Korban Tewas Tembus 1.234 Jiwa, Hilang 99 Orang
Jumlah korban tewas akibat gempa 7,4 SR dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) terus bertambah. Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Selasa (2/10), korban tewas mencapai 1.243 jiwa.
JAKARTA, NusaBali
Selain itu, 99 orang dinyatakan hilang dan 152 korban masih tertimbun reruntuhan bangunan. "Totalnya 1.234 orang meninggal dunia dari daerah yang terdampak bencana di Sulteng," ungkap Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa kemarin. Menurut Sutopo, korban tewas karena tertimpa reruntuhan bangunan dan terjangan tsunami. Sebagian jenazah korban sudah dimakamkan setelah diidentifikasi.
Selain 1.243 korban tewas, sebanyak 99 orang dinyatakan hilang akibat bencana di Palu dan Donggala ini. Sedangkan mentara 152 orang lainnya dilaporkan masih tertimbun reruntuhan. "Korban hilang 99 orang, korban tertimbun 152 orang," jelas Sutopo.
Korban hilang mencapai 99 orang itu terdata di welayah Pantoloan Induk (seba-nyak 29 orang), di Donggala (17 orang), di Palu (4 orang), di Jalan Kijang Palu (11 orang), di Jalan Roa Moici (4 orang), di Jalan Muh Hatta Palu (25 orang), Patung Kuda (1 orang), dan Kampung Nelayan (1 orang).
Sutopo mengatakan, korban hilang ini bukan hanya karena diterjang tsunami, namun juga akibat rumah ambles. Di beberapa lokasi terjadi likuifaksi dan jalan naik hingga ke atas rumah. Disebutkan, 65.733 rumah hancur dan jumlahnya diperkirakan masih akan bertambah. "Kita masih melakukan pendataan, yang rumahnya rusak berat atau tertimbun," katanya dilansir detikcom kemarin.
BNPB, kata Sutopo, belum bisa mendata korban tertimbun di wilayah Petobo dan Balaroa. Wilayah Petobo termasuk yang mengalami likuifaksi, sehingga rumah-rumah seperti tertelan masuk ke dalam bumi. Sedangkan di Balaroa, rumah ambles dan jalanan naik. "Jumlah korban yang tertimbun di Petobo dan Balaroa belum dapat diperkirakan jumlahnya," tandas Sutopo.
Sutopo menyebutkan, sedikitnya 1.747 rumah hancur akibat tanah fluktuatif di Perumnas Balaroa, Palu. "Dari citra satelit di Balaroa, kita sudah mendapat dari Lapan, foto sebelum kejadian dan setelah kejadian. Di kompleks Perumnas Balaroa terjadi mekanisme ambles dan naik, terjadi pengangkatan dan penurunan yang akhirnya menghancurkan kompleks Perumahan Balaroa. Perkiraan sementara, 1.747 unit rumah hancur," papar Sutopo.
Perumahan Balaroa merupakan daerah yang paling parah terkena dampak gempa. Saat gempa terjadi, tanah di perumahan ini ambles sedalam 5 meter, sementara jalan yang naik hingga setinggi rumah.
Menurut Sutopo, Kepala BNPB Willem Rampangilei telah mengambil video kondisi kompleks Perumahan Balaroa menggunakan helikopter untuk melihat kerusakan dan lainnya. Namun, hingga kini belum diketahui berapa korban yang tertimbun di kawasan itu. "Kita belum tahu seberapa banyak korban yang tertimbun di Balaroa, demikian juga di yang ada di Petobo, karena memang evakuasinya memang sulit dilakukan."
