Polisi Asal Jembrana Ikut Jadi Korban
Almarhum Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta sudah berencana jemput orangtua buat diajak ke Palu untuk melamar calon istri
Brigadir IGK Suka Miarta Tewas Diterjang Tsunami Jelang Nikah
NEGARA, NusaBali
Bencana gempa 7,4 SR disertai tsunami setinggi 5 meter yang menerjang Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9) sore, merenggut 832 nyawa. Salah satu korban tewas adalah Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta, 32, polisi asal Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Polisi yang bertugas di Satlantas Polres Palu ini tewas diterjang tsunami jelang melangsungkan pernikahan.
Korban Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta merupakan anak bungsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Gusti Kade Sukadana, 57, dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, 63. Korban berada di Palu karena bertugas sebagai polisi. Sedangkan kedua orangtuanya tinggal di Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo.
Brigadir IGK Suka Miarta yang merupakan alumnus SMAN 1 Mendoyo, lulus sebagai anggota Polri dari Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Singaraja tahun 2005. Sejak lulus kepolisian, lajang berusia 32 tahun ini langsung ditugaskan berdinas di Palu, Sulawesi Tengah. Setelah sekian lama bertugas di rantau, dia justru jadi korban tsunami.
Pantauan NusaBali di rumah duka kawasan Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Minggu (30/9), pihak keluarga bersama sejumlah krama sebanjar telah memasang terob (tribun) untuk persiapan upacara pengabenan jenazah almarhum Brigadir IGA Suka Miarta. Begitu juga sejumlah krama istri (perempuan) tampak sibuk majejahitan. Kedua orangtua korban, I Gusti Kade Sukadana dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, berusaha tegar di tengah duka.
Sejauh ini, pihak keluarga belum mengetahui kapan jenazah korban akan dipulangkan dari Palu ke Bali. “Informasi terkahir dari teman satu leting (seangkatan)-nya di kepolisian, jenazah anak saya sudah dievakuasi ke RS Bhayangkara Polda Sulteng. Tapi, sampai sekarang, belum jelas kapan jenazah anak saya akan dipulangkan,” tutur ayah korban, IGK Sukadana, didampingi istrinya (ibunda korban), IGA Kade Miliasih, Minggu kemarin.
Menurut Sukadana, kabar duka soal anaknya menjadi korban tsunami di Palu itu diinformasikan melalui salah satu teman satu letingnya yang bertugas di Sat Polair Polres Jembrana, Sabtu (27/9) lalu. Informasi itu disampaikan kepada kakak ipar korban, Aiptu Ketut Sumadya, 35, yang juga merupakan anggota Sat Polair Polres Jembrana.
Sesuai informasi yang diterima, almahum ikut menjadi korban saat menjalankan tugas pengamanan serangkaian acara Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 di Palu. “Sudah pasti anak saya meninggal dunia dan sempat dikirim fotonya. Teman satu angkatannya juga tidak tahu bagaimana kejadian persisnya, tetapi yang jelas waktu kejadian, anak saya sedang bertugas,” papar Sukadana.
Selama bertugas di Palu, kata Sukadana, almarhum Brigadir IGK Suka Miarta rutin pulang setiap tahun saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka. Hanya saja, saat Hari Raya Nyepi tahun 2017 dan 2018 kemarin, almarhum tidak pulang kampung.
Dari komunikasi terakhir, almarhum yang jadi tulang punggung keluarga mengabarkan dirinya telah memiliki pacar seorang perempuan bernama Ifa, asal Kota Palu. Mereka berencana segera menikah sebelum Hari Raya Galungan, Desxember 2018 mendatang.
“Saya juga belum tahu pacarnya. Waktu terakhir komunikasi sekitar dua hari sebelum tsunami, anak saya ini sempat bilang ingin menjemput saya, perkiraan awal Oktober 2018, untuk diajak melamar calon istrinya ke Palu. Kami keluarga juga sudah berencana kalau memang akan menikah, agar dibuatkan upacara pernikahan saat dewasa ayu menjelang Hari Raya Galungan nanti,” kenang Sukadana yang bekerja sebagai petani.
