Soal Pengembangan Bandara, AP I Temui Prajuru Desa Adat Kuta
Pengelola Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Tuban, Kecamatan Kuta, Badung menemui prajuru Desa Adat Kuta untuk melakukan sosialisasi reklamasi sisi barat bandara, Rabu (3/10).
MANGUPURA, NusaBali
Sosialisasi ini dilakukan terlambat karena pihak AP I sebagai pengelola bandara belum bisa melakukan sosialisasi lantaran Desa Adat Kuta belum ada bendesa adat definitif.
General Manager Bandara Ngurah Rai Yanus Suprayogi bersama timnya menyampaikan sosialisasi terkait dampak dan langkah yang akan dilakukan oleh Angkasa Pura I (AP I) terhadap upaya pengembangan bandara yang menjorok ke laut. Yanus mengaku meski terlambat tetapi pihaknya tetap memberikan penjelasan terkait hal ini.
Yanus mengatakan, pengembangan bandara dengan reklamasi seluas 37,5 hektare laut tersebut telah melalui kajian dan studi yang mendalam, termasuk soal analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Dikatakan pengembangan ini untuk menunjang kebutuhan Bandara Ngurah Rai jangka panjang. Salah satunya untuk menunjang pencapaian target kunjungan wisatawan yang selalu meningkat tiap tahunnya.
“Saya merasa senang karena masyarakat Kuta mendukung pengembangan bandara. Ada sejumlah poin yang perlu kami catat dan kami siapkan, yakni mitigasi bencana abrasi akibat pengembangan bandara ini. Berdasarkan teori dan kajian dari pengembangan bandara ini dampak negatifnya sangat kecil. Dampak itupun kami sudah siap langkah untuk menanganinya,” tutur Yanus.
Dalam pengembangan bandara ini AP I telah melakukan sosialisasi terhadap dua desa adat penyangga lainnya, yaki Desa Adat Tuban dan Kelan. Sedangkan untuk Desa Adat Kuta belum dilakukan. Menurut Yanus, pihaknya sebelumnya telah melayangakan surat untuk melakukan sosialisasi, namun saat itu Bendesa Adat Kuta sedang dalam masa transisi sehingga sosialisasi tak bisa dilakukan.
“Kami akan terus melakukan pemantauan terhadap dampak akibat pengembanagn ini. Para tokoh masyarakat mengatakan dampaknya baru akan kelihatan selama lima tahun ke depan. Kami akan terus memantau,” tandasnya.
Bendesa Adat Kuta Made Wasista mengaku puas dengan telah dilaksanakannya sosialisasi tersebut. Sebab dengan begitu biar tidak terkesan nantinya desa adat seolah-olah tidak tahu menahu dengan perkembangan yang terjadi di bandara.
“Yang terpenting pihak bandara sudah berkomitmen akan menindaklanjuti dampak yang mungkin ditimbulkan oleh reklamasi bandara tersebut. Sebab dampaknya tidak sekarang, tapi dalam beberapa tahun ke depan baru akan terlihat,” ujarnya. *po
Sosialisasi ini dilakukan terlambat karena pihak AP I sebagai pengelola bandara belum bisa melakukan sosialisasi lantaran Desa Adat Kuta belum ada bendesa adat definitif.
General Manager Bandara Ngurah Rai Yanus Suprayogi bersama timnya menyampaikan sosialisasi terkait dampak dan langkah yang akan dilakukan oleh Angkasa Pura I (AP I) terhadap upaya pengembangan bandara yang menjorok ke laut. Yanus mengaku meski terlambat tetapi pihaknya tetap memberikan penjelasan terkait hal ini.
Yanus mengatakan, pengembangan bandara dengan reklamasi seluas 37,5 hektare laut tersebut telah melalui kajian dan studi yang mendalam, termasuk soal analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Dikatakan pengembangan ini untuk menunjang kebutuhan Bandara Ngurah Rai jangka panjang. Salah satunya untuk menunjang pencapaian target kunjungan wisatawan yang selalu meningkat tiap tahunnya.
“Saya merasa senang karena masyarakat Kuta mendukung pengembangan bandara. Ada sejumlah poin yang perlu kami catat dan kami siapkan, yakni mitigasi bencana abrasi akibat pengembangan bandara ini. Berdasarkan teori dan kajian dari pengembangan bandara ini dampak negatifnya sangat kecil. Dampak itupun kami sudah siap langkah untuk menanganinya,” tutur Yanus.
Dalam pengembangan bandara ini AP I telah melakukan sosialisasi terhadap dua desa adat penyangga lainnya, yaki Desa Adat Tuban dan Kelan. Sedangkan untuk Desa Adat Kuta belum dilakukan. Menurut Yanus, pihaknya sebelumnya telah melayangakan surat untuk melakukan sosialisasi, namun saat itu Bendesa Adat Kuta sedang dalam masa transisi sehingga sosialisasi tak bisa dilakukan.
“Kami akan terus melakukan pemantauan terhadap dampak akibat pengembanagn ini. Para tokoh masyarakat mengatakan dampaknya baru akan kelihatan selama lima tahun ke depan. Kami akan terus memantau,” tandasnya.
Bendesa Adat Kuta Made Wasista mengaku puas dengan telah dilaksanakannya sosialisasi tersebut. Sebab dengan begitu biar tidak terkesan nantinya desa adat seolah-olah tidak tahu menahu dengan perkembangan yang terjadi di bandara.
“Yang terpenting pihak bandara sudah berkomitmen akan menindaklanjuti dampak yang mungkin ditimbulkan oleh reklamasi bandara tersebut. Sebab dampaknya tidak sekarang, tapi dalam beberapa tahun ke depan baru akan terlihat,” ujarnya. *po
1
Komentar