Ajak Masyarakat Lestarikan Joged
SMP PGRI 2 Denpasar dan SMP PGRI 3 Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar pada Jumat, 21 September 2018 kembali disemarakkan oleh garapan dari SMP PGRI 3 Denpasar dan SMP PGRI 2 Denpasar. Keduanya mengangkat tarian joged di atas panggung.
Permasalahan dalam Tari Joged Bumbung tak hanya sebatas pada berkembangnya aliran joged tak wajar yang dikenal oleh masyarakat sebagai joged jaruh atau joged porno. Namun, kesadaran masyarakat untuk memerangi joged jaruh juga perlu menjadi sorot perhatian.
“Joged itu bukan sekadar tari pergaulan yang hanya diakui Bali bahkan UNESCO mengakui, generasi muda jangan menjauhi joged karena itu milik kita,” tutur Eva Anggreni selaku pembimbing garapan bertajuk Eling dari SMP PGRI 3 Denpasar.
Joged jaruh yang mencemari joged bumbung, menurut Eva, jangan dijadikan alasan bahwa semua tari joged itu porno. Sebagai seorang guru seni budaya, Eva paham betul bahwa Tari Joged sejatinya adalah tari pergaulan yang amat fleksibel dan klasik, sehingga pemahaman masyarakat akan joged bumbung dengan pakem-pakem yang asli perlu diingatkan, khususnya generasi muda yang akan meneruskan kelestarian budaya Bali.
Melalui garapan teatrikal bertajuk Eling, SMP PGRI 3 Denpasar berusaha mengingatkan bahwa joged sebagai tari peragulan memiliki pakem-pakem tradisi khas yang patut dijaga. “Kebanyakan orang tua merasa resah kalau anaknya nonton joged, keresahan itu justru membuat anak muda semakin enggan untuk menonton joged,” keluh Eva.
Melihat permasalahan itu, sebagai pembimbing Eva pun berusaha memberi pemahaman kepada siswa-siswinya bahwa kesenian joged bukanlah untuk dijauhi, melainkan kini kesenian joged tengah merindukan sosok pelestari. SMP PGRI 3 Denpasar yang dipimpin oleh I Made Suada ini pun tak hanya mempersembahkan garapan teatrikal, tari penyambutan khas SMP PGRI 3 Denpasar ‘Tari Aswelalita’ pun menjadi pembuka yang manis dan ramah. Garapan ini pun setidaknya melibatkan 70 orang siswa-siswi dari 7 ekstrakurikuler.
Sementara itu, SMP PGRI 2 Denpasar yang mengangkat tema senada, turut mengimbau bahwa keberadaan joged klasik perlu dilestarikan. “Bagaimana mengantisipasi joged porno, melawan joged porno dengan joged klasik itulah yang ingin kami sampaikan,” jelas Made Yudana selaku guru pengawas garapan SMP PGRI 2 Denpasar.
Sekolah yang dipimpin oleh I Gede Wenten Aryasuda ini hanya menyiapkan 45 orang siswa dalam gelar Bali Mandara Nawanatya III dengan waktu persiapan hanya sebulan. Namun, Yudana pun mengungkapkan sumbangsih dana dari pemerintah untuk sekolah-sekolah perlu ditingkatkan guna menunjang garapan berkesenian para seniman muda. *ind
Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar pada Jumat, 21 September 2018 kembali disemarakkan oleh garapan dari SMP PGRI 3 Denpasar dan SMP PGRI 2 Denpasar. Keduanya mengangkat tarian joged di atas panggung.
Permasalahan dalam Tari Joged Bumbung tak hanya sebatas pada berkembangnya aliran joged tak wajar yang dikenal oleh masyarakat sebagai joged jaruh atau joged porno. Namun, kesadaran masyarakat untuk memerangi joged jaruh juga perlu menjadi sorot perhatian.
“Joged itu bukan sekadar tari pergaulan yang hanya diakui Bali bahkan UNESCO mengakui, generasi muda jangan menjauhi joged karena itu milik kita,” tutur Eva Anggreni selaku pembimbing garapan bertajuk Eling dari SMP PGRI 3 Denpasar.
Joged jaruh yang mencemari joged bumbung, menurut Eva, jangan dijadikan alasan bahwa semua tari joged itu porno. Sebagai seorang guru seni budaya, Eva paham betul bahwa Tari Joged sejatinya adalah tari pergaulan yang amat fleksibel dan klasik, sehingga pemahaman masyarakat akan joged bumbung dengan pakem-pakem yang asli perlu diingatkan, khususnya generasi muda yang akan meneruskan kelestarian budaya Bali.
Melalui garapan teatrikal bertajuk Eling, SMP PGRI 3 Denpasar berusaha mengingatkan bahwa joged sebagai tari peragulan memiliki pakem-pakem tradisi khas yang patut dijaga. “Kebanyakan orang tua merasa resah kalau anaknya nonton joged, keresahan itu justru membuat anak muda semakin enggan untuk menonton joged,” keluh Eva.
Melihat permasalahan itu, sebagai pembimbing Eva pun berusaha memberi pemahaman kepada siswa-siswinya bahwa kesenian joged bukanlah untuk dijauhi, melainkan kini kesenian joged tengah merindukan sosok pelestari. SMP PGRI 3 Denpasar yang dipimpin oleh I Made Suada ini pun tak hanya mempersembahkan garapan teatrikal, tari penyambutan khas SMP PGRI 3 Denpasar ‘Tari Aswelalita’ pun menjadi pembuka yang manis dan ramah. Garapan ini pun setidaknya melibatkan 70 orang siswa-siswi dari 7 ekstrakurikuler.
Sementara itu, SMP PGRI 2 Denpasar yang mengangkat tema senada, turut mengimbau bahwa keberadaan joged klasik perlu dilestarikan. “Bagaimana mengantisipasi joged porno, melawan joged porno dengan joged klasik itulah yang ingin kami sampaikan,” jelas Made Yudana selaku guru pengawas garapan SMP PGRI 2 Denpasar.
Sekolah yang dipimpin oleh I Gede Wenten Aryasuda ini hanya menyiapkan 45 orang siswa dalam gelar Bali Mandara Nawanatya III dengan waktu persiapan hanya sebulan. Namun, Yudana pun mengungkapkan sumbangsih dana dari pemerintah untuk sekolah-sekolah perlu ditingkatkan guna menunjang garapan berkesenian para seniman muda. *ind
1
Komentar