Peserta Bebas Ungkapkan Apa Saja Lewat Puisi di Unspoken Bali Poetry Slam
Peserta banyak ungkapkan pengalaman dan perasaan pribadinya yang sempat tertahan dan jarang dibicarakan.
BULELENG, NusaBali
Sabtu (29/09) sore, sebuah rumah di kawasan Pantai Indah, Singaraja, tampak ramai oleh muda-mudi yang ingin menunjukkan kebolehannya membaca puisi. Rupanya, di rumah yang terkenal dengan sebutan Rumah Belajar Komunitas Mahima itu tengah berlangsung sebuah acara yang bertajuk ‘Unspoken Bali Poetry Slam.’ Mengambil tema ‘Unspoken Freedom,’ peserta bebas ungkapkan apa pun yang dirasa dan jarang dibicarakan dengan gaya membaca puisi santai.
Foto: Peserta dan Juri Unspoken Bali Poetry Slam (29/09) - Dok. NusaBali
Sebelumnya, Bali Poetry Slam adalah sebuah pergerakan untuk menyebarkan virus-virus membuat puisi di Bali yang diadaptasi dari Amerika. Lalu, oleh 3 orang pemuda, yaitu; Virginia Helzainka, Doni Marmer, dan Trifitri Muhammaditta, Poetry Slam dikembangkan di Bali dengan metode penjurian, yang mana berbeda dengan ketentuan di Amerika yang hanya berupa open mic (red: berpuisi di depan umum tanpa dinilai).
Menurut Virginia Helzainka, salah satu Pendiri Bali Poetry Slam, dirinya dan pendiri yang lain ingin mengadakan Poetry Slam di Bali karena Poetry Slam merupakan aktivitas yang unik dan dapat mendorong produktivitas dan originalitas dari para penikmat, penggiat, serta penyair puisi di Bali.
“Kenapa kita ingin bikin itu di Bali karena Poetry Slam itu unik, kemudian mendorong produktivitas dan originalitas seniman, dari penyair juga. Jadi, kita pingin punya bibit-bibit penyair di Bali. Kemudian, kenapa kita bikin namanya Unspoken, kita inginnya tidak hanya sebagai panggung puisi, tetapi juga sebagai wadah siapa pun untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, di sinilah ada wadah untuk membicarakan hal-hal yang ‘unspoken,’ hal-hal yang jarang dibicarakan,” papar Virginia ketika ditemui NusaBali di sela-sela acara (29/09).
Maret 2018 Bali Poetry Slam menggelar debut pertamanya, bertempat di Irama Indah, Denpasar, dengan tema ‘Unspoken Anxiety’, dan ronde kedua diadakan di Rumah Sanur Creative Hub, Denpasar, dengan tema ‘Unspoken Lust.’ Sementara, September ini, ronde ketiga diadakan dengan tema ‘Unspoken Freedom’ di Pantai Indah, Singaraja, yang diikuti oleh 19 peserta dari berbagai kalangan, baik dari luar dan dalam Bali. Pada akhirnya, dua orang dengan skor tertinggi di masing-masing ronde akan berlaga di puncak Bali Poetry Slam pada November nanti dan memperebutkan tahta ‘Slammer of the Year.’
Bali Poetry Slam kali ini juga dikemas dengan acara Workshop Puisi yang diisi oleh Putri Minangsari, yang merupakan seorang Penyair, Penari, dan salah satu Penggagas dari Unmask Poetry Open Mic yang berbasis di Jakarta. Putri berbagi mengenai bagaimana mengkompetisikan puisi dalam sebuah Poetry Slam. Ia juga memandang bahwa acara Bali Poetry Slam ini merupakan acara yang bagus diadakan dan merupakan sarana yang baik untuk kesehatan jiwa karena segala uneg-uneg yang dirasakan bisa dicurahkan dengan puisi.
Foto: Putri Minangsari saat Membacakan Sebuah Puisi - Dok. NusaBali
Kali ini pula, Bali Poetry Slam bekerja sama dengan Minikino dan Ubud Readers and Writers Festival URWF), yang mana, para pemenang di ronde ketiga ini masing-masing akan mendapat hadiah berupa buku-buku terbitan Mahima serta tiket free pass ke acara Minikino Event dan URWF 2018 yang akan digelar Oktober nanti.
Foto: Made Adnyana Ole (Pendiri Tatkala.co - kiri), Awul (Pemenang Kedua Bali Poetry Slam - tengah), dan Virginia (Founder Bali Poetry Slam - kanan) - Dok. NusaBali
Dari Bali Poetry Slam ronde ketiga yang terbilang sukses itu, Viriginia pun berharap agar acara tersebut dapat menjadi wadah bagi orang-orang untuk mengekspresikan diri melalui puisi dan tidak takut lagi untuk menyuarakannya. *ph
1
Komentar