Pangabenan Polisi Korban Tsunami Ditunda
Korban Tewas Bencana Sulawesi Tengah Tembus 1.424 Jiwa
NEGARA, NusaBali
Upacara pangabenan almarhum Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta alias Gus Mais, 32, polisi korban tewas bencana gempa 7,4 SR disertai tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, urung dilaksanakan pada Wraspati Paing Dukut, Kamis (4/10). Pengabenan ditunda dan dijadwalkan ulang, di mana keluarga rencananya akan langsung ngangkid watang ke tempat penguburan jenazah almarhum di Palu.
Meski batal langsungkan pangabenan, namun pihak keluarga almarhum Brigadir IGK Suka Miarta sempat menggelar upacara makingsan ring pertiwi (penguburan) terhadap rantasan (banten serta sejumlah pakaian simbolis arwah almarhum), kemarin pagi. Upacara makingsan ring pertiwi dilaksanakan di Setra Desa Pakraman Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Sebelumnya, simbolis arwah almarhum itu juga merupakan rantasan yang disiapkan keluarga sewaktu melaksanakan prosesi ngulapin di Pantai Yehkuning, Desa Yeh Kuning, Kecamatan Jembrana, Senin (1/10) lalu.
Ayah almarhum, I Gusti Kade Sukadana, 57, mengatakan awalnya pihak keluarga memang berencana langsung melaksanakan pangabenan dengan menggunakan simbolis rantasan, Kamis kemarin. Namun, pengabenan ditunda dan kemarin hanya ritual makingsan ring pertiwi. Pihak keluarga ingin langsung ngangkid watang (lakukan pengambilan tanah) di tempat penguburan jenazah almarhum di Palu.
“Sebenarnya, bisa langsung ngaben hari ini (kemarin). Tapi, kami keluarga ingin biar sekalian lengkap, dengan langsung melakukan pengambilan tanah di tempat penguburan anak kami di Palu. Intinya, kami berusaha yang terbaik untuk pangabenan ini,” jelas IGK Sukadana kepada NusaBali di sela ritual makingsan ring pertiwi di Setra Desa Pakraman Mendoyo Dangin Tukad, Kamis kemarin.
Namun, Sukadana belum bisa memastikan kapan akan melaksanakan ritual ngangkid watang di Palu. Pasalnya, kondisi di Palu pasca gempa dan tsunami, 28 September 2018 sore, belum normal. Karena itu, waktu pangabenan almarhum otomatis juga belum dapat dipastikan.
“Sebenarnya, kalau ngangkid watang lebih baik dengan langsung mengambil tulang belulangnya. Tapi, karena pertimbangan situasi, anak kami tidak bisa dipulangkan, sampai akhirnya dikubur massal di Palu. Jadi, kami rencananya hanya mengambil tanah saja di Palu. Tanah di tempat penguburan itu kami ambil sebagai simbolis untuk dibakar saat palebon (ngaben),” papar Sukadana.
Selain pertimbangan untuk membuatkan upacara pangabenan yang lebih baik, menurut Sukadana, pangabenan melalui prosesi ngangkid watang itu dimaksudkan agar keluarga dapat secara langsung melihat tempat penguburan almarhum IGK Suka Miarta di Palu. Begitu juga sekalian mengurus sejumlah administrasi menyangkut institusi almarhum sebagai anggota kepolisian di Satlantas Polres Palu.
Almarhum IGK Suka Miarta merupakan satu dari 6 polisi asal Bali yang tewas akibat gempa dan tsunami di Sulteng, pekan lalu. Lima (5) polisi lannya yang diduga ikut jadi korban tewas masing-masing I Gusti Ngurah Putu Sudarmana, I Gusti Kadek Sukamiarta, Desak Nyoman Elia Puspitasari, Putu Ayu Lenyaningsih, dan Made Muliastuti. Informasi ini diperoleh NusaBali dari Ketua PHDI Sulteng, I Nengah Wandra.
Almarhum Brigadir IGK Suka Miarta adalah anak bungsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Gusti Kade Sukadana, 57, dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, 63. Korban berada di Palu karena bertugas sebagai polisi. Sejak lulus sebagai anggota Polri dari Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Singaraja tahun 2005, almarhum langsung ditugaskan berdinas di Palu, Sulawesi Tengah.
Korban tewas diterjang tsunami saat menjalankan tugas pengamanan serangkaian acara Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 di Palu, Jumat sore. Almarhum berpulang buat selamanya ketika sedang merencanakan akan menikah dengan gadis pujaanya asal Palu, Ifa, jelang Hari Raya Galungan mendatang. Dia sempat bilang akan menjemput orangtuanya di Jembrana awal Oktober 2018, untuk diajak melamar calon istrinya ke Palu.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan korban tewas akibat gempa dan tsunami di Sulteng mencapai 1.424 orang. Sebanyak 1.407 jenazah di antaranya sudah dimakamkan di kawasan Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.
"Sampai siang ini (kemarin), 1.424 orang meninggal dunia," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dikutip detikcom dalam konferensi pers di Jakarta kemarin. Menurut Sutopo, jumlah korban tewas terbanyak di Palu yakni 1.203 orang. Sedangkan korban tewas terbanyak kedua di Donggala (144 orang), ddisusuli Sigi (64 orang), Parigi Moutong (12 orang), dan di Pasang Kay (1 orang).
