Ratusan Pengungsi Terinfeksi Malaria
Pengungsi gempa di Pulau Lombok mendapatkan bencana baru. Mereka terserang wabah malaria.
MATARAM, NusaBali
Tercatat, sudah ada 137 pengungsi yang dinyatakan positif terinfeksi malaria. Kondisi ini membuat pemerintah Lombok Barat mengumumkan keadaan darurat kesehatan. Pasalnya, kasus malaria yang terjadi tahun ini dua kali lebih banyak jika dibandingkan 2017 lalu. Saat ditemui awak media, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Moeloek, mengatakan bahwa para pengungsi korban gempa di Lombok sempat dibuat ketakutan dengan wabah penyakit malaria yang menimpa mereka.
“Sampai saat ini, Insya Allah tidak ada kejadian yang luar biasa kecuali kemarin ribut kena malaria. Malaria memang di sana daerahnya epidemik,” ujar Nila di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (16/9).
Menurut dia, karena para pengungsi tidur di luar ruangan atau di tenda-tenda sehingga menyebabkan nyamuk malaria lebih mudah menggigit dan membuat para pengungsi menderita penyakit malaria. “Mereka (para pengungsi) kan tidur di luar juga, sehingga lebih mudah mendapat gigitan nyamuk (yang menyebabkan penyakit malaria),” ujarnya.
Tidak hanya karena faktor tidur di luar ruangan saja, banyaknya genangan air di area pengungsian juga membuat nyamuk malaria menjadi mudah berkembang dan gampang menggigit para pengungsi hingga menyebabkan penyakit malaria.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menyatakan sudah mengambil langkah pencegahan penyebaran malaria dengan mengambil sampel darah dan mendistribusikan jaring nyamuk.
Selain itu, pihaknya juga gencar melakukan pengasapan atau fogging.
Tapi, upaya tersebut juga mengalami kendala. Untuk jaring nyamuk, kendala terdapat pada jumlah. Ia mengatakan saat ini petugas di lapangan hanya memiliki 3.000 jaring nyamuk.
Padahal total kebutuhan jaring mencapai 10 ribu. Paramedis Farlin mengatakan masalah tersebut harus membuat petugas selektif dalam membagikan jaring nyamuk. "Memang idealnya kami harus memberikan kelambu kepada semua orang," katanya seperti dikutip cnnindonesia dari AFP, Minggu (16/9).
Gempa berkekuatan 6,9 Skala Richter bulan lalu mengguncang kawasan Lombok dan sekitarnya. Tercatat, sekitar 560 orang meninggal akibat gempa tersebut. Selain menimbulkan korban jiwa, gempa juga telah menimbulkan kerugian materiil. Berdasarkan perhitungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian akibat gempa Lombok mencapai Rp12,15 triliun. Kerugian tersebut berasal dari kerusakan bangunan Rp10,15 triliun dan ekonomi sebesar Rp 2 triliun. *
Tercatat, sudah ada 137 pengungsi yang dinyatakan positif terinfeksi malaria. Kondisi ini membuat pemerintah Lombok Barat mengumumkan keadaan darurat kesehatan. Pasalnya, kasus malaria yang terjadi tahun ini dua kali lebih banyak jika dibandingkan 2017 lalu. Saat ditemui awak media, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Moeloek, mengatakan bahwa para pengungsi korban gempa di Lombok sempat dibuat ketakutan dengan wabah penyakit malaria yang menimpa mereka.
“Sampai saat ini, Insya Allah tidak ada kejadian yang luar biasa kecuali kemarin ribut kena malaria. Malaria memang di sana daerahnya epidemik,” ujar Nila di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (16/9).
Menurut dia, karena para pengungsi tidur di luar ruangan atau di tenda-tenda sehingga menyebabkan nyamuk malaria lebih mudah menggigit dan membuat para pengungsi menderita penyakit malaria. “Mereka (para pengungsi) kan tidur di luar juga, sehingga lebih mudah mendapat gigitan nyamuk (yang menyebabkan penyakit malaria),” ujarnya.
Tidak hanya karena faktor tidur di luar ruangan saja, banyaknya genangan air di area pengungsian juga membuat nyamuk malaria menjadi mudah berkembang dan gampang menggigit para pengungsi hingga menyebabkan penyakit malaria.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menyatakan sudah mengambil langkah pencegahan penyebaran malaria dengan mengambil sampel darah dan mendistribusikan jaring nyamuk.
Selain itu, pihaknya juga gencar melakukan pengasapan atau fogging.
Tapi, upaya tersebut juga mengalami kendala. Untuk jaring nyamuk, kendala terdapat pada jumlah. Ia mengatakan saat ini petugas di lapangan hanya memiliki 3.000 jaring nyamuk.
Padahal total kebutuhan jaring mencapai 10 ribu. Paramedis Farlin mengatakan masalah tersebut harus membuat petugas selektif dalam membagikan jaring nyamuk. "Memang idealnya kami harus memberikan kelambu kepada semua orang," katanya seperti dikutip cnnindonesia dari AFP, Minggu (16/9).
Gempa berkekuatan 6,9 Skala Richter bulan lalu mengguncang kawasan Lombok dan sekitarnya. Tercatat, sekitar 560 orang meninggal akibat gempa tersebut. Selain menimbulkan korban jiwa, gempa juga telah menimbulkan kerugian materiil. Berdasarkan perhitungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian akibat gempa Lombok mencapai Rp12,15 triliun. Kerugian tersebut berasal dari kerusakan bangunan Rp10,15 triliun dan ekonomi sebesar Rp 2 triliun. *
1
Komentar