Siksa dan Sekap Anak-anak yang Cari Sumbangan
Polisi Bongkar Yayasan Bodong
TANGERANG SELATAN, NusaBali
Polres Tangerang Selatan membongkar Yayasan Khusnul Khotimah Indonesia, yayasan amal yang diduga bodong di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan mengatakan, yayasan tersebut diduga menyalahgunakan uang sumbangan masyarakat. "Setelah diinterogasi penyidik, uang tersebut sampai saat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus," kata Ferdy, di Mapolres Tangsel, Senin (24/9) seperti dilansir kompas.
Dua dari tiga pengurus yang ditangkap, Dedi (25) dan Abdul Rojak (33), mengaku mendirikan yayasan sejak dua tahun lalu. Mereka bermarkas di sebuah indekos di Jalan Tentara Pelajar RT 003 RW 001 Parigi Baru, Pondok Aren. Tidak ada plang atau tanda keberadaan yayasan. Polisi menduga yayasan yang didirikan Abdul Rojak ilegal karena ia tidak bisa menunjukkan surat-surat pendirian. "Kami masih pastikan legalitasnya ke Kemenkumham," ujar Ferdy.
Adapun pengungkapan yayasan yang diduga bodong ini bermula pada 1 September 2018. Saat itu, tersangka atas nama Dedi yang menjadi pengurus yayasan mendapati dua korban yakni SA (16) dan GP (16) tengah membawa amplop sumbangan yayasan di kawasan toserba di Panglima Polim, Jakarta Selatan. Ketika itu, Dedi tengah menurunkan anak-anak pencari sumbangan lainnya.
Pengurus yayasan marah karena kedua anak itu sudah tiga bulan tidak melapor dan bekerja lagi untuk yayasan. Setiba di kantor yayasan, korban GP dan SA disiksa Dedi dan Abdul Rojak, selaku pemilik yayasan.
Hingga pada 5 September 2018, orangtua GP mendapat informasi anaknya ditahan di yayasan itu. Orangtua GP mencoba membawa pulang anaknya, tetapi diminta memberikan tebusan Rp 18 juta. Tebusan itu untuk menanggung kerugian yang diakui pengurus yayasan karena tidak disetorkan ke dirinya. Orangtua GP akhirnya melapor ke Polres Tangsel.
Ketika digerebek, polisi menemukan satu orang lagi yang menjadi korban penyiksaan yakni Dona Ardiana (21). Dona disiksa karena dituduh memberikan amplop yayasan kepada SA dan GP yang sudah tidak bekerja untuk yayasan lagi.
Berdasarkan pemeriksaan, selama ini pengurus yayasan mengeksploitasi anak-anak untuk memungut sumbangan. "Menurut pengakuan korban, hasil mereka jalan sehari itu sedikitnya Rp 300.000 yang disetorkan ke yayasan. Anak dapat 30 persen, pengurus yayasan dapat 70 persen," ujar Ferdy.
Ferdy Irawan menyampaikan, korban atas nama SI (16), GP (16), dan Dona Ardiana (21), disiksa selama ditahan pengurus yayasan tersebut. "Tindakan yang dilakukan tersangka antara lain pemukulan, kemudian melakban mata dan mulut tiga orang korban. Kemudian rambutnya dibotak paksa dengan gunting," kata Ferdy.
Ketiga korban juga disiram air teh, diludahi, dan dipaksa menjilat sepatu. Ketiga korban mengalami luka akibat diinjak dan ditendang kepalanya. Saat ini ketiga korban tengah menjalani pemulihan trauma oleh psikolog. *
Polres Tangerang Selatan membongkar Yayasan Khusnul Khotimah Indonesia, yayasan amal yang diduga bodong di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan mengatakan, yayasan tersebut diduga menyalahgunakan uang sumbangan masyarakat. "Setelah diinterogasi penyidik, uang tersebut sampai saat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus," kata Ferdy, di Mapolres Tangsel, Senin (24/9) seperti dilansir kompas.
Dua dari tiga pengurus yang ditangkap, Dedi (25) dan Abdul Rojak (33), mengaku mendirikan yayasan sejak dua tahun lalu. Mereka bermarkas di sebuah indekos di Jalan Tentara Pelajar RT 003 RW 001 Parigi Baru, Pondok Aren. Tidak ada plang atau tanda keberadaan yayasan. Polisi menduga yayasan yang didirikan Abdul Rojak ilegal karena ia tidak bisa menunjukkan surat-surat pendirian. "Kami masih pastikan legalitasnya ke Kemenkumham," ujar Ferdy.
Adapun pengungkapan yayasan yang diduga bodong ini bermula pada 1 September 2018. Saat itu, tersangka atas nama Dedi yang menjadi pengurus yayasan mendapati dua korban yakni SA (16) dan GP (16) tengah membawa amplop sumbangan yayasan di kawasan toserba di Panglima Polim, Jakarta Selatan. Ketika itu, Dedi tengah menurunkan anak-anak pencari sumbangan lainnya.
Pengurus yayasan marah karena kedua anak itu sudah tiga bulan tidak melapor dan bekerja lagi untuk yayasan. Setiba di kantor yayasan, korban GP dan SA disiksa Dedi dan Abdul Rojak, selaku pemilik yayasan.
Hingga pada 5 September 2018, orangtua GP mendapat informasi anaknya ditahan di yayasan itu. Orangtua GP mencoba membawa pulang anaknya, tetapi diminta memberikan tebusan Rp 18 juta. Tebusan itu untuk menanggung kerugian yang diakui pengurus yayasan karena tidak disetorkan ke dirinya. Orangtua GP akhirnya melapor ke Polres Tangsel.
Ketika digerebek, polisi menemukan satu orang lagi yang menjadi korban penyiksaan yakni Dona Ardiana (21). Dona disiksa karena dituduh memberikan amplop yayasan kepada SA dan GP yang sudah tidak bekerja untuk yayasan lagi.
Berdasarkan pemeriksaan, selama ini pengurus yayasan mengeksploitasi anak-anak untuk memungut sumbangan. "Menurut pengakuan korban, hasil mereka jalan sehari itu sedikitnya Rp 300.000 yang disetorkan ke yayasan. Anak dapat 30 persen, pengurus yayasan dapat 70 persen," ujar Ferdy.
Ferdy Irawan menyampaikan, korban atas nama SI (16), GP (16), dan Dona Ardiana (21), disiksa selama ditahan pengurus yayasan tersebut. "Tindakan yang dilakukan tersangka antara lain pemukulan, kemudian melakban mata dan mulut tiga orang korban. Kemudian rambutnya dibotak paksa dengan gunting," kata Ferdy.
Ketiga korban juga disiram air teh, diludahi, dan dipaksa menjilat sepatu. Ketiga korban mengalami luka akibat diinjak dan ditendang kepalanya. Saat ini ketiga korban tengah menjalani pemulihan trauma oleh psikolog. *
1
Komentar