Sutopo menyatakan, wilayah Kelurahan Petobo, Palu menjadi salah satu daerah yang terkena dampak paling parah. Bahkan, BNPB mencatat wilayah Petebo yang 'ditelan bumi' luasnya mencapai 180 hektare. "Bangunannya terseret oleh lumpur likuifaksi, kemudian ditenggelamkan dalam area luas 180 hektare. Di permukaan sudah tidak kelihatan," papar Sutopi. Menurut Sutopo, ada 2.050 unit bangunan di Petobo yang rusak. *ode
Meski batal langsungkan pangabenan, namun pihak keluarga almarhum Brigadir IGK Suka Miarta sempat menggelar upacara makingsan ring pertiwi (penguburan) terhadap rantasan (banten serta sejumlah pakaian simbolis arwah almarhum), kemarin pagi. Upacara makingsan ring pertiwi dilaksanakan di Setra Desa Pakraman Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Sebelumnya, simbolis arwah almarhum itu juga merupakan rantasan yang disiapkan keluarga sewaktu melaksanakan prosesi ngulapin di Pantai Yehkuning, Desa Yeh Kuning, Kecamatan Jembrana, Senin (1/10) lalu.
Ayah almarhum, I Gusti Kade Sukadana, 57, mengatakan awalnya pihak keluarga memang berencana langsung melaksanakan pangabenan dengan menggunakan simbolis rantasan, Kamis kemarin. Namun, pengabenan ditunda dan kemarin hanya ritual makingsan ring pertiwi. Pihak keluarga ingin langsung ngangkid watang (lakukan pengambilan tanah) di tempat penguburan jenazah almarhum di Palu.
“Sebenarnya, bisa langsung ngaben hari ini (kemarin). Tapi, kami keluarga ingin biar sekalian lengkap, dengan langsung melakukan pengambilan tanah di tempat penguburan anak kami di Palu. Intinya, kami berusaha yang terbaik untuk pangabenan ini,” jelas IGK Sukadana kepada NusaBali di sela ritual makingsan ring pertiwi di Setra Desa Pakraman Mendoyo Dangin Tukad, Kamis kemarin.
Namun, Sukadana belum bisa memastikan kapan akan melaksanakan ritual ngangkid watang di Palu. Pasalnya, kondisi di Palu pasca gempa dan tsunami, 28 September 2018 sore, belum normal. Karena itu, waktu pangabenan almarhum otomatis juga belum dapat dipastikan.
“Sebenarnya, kalau ngangkid watang lebih baik dengan langsung mengambil tulang belulangnya. Tapi, karena pertimbangan situasi, anak kami tidak bisa dipulangkan, sampai akhirnya dikubur massal di Palu. Jadi, kami rencananya hanya mengambil tanah saja di Palu. Tanah di tempat penguburan itu kami ambil sebagai simbolis untuk dibakar saat palebon (ngaben),” papar Sukadana.
Selain pertimbangan untuk membuatkan upacara pangabenan yang lebih baik, menurut Sukadana, pangabenan melalui prosesi ngangkid watang itu dimaksudkan agar keluarga dapat secara langsung melihat tempat penguburan almarhum IGK Suka Miarta di Palu. Begitu juga sekalian mengurus sejumlah administrasi menyangkut institusi almarhum sebagai anggota kepolisian di Satlantas Polres Palu.
Almarhum IGK Suka Miarta merupakan satu dari 6 polisi asal Bali yang tewas akibat gempa dan tsunami di Sulteng, pekan lalu. Lima (5) polisi lannya yang diduga ikut jadi korban tewas masing-masing I Gusti Ngurah Putu Sudarmana, I Gusti Kadek Sukamiarta, Desak Nyoman Elia Puspitasari, Putu Ayu Lenyaningsih, dan Made Muliastuti. Informasi ini diperoleh NusaBali dari Ketua PHDI Sulteng, I Nengah Wandra.
Almarhum Brigadir IGK Suka Miarta adalah anak bungsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Gusti Kade Sukadana, 57, dan I Gusti Ayu Kade Miliasih, 63. Korban berada di Palu karena bertugas sebagai polisi. Sejak lulus sebagai anggota Polri dari Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Singaraja tahun 2005, almarhum langsung ditugaskan berdinas di Palu, Sulawesi Tengah.
Korban tewas diterjang tsunami saat menjalankan tugas pengamanan serangkaian acara Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 di Palu, Jumat sore. Almarhum berpulang buat selamanya ketika sedang merencanakan akan menikah dengan gadis pujaanya asal Palu, Ifa, jelang Hari Raya Galungan mendatang. Dia sempat bilang akan menjemput orangtuanya di Jembrana awal Oktober 2018, untuk diajak melamar calon istrinya ke Palu.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan korban tewas akibat gempa dan tsunami di Sulteng mencapai 1.424 orang. Sebanyak 1.407 jenazah di antaranya sudah dimakamkan di kawasan Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.
"Sampai siang ini (kemarin), 1.424 orang meninggal dunia," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dikutip detikcom dalam konferensi pers di Jakarta kemarin. Menurut Sutopo, jumlah korban tewas terbanyak di Palu yakni 1.203 orang. Sedangkan korban tewas terbanyak kedua di Donggala (144 orang), ddisusuli Sigi (64 orang), Parigi Moutong (12 orang), dan di Pasang Kay (1 orang).
Sutopo menyatakan, wilayah Kelurahan Petobo, Palu menjadi salah satu daerah yang terkena dampak paling parah. Bahkan, BNPB mencatat wilayah Petebo yang 'ditelan bumi' luasnya mencapai 180 hektare. "Bangunannya terseret oleh lumpur likuifaksi, kemudian ditenggelamkan dalam area luas 180 hektare. Di permukaan sudah tidak kelihatan," papar Sutopi. Menurut Sutopo, ada 2.050 unit bangunan di Petobo yang rusak. *ode
Komentar