Mendikbud Klaim Pengaduan UN Turun
Untuk UNBK, pengaduan yang mendominasi adalah mengenai infrastruktur, sumber daya manusia, prosedur operasional standar, dan aplikasi.
FSGI: Masalah Tetap Banyak dan Memprihatinkan
JAKARTA, NusaBali
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengklaim laporan pengaduan ujian nasional (UN) pada tahun ini jauh berkurang dibandingkan tahun sebelumnya.
"Pengaduan masalah UN SMA/SMK pada tahun ini jauh berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada 2015, jumlah pengaduan yang masuk 365, sementara pada tahun ini hanya 187. Jadi pada tahun ini pengaduan masalah UN turun drastis," ujar Anies dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/4) lalu.
Pengaduan UN tersebut terbagi dua, yakni Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) sebanyak 54 pengaduan dan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) sebanyak 133 pengaduan.
Untuk UNKP pengaduan terbanyak mengenai isu kecurangan dan bocoran kunci jawaban. Sementara, pengaduan lainnya adalah mengenai perubahan jadwal UN, variasi paket soal UN, kekurangan naskah soal, pungutan UN, hingga tertukar soal UN. Sementara untuk UNBK, pengaduan yang mendominasi adalah mengenai infrastruktur, sumber daya manusia, prosedur operasional standar, dan aplikasi.
Laporan yang dihimpun tersebut, berasal dari posko UN terdiri dari lima satuan kerja, yakni Biro komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM), Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Inspektorat Jenderal Kemdikbud (Itjen), Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud (SetBalitbang), Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik).
Jumlah laporan pada 2013 berjumlah 622 pengaduan dan pada 2014 berjumlah 587 pengaduan. "Ini menunjukan adanya penurunan yang luar biasa terhadap permasalahan UN," terang dia. Terpisah Sekjen FSGI, Retno Listyarti mengatakan walau jumlah pengaduan menurun, namun masalah tetap banyak dan memprihatinkan. "Menurun jumlah laporan, tetapi kalau masalah tetap banyak dan memperihatinkan, terutama terkait kebocoran kunci dan soal," ujarnya, Sabtu (9/4).
Terhadap kecurangan dan beredarnya kunci jawaban dan soal, kata Retno, membuat hasil UN tak valid untuk mengukur parameter apa pun. Dia mengungkapkan, indeks integritas yang digadang-gadang mampu menilai tingkat kejujuran suatu sekolah bahkan tak valid lantaran berbagai temuan kecurangan tersebut.
"UN seharusnya tidak digunakan untuk parameter lain, selain sebagai pemetaan. Walau UN tidak lagi jadi penentu kelulusan, tetapi masih dijadikan penentu masuk jenjang pendidikan tinggi. Maka potensi kecurangan akan terus terjadi," ujarnya. UN sebagai pemetaan, ucap dia, merupakan perintah UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan diberlakukan hanya sebagai pemetaan, kasus kecurangan otomatis hilang. Sekolah tidak lagi berlomba-lomba meraih nilai tertinggi UN bagi para siswanya.
"Pemetaan itu bukan untuk prestise, tetapi untuk melakukan intervensi peningkatan kualitas pendidikan dan memberikan bantuan kepada sekolah. Misalnya, hasil UN bahasa Inggris jelek, ternyata setelah di survei sekolah tersebut tak punya laboratorium bahasa. maka negara membangunkan laboratorium. Kemudian tiga tahun lagi dievaluasi hasil UN-nya, ada peningkatan tidak," paparnya. 7 ant
Komentar