Jenazah Polisi Asal Jembrana Tak Bisa Dipulangkan
Jenazah polisi asal Jembrana, Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta alias Gus Mais, 32, yang jadi korban bencana gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9) sore, tidak dapat dipulangkan ke Bali.
NEGARA, NusaBali
Jenazah anggota Satlantas Polres Palu ini telah dikuburkan secara massal bersama ratusan korban lainnya di Palu, Senin (1/10). Keluarganya dari Banjsr Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana pun gelar prosesi ngulapin di segara (laut) pada Soma Wage Dukut, Senin kemarin.
Wakapolres Jembrana, Kompol I Komang Budiartha, mengatakan pihaknya sudah berusaha membantu proses pemulangan jenazah Brigadir IGK Suka Miarta dari Palu ke Bali. Namun, jenazah tidak bisa dipulangkan, karena banyak kendala. Salah satunya, kondisi jenazah polisi berusia 32 tahun ini yang sudah membusuk, sehingga tidak mungkin untuk dikirim ke Bali dan harus segera dikubur. Terlebih, ko-ndisi di Palu juga belum normal pasca bencana.
Makanya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) putuskan untuk lakukan penguburan massal jenazah Brigadir IGK Suka Miarta dengan korban lainnya. "Kami sudah berupaya, tapi tidak bisa bantu pemulangan jenazah korban, karena situasi tak memungkinkan," ujar Kompol Budiarta di Mapoles Jembrana di Negara, Senin kemarin.
Terkait harapan keluarga agar ada semacam prosesi secara Hindu untuk penguburan jenazah korban di Palu, menurut Kompol Budhiarta, sesuai informasi yang diterimanya, tetap akan ada prosesi secara keagamaan sesuai diharapkan pihak keluarga. "Informasinya, penguburan massal dilakukan di satu tempat, tapi berbeda dalam upcaranya, sesuai kepercayaan masing-masing. Nanti kami juga akan usahakan ada dokumentasinya. Saat ini, sinyal dan jaringan komunikasi di Palu masih terganggu," tandas Kompol Budiarta.
Perihal penguburan massal jenazah Brigadir IGK Suka Miarta bersama para korban bencana lainnya ini telah disampaiakan secara langsung jajaran Polres Jembrana kepada ayah korban, I Gusti Kade Sukadana, 57, yang mendatangi Mapolres Jembrana, Senin pagi. Saat datang ke Mapolres Jembrana, IGK Sukadana diterima langsung Wakapolres Kompol Budiartha.
Saat itu, IGK Sukadana mengaku ikhlas dengan keputusan BNPB untuk penguburan massal jenazah putranya. Apalagi, sejumlah upaya telah berusaha dilakukan untuk pemulangan jenazah korban, namun tetap tidak bisa, karena berbagai kendala. "Kami sudah ikhlas. Kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang sudah berusaha membantu pemulangan jenazah anak saya,” tutur Sukadana, yang kemarin pagi datang ke Mapolres Jembrana dengan membawa foto almarhum.
Sukadana mengatakan, sebelumnya dia sempat mendengar informasi pemulangan jenazah anaknya direncanakan, Minggu (30/9) lalu. Begitu ada informasi, pihaknya bersama keluarga langsung melakukan sejumlah persiapan di rumah duka kawasan Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo. Termasuk menentukan dewasa ayu (hari baik) upacara pengabenan, yang waktunya antara 4 Oktober 2018 atau 10 Oktober 2018. Di rumah duka juga sudah dipasang terob, sementara kaum istri sibuk majejahitan.
Namun, mengingat jenazah korban tsunami tidak dapat dipulangkan ke Bali, kata Sukadana, pihaknya perlu nunas baos (meminta petunujuk niskala) ke Griya (kediaman sulinggih) mengenai solusi upacara pengabenan anaknya. "Yang pasti, kami keluarga tetap akan menggelar pengabenan. Kami akan langsung nunas baos ke Griya, apakah cukup dengan ngulapin di segara (prosesi memanggil arwah di laut) atau harus ngangkid watang (prosesi mengangkat arwah) lansung ke tempat pengu-buran jenazah di Palu? Nanti kami ikuti petujuk dari Griya," jelas ayah dua anak ini.