Sementara itu, Presiden Jokowi perintahkan evakuasi korban dipercepat. Hingga saat ini, ada 16 alat berat yang dioperasikan untuk evakuasi korban bencana di Sulteng. "Untuk evakuasi, Presiden menekankan dilakukan secepatnya. Tapi ka-rena keadaan pascagempa seperti itu, evakuasi butuh alat berat. Saat pertama hanya 2 eskavator yang beroperasi. Tidak mungkin karena banyak tempat yang butuh alat erat. Namun saat ini sudah 16 alat berat dioperasikan dengan personelnya. Dan, beberapa sumber akan bertambah lagi," ujar Menko Polhukam, Wiranto, secara terpisah Kantor Presiden, Jakarta, Selasa kemarin. *
Selain 1.243 korban tewas, sebanyak 99 orang dinyatakan hilang akibat bencana di Palu dan Donggala ini. Sedangkan mentara 152 orang lainnya dilaporkan masih tertimbun reruntuhan. "Korban hilang 99 orang, korban tertimbun 152 orang," jelas Sutopo.
Korban hilang mencapai 99 orang itu terdata di welayah Pantoloan Induk (seba-nyak 29 orang), di Donggala (17 orang), di Palu (4 orang), di Jalan Kijang Palu (11 orang), di Jalan Roa Moici (4 orang), di Jalan Muh Hatta Palu (25 orang), Patung Kuda (1 orang), dan Kampung Nelayan (1 orang).
Sutopo mengatakan, korban hilang ini bukan hanya karena diterjang tsunami, namun juga akibat rumah ambles. Di beberapa lokasi terjadi likuifaksi dan jalan naik hingga ke atas rumah. Disebutkan, 65.733 rumah hancur dan jumlahnya diperkirakan masih akan bertambah. "Kita masih melakukan pendataan, yang rumahnya rusak berat atau tertimbun," katanya dilansir detikcom kemarin.
BNPB, kata Sutopo, belum bisa mendata korban tertimbun di wilayah Petobo dan Balaroa. Wilayah Petobo termasuk yang mengalami likuifaksi, sehingga rumah-rumah seperti tertelan masuk ke dalam bumi. Sedangkan di Balaroa, rumah ambles dan jalanan naik. "Jumlah korban yang tertimbun di Petobo dan Balaroa belum dapat diperkirakan jumlahnya," tandas Sutopo.
Sutopo menyebutkan, sedikitnya 1.747 rumah hancur akibat tanah fluktuatif di Perumnas Balaroa, Palu. "Dari citra satelit di Balaroa, kita sudah mendapat dari Lapan, foto sebelum kejadian dan setelah kejadian. Di kompleks Perumnas Balaroa terjadi mekanisme ambles dan naik, terjadi pengangkatan dan penurunan yang akhirnya menghancurkan kompleks Perumahan Balaroa. Perkiraan sementara, 1.747 unit rumah hancur," papar Sutopo.
Perumahan Balaroa merupakan daerah yang paling parah terkena dampak gempa. Saat gempa terjadi, tanah di perumahan ini ambles sedalam 5 meter, sementara jalan yang naik hingga setinggi rumah.
Menurut Sutopo, Kepala BNPB Willem Rampangilei telah mengambil video kondisi kompleks Perumahan Balaroa menggunakan helikopter untuk melihat kerusakan dan lainnya. Namun, hingga kini belum diketahui berapa korban yang tertimbun di kawasan itu. "Kita belum tahu seberapa banyak korban yang tertimbun di Balaroa, demikian juga di yang ada di Petobo, karena memang evakuasinya memang sulit dilakukan."
Sementara itu, Presiden Jokowi perintahkan evakuasi korban dipercepat. Hingga saat ini, ada 16 alat berat yang dioperasikan untuk evakuasi korban bencana di Sulteng. "Untuk evakuasi, Presiden menekankan dilakukan secepatnya. Tapi ka-rena keadaan pascagempa seperti itu, evakuasi butuh alat berat. Saat pertama hanya 2 eskavator yang beroperasi. Tidak mungkin karena banyak tempat yang butuh alat erat. Namun saat ini sudah 16 alat berat dioperasikan dengan personelnya. Dan, beberapa sumber akan bertambah lagi," ujar Menko Polhukam, Wiranto, secara terpisah Kantor Presiden, Jakarta, Selasa kemarin. *
1
Komentar