Tiga Fraksi Belum Ikhlas Perda Jalur Hijau Dicabut
Tiga dari enam fraksi di DPRD Buleleng meminta, agar pencabutan Perda Jalur Hijau ditunda hingga ada kajian lebih mendalam.
SINGARAJA,NusaBali
Padahal, dalam rapat gabungan komisi, Selasa (18/9), sebanyak 4 komisi yang ada di lembaga Dewan, sepakat Perda tersebut dicabut. Tiga fraksi yang belum iklas Perda Jalur Hijau dicabut, adalah Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat dan Fraksi NasDem. Sedangkan Fraksi PDIP, Hanura, dan Gerindra dapat menerima pencabutan Perda tersebut.
Sikap Fraksi Golkar, Demokrat Demokrat itu disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Buleleng, Rabu (19/9) pagi di Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua Dewan, Gede Supriatna dihadiri langsung oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana.
Fraksi Golkar melalui juru bicaranya, Putu Tirta Adnyana mengaku khawatir pencabutan Perda Jalur Hijau berdampak terhadap berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kabupaten Buleleng. Sehingga Fraksi Golkar minta agar pencabutan ditunda, hingga ada kajian yang lebih mendalam, dan dikonsultasikan ke Kementerian terkait.
“Apabila dicabut, maka akan terjadi kekosongan hukum dan tidak memberikan kepastian hukum terhadap lahan produktif yang harusnya kita lindungi, sebagaimana menjadi sorotan disetiap pembahasan,” katanya.
Senada, Fraksi Demokrat melalui juru bicaranya Kadek Sumardika meminta agar waktu pembahasan ranperda tersebut diperpanjang, sampai mendapat penjelasan dari eksekutif. Di samping itu, Demokrat juga ingin pencabutan itu dikonsultasikan ke Kementerian terkait. “Sebelum penetapan jalur hijau, maka ranperda tentang rencana detail tata ruang (RDTR) harus diagendakan terlebih dahulu,” katanya.
Hal senada disampaikan Fraksi NasDem. Juru bicara Made Putri Nareni mengatakan, NasDem memandang perlu dilakukan konsultasi ke Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Pusat untuk memperoleh payung hukum.“Dalam masa tenggang, kami Fraksi Partai Nasdem berharap ada Peraturan yang dapat mengendalikan pembangunan sarana prasarana perekonomian dalam arti luas,” katanya .
Dalam pemandangan umum tersebut, Fraksi Golkar memang paling jelas meminta agar Pencabutan Perda Jalur Hijau itu ditunda. Usai paripurna, Ketua Fraksi Golkar Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, secara prinsip Fraksi Golkar dalam pembahasan memang meminta sedikit menunda, yang mana muaranya agar eksekutif segera merancang RDTR. Dijelaskan, berdasarkan hasil rapat di Fraksi sepakat manakala jalur hijau dicabut, payung hukum lain yang mengatur keberlangsungan jalur hijau harus sudah siap. Sementara saat ini aturan hukum yang lain belum siap. “Kami ingin ada komitmen agar RDTR segera disampaikan kepada kita. Kalau itu sudah selesai, jalur hijau niscaya kita tindak lanjuti, artinya akan kita sepakati. Paling tidak sinyalnya sudah masuk kapan RDTR itu akan dibahas,” terangnya.
Sementara Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menyatakan, pencabutan Perda Jalur Hijau itu karena nomenklatur yang ada sekarang sudah berubah menjadi RTH. Sehingga regulasi yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pembuatan Perda Jalur Hijau sudah tidak berlaku lagi. “Yang diatur sekarang adalah RTH, nomekalatur jalur hijau itu sudah tidak ada. Bagaimana kita menyusn RDTR, kalau masih bertentangan dengan Perda Jalur Hijau. Makanya, perda ini dulu dicabut, baru kita bisa susun RDTR yang mengatur tentang RTH dan banyak hal,” jelasnya. *k19
Sikap Fraksi Golkar, Demokrat Demokrat itu disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Buleleng, Rabu (19/9) pagi di Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua Dewan, Gede Supriatna dihadiri langsung oleh Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana.
Fraksi Golkar melalui juru bicaranya, Putu Tirta Adnyana mengaku khawatir pencabutan Perda Jalur Hijau berdampak terhadap berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kabupaten Buleleng. Sehingga Fraksi Golkar minta agar pencabutan ditunda, hingga ada kajian yang lebih mendalam, dan dikonsultasikan ke Kementerian terkait.
“Apabila dicabut, maka akan terjadi kekosongan hukum dan tidak memberikan kepastian hukum terhadap lahan produktif yang harusnya kita lindungi, sebagaimana menjadi sorotan disetiap pembahasan,” katanya.
Senada, Fraksi Demokrat melalui juru bicaranya Kadek Sumardika meminta agar waktu pembahasan ranperda tersebut diperpanjang, sampai mendapat penjelasan dari eksekutif. Di samping itu, Demokrat juga ingin pencabutan itu dikonsultasikan ke Kementerian terkait. “Sebelum penetapan jalur hijau, maka ranperda tentang rencana detail tata ruang (RDTR) harus diagendakan terlebih dahulu,” katanya.
Hal senada disampaikan Fraksi NasDem. Juru bicara Made Putri Nareni mengatakan, NasDem memandang perlu dilakukan konsultasi ke Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Pusat untuk memperoleh payung hukum.“Dalam masa tenggang, kami Fraksi Partai Nasdem berharap ada Peraturan yang dapat mengendalikan pembangunan sarana prasarana perekonomian dalam arti luas,” katanya .
Dalam pemandangan umum tersebut, Fraksi Golkar memang paling jelas meminta agar Pencabutan Perda Jalur Hijau itu ditunda. Usai paripurna, Ketua Fraksi Golkar Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, secara prinsip Fraksi Golkar dalam pembahasan memang meminta sedikit menunda, yang mana muaranya agar eksekutif segera merancang RDTR. Dijelaskan, berdasarkan hasil rapat di Fraksi sepakat manakala jalur hijau dicabut, payung hukum lain yang mengatur keberlangsungan jalur hijau harus sudah siap. Sementara saat ini aturan hukum yang lain belum siap. “Kami ingin ada komitmen agar RDTR segera disampaikan kepada kita. Kalau itu sudah selesai, jalur hijau niscaya kita tindak lanjuti, artinya akan kita sepakati. Paling tidak sinyalnya sudah masuk kapan RDTR itu akan dibahas,” terangnya.
Sementara Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menyatakan, pencabutan Perda Jalur Hijau itu karena nomenklatur yang ada sekarang sudah berubah menjadi RTH. Sehingga regulasi yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pembuatan Perda Jalur Hijau sudah tidak berlaku lagi. “Yang diatur sekarang adalah RTH, nomekalatur jalur hijau itu sudah tidak ada. Bagaimana kita menyusn RDTR, kalau masih bertentangan dengan Perda Jalur Hijau. Makanya, perda ini dulu dicabut, baru kita bisa susun RDTR yang mengatur tentang RTH dan banyak hal,” jelasnya. *k19
Komentar