Sementara itu, berdasarkan hasil nunas baos di Grya Kawi Sunia, Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, Senin siang, diperoleh petunjuk agar pihak keluarga menggelar pengabenan melalui prosesi ngulapin di segara (laut). Prosesi ngulapin itu pun sudah langsung dilaksanakan di Pantai Yehkuning, Desa Yehkuning, Kecamatan Jembrana, Senin sore pukul 16.00 Wita.
Setelah melaksanakan prosesi ngulapin kemarin sore, keluarga koban juga melakukan ritual masugaan (memanggil roh secara niskala) melalui salah satu balian di Desa Yehsumbul, Kecamatan Mendoyo. "Ya, tadi sudah ngulapin. Untuk pengabenan, sudah dipastikan tetap akan digelar 4 Oktober 2018 nanti," ungkap adik sepupu almarhum, I Gusti Ngurah Kade Rai Narta, 29, saat ditemui NusaBali di rumah duka, Senin sore.
Korban Brigadir IGK Suka Miarta merupakan anak bunsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Gusti Kade Sukadana, 57, dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, 63. Korban berada di Palu karena bertugas sebagai polisi. Sejak lulus sebagai anggota Polri dari Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Singaraja tahun 2005, almarhum langsung ditugaskan berdinas di Palu, Sulawesi Tengah.
Korban tewas diterjang tsunami saat menjalankan tugas pengamanan serangkaian acara Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 di Palu, Jumat sore. Almarhum berpulang buat selamanya ketika sedang merencanakan akan menikah dengan gadis pujaanya asal Palu, Ifa, jelang Hari Raya Galungan mendatang. Dia sempat bilang akan menjemput orangtuanya di Jembrana awal Oktober 2018, untuk diajak melamar calon istrinya ke Palu.
Almahum Brigadir IGK Suka Miarta merupakan salah satu dari 14 polisi yang tewas akibat bencana gempa dan tsunami di Palu. Selain IGK Suka Miarta, ada 4 polisi asal Bali lainnya yang dikabarkan meninggal dalam bencana di Palu tersebut. Mereka masing-masing Brigadir I Gusti Ngurah Putu Sudarmana (berdinas di Satlantas Polres Palu), Bribda Desak Nyoman Elia Puspitasari (Baur Humas Polres Palu), Bribda Putu Ayu Lennyaningsih (Bagops Polres Palu), dan Bripka Made Muliastuti (Ba Bagops Polres Palu). *ode
Jenazah anggota Satlantas Polres Palu ini telah dikuburkan secara massal bersama ratusan korban lainnya di Palu, Senin (1/10). Keluarganya dari Banjsr Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana pun gelar prosesi ngulapin di segara (laut) pada Soma Wage Dukut, Senin kemarin.
Wakapolres Jembrana, Kompol I Komang Budiartha, mengatakan pihaknya sudah berusaha membantu proses pemulangan jenazah Brigadir IGK Suka Miarta dari Palu ke Bali. Namun, jenazah tidak bisa dipulangkan, karena banyak kendala. Salah satunya, kondisi jenazah polisi berusia 32 tahun ini yang sudah membusuk, sehingga tidak mungkin untuk dikirim ke Bali dan harus segera dikubur. Terlebih, ko-ndisi di Palu juga belum normal pasca bencana.
Makanya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) putuskan untuk lakukan penguburan massal jenazah Brigadir IGK Suka Miarta dengan korban lainnya. "Kami sudah berupaya, tapi tidak bisa bantu pemulangan jenazah korban, karena situasi tak memungkinkan," ujar Kompol Budiarta di Mapoles Jembrana di Negara, Senin kemarin.
Terkait harapan keluarga agar ada semacam prosesi secara Hindu untuk penguburan jenazah korban di Palu, menurut Kompol Budhiarta, sesuai informasi yang diterimanya, tetap akan ada prosesi secara keagamaan sesuai diharapkan pihak keluarga. "Informasinya, penguburan massal dilakukan di satu tempat, tapi berbeda dalam upcaranya, sesuai kepercayaan masing-masing. Nanti kami juga akan usahakan ada dokumentasinya. Saat ini, sinyal dan jaringan komunikasi di Palu masih terganggu," tandas Kompol Budiarta.
Perihal penguburan massal jenazah Brigadir IGK Suka Miarta bersama para korban bencana lainnya ini telah disampaiakan secara langsung jajaran Polres Jembrana kepada ayah korban, I Gusti Kade Sukadana, 57, yang mendatangi Mapolres Jembrana, Senin pagi. Saat datang ke Mapolres Jembrana, IGK Sukadana diterima langsung Wakapolres Kompol Budiartha.