Baik Sukadana maupun istrinya, IGA Kade Miliasih, tidak ada firasat apa pun mengenai bencana maut yang merenggut nyawa anak lelaku satu-satunya tersebut. Namun, kakak korban, I Gusti Ayu Putu Widiantarini, 35, sempat merasa aneh dengan gelagat adiknya saat terakhir menelepon, 23 Juli 2018 lalu. Kala itu, almarhum mengaku akan mengirim uang kepada kakaknya. Padahal, sebelumnya tidak pernah menawarkan uang.
“Saya merasa aneh pas dengar dia (almarhum) mau mengirim uang ke saya. Dia bilang waktu itu, biar pernah ngirim uang sama kakak, tanpa diminta. Tapi, kalau ke bapak atau ibu, adik saya memang biasa ngirim uang, karena dia juga menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan saya, sudah menikah,” ujar IGA Putu Widiantarini, yang merupakan istri dari Aiptu Ketut Sumadya.
Sementara itu, kakak ipar almarhum, Aiptu Ketut Sumadya, mengaku masih kesulitan untuk mendapat kabar mengenai kepastian pemulangan jenazah adik iparnya ini. Sumadya sempat berusaha menghubungi beberapa temannya yang ada di Palu. Namun, komunikasi tidak dapat tersambung, karena diduga jaringan komunikasi di Palu masih lumpuh.
“Jadi, saya cuma bisa minta informasi lewat temannya yang juga tugas sama saya di Polair Polres Jembrana. Tadi pagi (kemarin) sempat ada informasi, kalau jenazah akan dipulangkan hari ini (kemarin). Tapi, siang tadi, katanya jenazah tidak bisa dipulangkan kalau tak ada tandatangan langsung dari pihak keluarga. Sedangkan kami di sini juga sulit komunikasi. Makanya, kami keluarga juga masih bingung,” ujar Sumadya yang ditemui NusaBali di rumah duka, Minggu kemarin. *ode
NEGARA, NusaBali
Bencana gempa 7,4 SR disertai tsunami setinggi 5 meter yang menerjang Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9) sore, merenggut 832 nyawa. Salah satu korban tewas adalah Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta, 32, polisi asal Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Polisi yang bertugas di Satlantas Polres Palu ini tewas diterjang tsunami jelang melangsungkan pernikahan.
Korban Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta merupakan anak bungsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Gusti Kade Sukadana, 57, dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, 63. Korban berada di Palu karena bertugas sebagai polisi. Sedangkan kedua orangtuanya tinggal di Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo.
Brigadir IGK Suka Miarta yang merupakan alumnus SMAN 1 Mendoyo, lulus sebagai anggota Polri dari Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Singaraja tahun 2005. Sejak lulus kepolisian, lajang berusia 32 tahun ini langsung ditugaskan berdinas di Palu, Sulawesi Tengah. Setelah sekian lama bertugas di rantau, dia justru jadi korban tsunami.
Pantauan NusaBali di rumah duka kawasan Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Minggu (30/9), pihak keluarga bersama sejumlah krama sebanjar telah memasang terob (tribun) untuk persiapan upacara pengabenan jenazah almarhum Brigadir IGA Suka Miarta. Begitu juga sejumlah krama istri (perempuan) tampak sibuk majejahitan. Kedua orangtua korban, I Gusti Kade Sukadana dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, berusaha tegar di tengah duka.
Sejauh ini, pihak keluarga belum mengetahui kapan jenazah korban akan dipulangkan dari Palu ke Bali. “Informasi terkahir dari teman satu leting (seangkatan)-nya di kepolisian, jenazah anak saya sudah dievakuasi ke RS Bhayangkara Polda Sulteng. Tapi, sampai sekarang, belum jelas kapan jenazah anak saya akan dipulangkan,” tutur ayah korban, IGK Sukadana, didampingi istrinya (ibunda korban), IGA Kade Miliasih, Minggu kemarin.
