Ditemukan, Buku SD Berkalimat Porno
Orangtua siswa SDN 1 Gianyar di Lingkungan/Banjar Teges, Gianyar, diresahkan oleh adanya buku pelajaran Bahasa Lan Sastra Bali terbitan Yudistira untuk kelas VI.
GIANYAR, NusaBali
Pada bagian terjemahan dalam buku ini, ada kalimat bernada porno untuk ukuran pelajaran anak SD, dalam dua soal. Kepala Dinas Pendidikan Gianyar Made Suradnya telah menginstruksikan seluruh sekolah merobek satu halaman dalam buku tersebut.
Kalimat atau pertanyaan pertama yang meminta siswa menerjemahkan ke bahasa Indonesia berbunyi, eda bes sesai melali ngajak timpal muani. Pertanyaan lainnya, apang sing disubane kembung, maselselan. “Buku itu beredar di SD 1 Gianyar, kami instruksikan untuk merobek halaman itu,” ujar Suradnya, Rabu (3/10).
Menurut Suradnya, dari sisi kalimat memang tidak ada yang salah pertanyaan itu. “Kalau bicara secara umum, itu bagus untuk anak SMA. Tapi kalau untuk anak SD, kelihatannya belum mengerti,” ujar Suradnya.
Kata dia, para siswa SD akan bingung memahami kata kembung yang artinya kiasan dari hamil. “Anak akan bertanya kepada orangtuanya. Apa itu kembung? Dia tidak mengerti, pasti menanyakan itu,” ujarnya.
Diakui, pelajaran SD kelas VI memang sudah diajarkan Biologi dan IPA, terutama masalah reproduksi. Namun pelajaran hanya sebatas reproduksi, belum sampai ke arah yang lebih dalam. “Kalau bicara Biologi sudah diajarkan, itu kurikulum Nasional. Tapi kalau untuk ini (kalimat porno, Red) memang untuk anak SMA,” terangnya.
Suradnya sendiri langsung menghubungi UPT Dinas Pendidikan tujuh kecamatan di Gianyar. “Tim kami sedang bekerja untuk mencari satu lembar halaman itu. Tidak semua kecamatan pakai buku itu,” ungkapnya. Apabila ditemukan, pihaknya langsung meminta merobek halaman itu.
“Kalau buku itu ditarik semua, ini bisa kendala lagi. Siswa akan belajar buku baru, pengadaan juga tidak mudah, makanya robek satu halaman itu saja,” jelasnya.
Mengantisipasi hal ini, ke depannya, pihaknya menyarankan sekolah lebih selektif memilih buku. “Untuk pembelian buku lewat dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), menjadi kewenangan sekolah. Kami minta sekolah menyeleksi bukunya sebelum dipakai,” pintanya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Kadek Ariasa, mengakui kalimat dalam pertanyaan tersebut belum memberikan nilai pemahaman yang lengkap dan jelas. “Sehingga cenderung membuat anak-anak bingung dan salah mengartikannya. Hal ini kurang bermanfaat positif untuk meningkatkan pemahaman resiko seks usia dini,” ujar Ariasa.
Pihaknya mendesak pemerintah menegur para penulis buku dan percetakan. “Dinas Pendidikan harus mengingatkan supaya bertanggung jawab untuk hal seperti ini,” pintanya. *nvi
Kalimat atau pertanyaan pertama yang meminta siswa menerjemahkan ke bahasa Indonesia berbunyi, eda bes sesai melali ngajak timpal muani. Pertanyaan lainnya, apang sing disubane kembung, maselselan. “Buku itu beredar di SD 1 Gianyar, kami instruksikan untuk merobek halaman itu,” ujar Suradnya, Rabu (3/10).
Menurut Suradnya, dari sisi kalimat memang tidak ada yang salah pertanyaan itu. “Kalau bicara secara umum, itu bagus untuk anak SMA. Tapi kalau untuk anak SD, kelihatannya belum mengerti,” ujar Suradnya.
Kata dia, para siswa SD akan bingung memahami kata kembung yang artinya kiasan dari hamil. “Anak akan bertanya kepada orangtuanya. Apa itu kembung? Dia tidak mengerti, pasti menanyakan itu,” ujarnya.
Diakui, pelajaran SD kelas VI memang sudah diajarkan Biologi dan IPA, terutama masalah reproduksi. Namun pelajaran hanya sebatas reproduksi, belum sampai ke arah yang lebih dalam. “Kalau bicara Biologi sudah diajarkan, itu kurikulum Nasional. Tapi kalau untuk ini (kalimat porno, Red) memang untuk anak SMA,” terangnya.
Suradnya sendiri langsung menghubungi UPT Dinas Pendidikan tujuh kecamatan di Gianyar. “Tim kami sedang bekerja untuk mencari satu lembar halaman itu. Tidak semua kecamatan pakai buku itu,” ungkapnya. Apabila ditemukan, pihaknya langsung meminta merobek halaman itu.
“Kalau buku itu ditarik semua, ini bisa kendala lagi. Siswa akan belajar buku baru, pengadaan juga tidak mudah, makanya robek satu halaman itu saja,” jelasnya.
Mengantisipasi hal ini, ke depannya, pihaknya menyarankan sekolah lebih selektif memilih buku. “Untuk pembelian buku lewat dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), menjadi kewenangan sekolah. Kami minta sekolah menyeleksi bukunya sebelum dipakai,” pintanya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Kadek Ariasa, mengakui kalimat dalam pertanyaan tersebut belum memberikan nilai pemahaman yang lengkap dan jelas. “Sehingga cenderung membuat anak-anak bingung dan salah mengartikannya. Hal ini kurang bermanfaat positif untuk meningkatkan pemahaman resiko seks usia dini,” ujar Ariasa.
Pihaknya mendesak pemerintah menegur para penulis buku dan percetakan. “Dinas Pendidikan harus mengingatkan supaya bertanggung jawab untuk hal seperti ini,” pintanya. *nvi
Komentar