman padat,” ungkapnya.
Disebutkan, 5 titik jalur hijau itu seluruhnya berada di Kecamatan Sukasada, yang berfungsi sebagai kawasan lindung. 5 titik itu masih dapat berfungsi sebagai jalur hijau, sesuai kreteria yang menjadi acuan dalam pengkajian tersebut. Kriteria itu di antaranya disebutkan, jalur hijau sebagai perlindungan terhadap banyak longsor, erosi dan banjir, kemudian perlindungan terhadap lahan-lahan kritis, dan perlindungan terhadap lahan pertanian berkelanjutan dan kawasan suci, mata air, danau dan daerah aliran sungai (DAS). “Tetapi jalur hijau yang ditetapkan itu, di luar 5 titik, kebanyak berada di pemukiman, jadi tidak sesuai lagi dengan fungsinya,” jelasnya Yudi Arimbawa.
Sementara Kabid Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkimta Kabupaten Buleleng, Gede Melandrat menjelaskan, pelibatan tim konsultan tersebut berawal dari pernyataan Bupati dalam sidang paripurna. Kala itu, Bupati mengatakan, agar Perda Jalur Hijau dikaji, karena banyak yang sudah tidak sesuai dengan perkembangannya. “Berdasarkan pernyataan pak Bupati itu, kami di Perkimta kemudian melibatkan tim konsultan untuk mengkaji seperti apa Perda Jalur hijau, dan kondisi dari jalur hijau yang pernah ditetapkan. Sekarang hasilnya sudah kami sampaikan ke bagian hukum untuk ditindaklanjut. Sehingga muncul Perda pencabutan jalur hijau,” terangnya.
Sementara Ketua Pansus Jalur Hijau, Mangku Made Ariawan menyatakan, pihaknya belum bisa mengambil keputusan, apakah perda jalur hijau akan dicabut atau tidak. Karena poin utama dalam pembahasan itu menyangkut dasar hukum yang menjadi acuan dari Perda Jalur Hijau. Karena banyak dasar hukumnya sudah tidak berlaku lagi. “Karena ini menyangkut dasar hukum, semestinya dalam rapat tadi dihadiri oleh Bagian Hukum, tetapi karena tidak hadir, kami tidak bisa mengorek lebih dalam terkait dasar hukum dalam Perda Jalur Hijau tersebutk,” jelas politisi Partai Demokrat asal Desa Panji, Kecamatan Sukasada ini. *k19
Komentar