Menurut Sukadana, kabar duka soal anaknya menjadi korban tsunami di Palu itu diinformasikan melalui salah satu teman satu letingnya yang bertugas di Sat Polair Polres Jembrana, Sabtu (27/9) lalu. Informasi itu disampaikan kepada kakak ipar korban, Aiptu Ketut Sumadya, 35, yang juga merupakan anggota Sat Polair Polres Jembrana.
Sesuai informasi yang diterima, almahum ikut menjadi korban saat menjalankan tugas pengamanan serangkaian acara Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 di Palu. “Sudah pasti anak saya meninggal dunia dan sempat dikirim fotonya. Teman satu angkatannya juga tidak tahu bagaimana kejadian persisnya, tetapi yang jelas waktu kejadian, anak saya sedang bertugas,” papar Sukadana.
Selama bertugas di Palu, kata Sukadana, almarhum Brigadir IGK Suka Miarta rutin pulang setiap tahun saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka. Hanya saja, saat Hari Raya Nyepi tahun 2017 dan 2018 kemarin, almarhum tidak pulang kampung.
Dari komunikasi terakhir, almarhum yang jadi tulang punggung keluarga mengabarkan dirinya telah memiliki pacar seorang perempuan bernama Ifa, asal Kota Palu. Mereka berencana segera menikah sebelum Hari Raya Galungan, Desxember 2018 mendatang.
“Saya juga belum tahu pacarnya. Waktu terakhir komunikasi sekitar dua hari sebelum tsunami, anak saya ini sempat bilang ingin menjemput saya, perkiraan awal Oktober 2018, untuk diajak melamar calon istrinya ke Palu. Kami keluarga juga sudah berencana kalau memang akan menikah, agar dibuatkan upacara pernikahan saat dewasa ayu menjelang Hari Raya Galungan nanti,” kenang Sukadana yang bekerja sebagai petani.
Baik Sukadana maupun istrinya, IGA Kade Miliasih, tidak ada firasat apa pun mengenai bencana maut yang merenggut nyawa anak lelaku satu-satunya tersebut. Namun, kakak korban, I Gusti Ayu Putu Widiantarini, 35, sempat merasa aneh dengan gelagat adiknya saat terakhir menelepon, 23 Juli 2018 lalu. Kala itu, almarhum mengaku akan mengirim uang kepada kakaknya. Padahal, sebelumnya tidak pernah menawarkan uang.
“Saya merasa aneh pas dengar dia (almarhum) mau mengirim uang ke saya. Dia bilang waktu itu, biar pernah ngirim uang sama kakak, tanpa diminta. Tapi, kalau ke bapak atau ibu, adik saya memang biasa ngirim uang, karena dia juga menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan saya, sudah menikah,” ujar IGA Putu Widiantarini, yang merupakan istri dari Aiptu Ketut Sumadya.
Sementara itu, kakak ipar almarhum, Aiptu Ketut Sumadya, mengaku masih kesulitan untuk mendapat kabar mengenai kepastian pemulangan jenazah adik iparnya ini. Sumadya sempat berusaha menghubungi beberapa temannya yang ada di Palu. Namun, komunikasi tidak dapat tersambung, karena diduga jaringan komunikasi di Palu masih lumpuh.
“Jadi, saya cuma bisa minta informasi lewat temannya yang juga tugas sama saya di Polair Polres Jembrana. Tadi pagi (kemarin) sempat ada informasi, kalau jenazah akan dipulangkan hari ini (kemarin). Tapi, siang tadi, katanya jenazah tidak bisa dipulangkan kalau tak ada tandatangan langsung dari pihak keluarga. Sedangkan kami di sini juga sulit komunikasi. Makanya, kami keluarga juga masih bingung,” ujar Sumadya yang ditemui NusaBali di rumah duka, Minggu kemarin. *ode
Komentar