Saat itu, IGK Sukadana mengaku ikhlas dengan keputusan BNPB untuk penguburan massal jenazah putranya. Apalagi, sejumlah upaya telah berusaha dilakukan untuk pemulangan jenazah korban, namun tetap tidak bisa, karena berbagai kendala. "Kami sudah ikhlas. Kami juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang sudah berusaha membantu pemulangan jenazah anak saya,” tutur Sukadana, yang kemarin pagi datang ke Mapolres Jembrana dengan membawa foto almarhum.
Sukadana mengatakan, sebelumnya dia sempat mendengar informasi pemulangan jenazah anaknya direncanakan, Minggu (30/9) lalu. Begitu ada informasi, pihaknya bersama keluarga langsung melakukan sejumlah persiapan di rumah duka kawasan Banjar Tengah, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo. Termasuk menentukan dewasa ayu (hari baik) upacara pengabenan, yang waktunya antara 4 Oktober 2018 atau 10 Oktober 2018. Di rumah duka juga sudah dipasang terob, sementara kaum istri sibuk majejahitan.
Namun, mengingat jenazah korban tsunami tidak dapat dipulangkan ke Bali, kata Sukadana, pihaknya perlu nunas baos (meminta petunujuk niskala) ke Griya (kediaman sulinggih) mengenai solusi upacara pengabenan anaknya. "Yang pasti, kami keluarga tetap akan menggelar pengabenan. Kami akan langsung nunas baos ke Griya, apakah cukup dengan ngulapin di segara (prosesi memanggil arwah di laut) atau harus ngangkid watang (prosesi mengangkat arwah) lansung ke tempat pengu-buran jenazah di Palu? Nanti kami ikuti petujuk dari Griya," jelas ayah dua anak ini.
Sementara itu, berdasarkan hasil nunas baos di Grya Kawi Sunia, Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, Senin siang, diperoleh petunjuk agar pihak keluarga menggelar pengabenan melalui prosesi ngulapin di segara (laut). Prosesi ngulapin itu pun sudah langsung dilaksanakan di Pantai Yehkuning, Desa Yehkuning, Kecamatan Jembrana, Senin sore pukul 16.00 Wita.
Setelah melaksanakan prosesi ngulapin kemarin sore, keluarga koban juga melakukan ritual masugaan (memanggil roh secara niskala) melalui salah satu balian di Desa Yehsumbul, Kecamatan Mendoyo. "Ya, tadi sudah ngulapin. Untuk pengabenan, sudah dipastikan tetap akan digelar 4 Oktober 2018 nanti," ungkap adik sepupu almarhum, I Gusti Ngurah Kade Rai Narta, 29, saat ditemui NusaBali di rumah duka, Senin sore.
Korban Brigadir IGK Suka Miarta merupakan anak bunsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Gusti Kade Sukadana, 57, dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, 63. Korban berada di Palu karena bertugas sebagai polisi. Sejak lulus sebagai anggota Polri dari Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Singaraja tahun 2005, almarhum langsung ditugaskan berdinas di Palu, Sulawesi Tengah.
Korban tewas diterjang tsunami saat menjalankan tugas pengamanan serangkaian acara Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 di Palu, Jumat sore. Almarhum berpulang buat selamanya ketika sedang merencanakan akan menikah dengan gadis pujaanya asal Palu, Ifa, jelang Hari Raya Galungan mendatang. Dia sempat bilang akan menjemput orangtuanya di Jembrana awal Oktober 2018, untuk diajak melamar calon istrinya ke Palu.
Almahum Brigadir IGK Suka Miarta merupakan salah satu dari 14 polisi yang tewas akibat bencana gempa dan tsunami di Palu. Selain IGK Suka Miarta, ada 4 polisi asal Bali lainnya yang dikabarkan meninggal dalam bencana di Palu tersebut. Mereka masing-masing Brigadir I Gusti Ngurah Putu Sudarmana (berdinas di Satlantas Polres Palu), Bribda Desak Nyoman Elia Puspitasari (Baur Humas Polres Palu), Bribda Putu Ayu Lennyaningsih (Bagops Polres Palu), dan Bripka Made Muliastuti (Ba Bagops Polres Palu). *ode
1
Komentar