Pro Kontra Pencabutan Perda Jalur Hijau
Pencabutan Perda Jalur Hijau masih timbulkan pro kontra. Lembaga DPRD Buleleng, belum bisa menerima pencabutan tersebut, sebelum ada regulasi sebagai penggantinya.
SINGARAJA, NusaBali
Dewan khawatir, pencabutan tanpa dibarengi dengan regulasi penggantinya, berpotensi dimanfaatkan untuk alih fungsi lahan pertanian. Kekhawatiran lembaga dewan terungkap dalam rapat Pansus dengan Gabungan Komisi terkait dengan pencabutan Perda Jalur Hijau, Senin (17/9) di Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Rapat tersebut dipimpin Ketua Dewan, Gede Supriatna.
Dalam rapat, Wakil Ketua DPRD Buleleng, Ketut Susila Umbara mengatakan, lembaga dewan masih menghawatirkan dampak yang timbul bila perda itu dicabut. Apalagi regulasi sebagai panggantinya belum ada. Sehingga kekosongan ketentuan hukum itu, bisa dimanfaatkan untuk alih fungsi lahan pertanian. “Khawatirnya akan terjadi alih fungsi yang kebablasan. Sementara undang-undang mewajibkan 30 persen dari luas wilayah, jadi jalur hijau,” kata politisi Partai Golkar asal Desa Panji, Kecamatan Sukasada ini.
Susila mengakui, jika konsideran yang dijadikan dasar pertimbangan dalam Perda Jalur Hijau, sudah tak relevan lagi. Sebab sudah banyak dasar hukum yang mengalami pembaruan. Namun hal itu dianggap tak bisa dijadikan dasar untuk mencabut perda. Disebutkan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara tegas mengatur, pergantian aturan jangan sampai menimbulkan kekosongan hukum. “Lebih baik diganti saja, bukan dicabut. Kalau dicabut, justru pembangunan di jalur hijau makin tidak terkendali. Makin kebablasan,” tegasnya.
Ia menyarankan pemerintah sebaiknya fokus menyusun Ranperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sebab, sejak Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disahkan pada tahun 2013 lalu, Pemkab Buleleng tak kunjung memiliki Perda RDTR. Menurutnya Ranperda RDTR bisa mengatur secara rinci zonasi sebuah wilayah. “Di dalam RDTR itu sudah bisa diatur dimana zona perumahan, yang mana untuk industri, disini untuk kesucian pura, jalur hijau juga diatur di dalamnya. Lebih bagus RDTR dulu selesaikan. Baru disana dinyatakan dengan sendirinya Perda Jalur Hijau itu tidak berlaku,” tegasnya.
Sementara, Kabag Hukum Setkab Buleleng, Bagus Gede Barata menegaskan, meski Perda Jalur Hijau dicabut, pemerintah tetap akan melindungi lahan-lahan pertanian, sehingga tidak perlu dikhawatirkan pencabutan perda itu berdampak akan terjadinya alih fungsi lahan. “Walaupun Perda Jalur Hijau dicabut, tentu Pemerintah tidak sembarangan mengeluarkan izin. Pemerintah tetap berpegang pada aturan-aturan yang ada yang berkaitan dengan pengamanan lahan-lahan hijau dan lahan pertanian,” katanya.
Dikatakan, banyak regulasi yang menjadi rujukan dalam pengamanan lahan pertanian dari alih fungsi. Rujukan itu mulai dari UU Nomor; 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, kemudian diturunkan menjadi Perda Provinsi Bali Nomor; 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi, kemudian ada juga Perda Kabupaten Nomor; 9 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten. Diluar itu ada juga Perda Provinsi tentang arahan peraturan zonasi. “Itulah yang menjadi dasar hukum kita nanti dalam pengamanan lahan pertanian dan kawasan lainnya, dari alih fungsi. Sehingga pencabutan Perda Jalur Hijau tidak akan berdampak adanya alih fungsi lahan pertanian,” jelas Bagus Barata. *K19
Dewan khawatir, pencabutan tanpa dibarengi dengan regulasi penggantinya, berpotensi dimanfaatkan untuk alih fungsi lahan pertanian. Kekhawatiran lembaga dewan terungkap dalam rapat Pansus dengan Gabungan Komisi terkait dengan pencabutan Perda Jalur Hijau, Senin (17/9) di Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Rapat tersebut dipimpin Ketua Dewan, Gede Supriatna.
Dalam rapat, Wakil Ketua DPRD Buleleng, Ketut Susila Umbara mengatakan, lembaga dewan masih menghawatirkan dampak yang timbul bila perda itu dicabut. Apalagi regulasi sebagai panggantinya belum ada. Sehingga kekosongan ketentuan hukum itu, bisa dimanfaatkan untuk alih fungsi lahan pertanian. “Khawatirnya akan terjadi alih fungsi yang kebablasan. Sementara undang-undang mewajibkan 30 persen dari luas wilayah, jadi jalur hijau,” kata politisi Partai Golkar asal Desa Panji, Kecamatan Sukasada ini.
Susila mengakui, jika konsideran yang dijadikan dasar pertimbangan dalam Perda Jalur Hijau, sudah tak relevan lagi. Sebab sudah banyak dasar hukum yang mengalami pembaruan. Namun hal itu dianggap tak bisa dijadikan dasar untuk mencabut perda. Disebutkan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara tegas mengatur, pergantian aturan jangan sampai menimbulkan kekosongan hukum. “Lebih baik diganti saja, bukan dicabut. Kalau dicabut, justru pembangunan di jalur hijau makin tidak terkendali. Makin kebablasan,” tegasnya.
Ia menyarankan pemerintah sebaiknya fokus menyusun Ranperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sebab, sejak Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disahkan pada tahun 2013 lalu, Pemkab Buleleng tak kunjung memiliki Perda RDTR. Menurutnya Ranperda RDTR bisa mengatur secara rinci zonasi sebuah wilayah. “Di dalam RDTR itu sudah bisa diatur dimana zona perumahan, yang mana untuk industri, disini untuk kesucian pura, jalur hijau juga diatur di dalamnya. Lebih bagus RDTR dulu selesaikan. Baru disana dinyatakan dengan sendirinya Perda Jalur Hijau itu tidak berlaku,” tegasnya.
Sementara, Kabag Hukum Setkab Buleleng, Bagus Gede Barata menegaskan, meski Perda Jalur Hijau dicabut, pemerintah tetap akan melindungi lahan-lahan pertanian, sehingga tidak perlu dikhawatirkan pencabutan perda itu berdampak akan terjadinya alih fungsi lahan. “Walaupun Perda Jalur Hijau dicabut, tentu Pemerintah tidak sembarangan mengeluarkan izin. Pemerintah tetap berpegang pada aturan-aturan yang ada yang berkaitan dengan pengamanan lahan-lahan hijau dan lahan pertanian,” katanya.
Dikatakan, banyak regulasi yang menjadi rujukan dalam pengamanan lahan pertanian dari alih fungsi. Rujukan itu mulai dari UU Nomor; 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, kemudian diturunkan menjadi Perda Provinsi Bali Nomor; 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi, kemudian ada juga Perda Kabupaten Nomor; 9 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten. Diluar itu ada juga Perda Provinsi tentang arahan peraturan zonasi. “Itulah yang menjadi dasar hukum kita nanti dalam pengamanan lahan pertanian dan kawasan lainnya, dari alih fungsi. Sehingga pencabutan Perda Jalur Hijau tidak akan berdampak adanya alih fungsi lahan pertanian,” jelas Bagus Barata. *K19
Komentar