Tangis Bahagia Syaiful Bertemu Sang Ibu
Berjibaku Membalik Mayat Bergelimpangan
PALU, NusaBali
"Naiklah Kau, Ipul! Anak dan istriku sudah hilang. Jangan kau cari siapa-siapa lagi di bawah!" suara keras seorang lelaki mengingatkan M Syaiful (24), warga Jalan Abadi Kota Palu. Itu adalah suara pamannya, Awaludin. Namun Syaiful tak menghiraukan permintaan itu, ia tetap pada pendiriannya untuk mencari Julaeha, ibu kandungnya.
Syaiful bertutur, dalam kondisi temaram, tidak ada lampu menyala, Jumat (28/9) malam itu, dia menyusuri Pantai Talise yang sudah porak poranda. Bangunan tinggal puing-puing, mayat bergelimpangan di mana-mana. Dia tak kenal lelah membalikkan semua mayat yang membujur di sepanjang pantai. Siapa tahu di antara mereka yang terbujur ini ia mengenali wajah teduh ibunya.
"Banyak sekali suara minta tolong dan mengerang kesakitan, saya tidak tahu yang mana yang bersuara karena kondisi saat itu remang-remang," tutur Syaiful, Kamis (4/10).
Dia terus mencari ibunya di antara jasad yang berserakan bercampur sampah dan puing seusai tsunami besar menghantam Palu. Kekuatan energi tsunami ini telah meluluhlantakkan bangunan yang ada di pinggir pantai. Semuanya roboh didorong kekuatan air yang datang dalam bentuk gelombang yang sangat kuat.
Gedung dan permukiman warga di sepanjang pantai pun rusak berat, bahkan ada yang sudah seperti lapangan, tidak menyisakan apa pun.
Sore itu, Syaiful menyangka ibunya berangkat melihat keramaian Festival Pesona Palu Nomoni yang digelar Pemerintah Kota Palu di Pantai Talise. Kegiatan ini dikemas menarik karena dijadikan agenda pariwisata. Salah satu daya tariknya adalah pelaksanaan ritual tradisi masyarakat Kaili. Namun kemeriahan ini tidak pernah terjadi, gempa dahsyat 7,4 M telah menghentikan semuanya.
"Dalam keremangan malam, saya memperkirakan ada 200 lebih mayat berserakan di pantai," ungkap mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako ini seperti dilansir kompas.
Menurut dia, gelombang tsunami datang 2 kali. Gelombang yang pertama belum memberi efek yang besar. Pada saat datang gelombang kedua inilah yang membuat semua runtuh dan musnah.
Tak ada satu wajah pun yang dikenali Syaiful sebagai ibunya. Hatinya mulai kecut, karena di permukaan laut banyak mayat yang mengambang. Apakah salah satunya itu adalah jasad ibunya?
Pertanyaan ini segera dibuang jauh-jauh, ia yakin ibunya masih selamat tapi belum ditemukan. Setelah agak larut ia menuju pekuburan Islam, tempat berkumpulnya orang yang selamat dari amukan gelombang tsunami.
Malam itu juga, Syaiful mendapati ibunya sedang duduk terkulai lemah, wajahnya masih menyiratkan ketakutan yang dalam. Namun saat mata mereka saling tatap dan mengenali, dipeluklah ibunya erat-erat. Wanita itu adalah Julaeha, ibunya yang selamat dari hantaman gelombang tsunami.
Di pekuburan ini juga ditemukan kakak dan adik Syaiful. Awaludin, paman Syaiful yang mencari istri dan anaknya pun mendapati keduanya selamat. Istri bersama anaknya yang baru berumur 9 bulan ini ditemukan di pekuburan Islam juga dalam kondisi sehat. Tangis bahagia pun mengalir dari mata mereka. *
Syaiful bertutur, dalam kondisi temaram, tidak ada lampu menyala, Jumat (28/9) malam itu, dia menyusuri Pantai Talise yang sudah porak poranda. Bangunan tinggal puing-puing, mayat bergelimpangan di mana-mana. Dia tak kenal lelah membalikkan semua mayat yang membujur di sepanjang pantai. Siapa tahu di antara mereka yang terbujur ini ia mengenali wajah teduh ibunya.
"Banyak sekali suara minta tolong dan mengerang kesakitan, saya tidak tahu yang mana yang bersuara karena kondisi saat itu remang-remang," tutur Syaiful, Kamis (4/10).
Dia terus mencari ibunya di antara jasad yang berserakan bercampur sampah dan puing seusai tsunami besar menghantam Palu. Kekuatan energi tsunami ini telah meluluhlantakkan bangunan yang ada di pinggir pantai. Semuanya roboh didorong kekuatan air yang datang dalam bentuk gelombang yang sangat kuat.
Gedung dan permukiman warga di sepanjang pantai pun rusak berat, bahkan ada yang sudah seperti lapangan, tidak menyisakan apa pun.
Sore itu, Syaiful menyangka ibunya berangkat melihat keramaian Festival Pesona Palu Nomoni yang digelar Pemerintah Kota Palu di Pantai Talise. Kegiatan ini dikemas menarik karena dijadikan agenda pariwisata. Salah satu daya tariknya adalah pelaksanaan ritual tradisi masyarakat Kaili. Namun kemeriahan ini tidak pernah terjadi, gempa dahsyat 7,4 M telah menghentikan semuanya.
"Dalam keremangan malam, saya memperkirakan ada 200 lebih mayat berserakan di pantai," ungkap mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako ini seperti dilansir kompas.
Menurut dia, gelombang tsunami datang 2 kali. Gelombang yang pertama belum memberi efek yang besar. Pada saat datang gelombang kedua inilah yang membuat semua runtuh dan musnah.
Tak ada satu wajah pun yang dikenali Syaiful sebagai ibunya. Hatinya mulai kecut, karena di permukaan laut banyak mayat yang mengambang. Apakah salah satunya itu adalah jasad ibunya?
Pertanyaan ini segera dibuang jauh-jauh, ia yakin ibunya masih selamat tapi belum ditemukan. Setelah agak larut ia menuju pekuburan Islam, tempat berkumpulnya orang yang selamat dari amukan gelombang tsunami.
Malam itu juga, Syaiful mendapati ibunya sedang duduk terkulai lemah, wajahnya masih menyiratkan ketakutan yang dalam. Namun saat mata mereka saling tatap dan mengenali, dipeluklah ibunya erat-erat. Wanita itu adalah Julaeha, ibunya yang selamat dari hantaman gelombang tsunami.
Di pekuburan ini juga ditemukan kakak dan adik Syaiful. Awaludin, paman Syaiful yang mencari istri dan anaknya pun mendapati keduanya selamat. Istri bersama anaknya yang baru berumur 9 bulan ini ditemukan di pekuburan Islam juga dalam kondisi sehat. Tangis bahagia pun mengalir dari mata mereka. *
1
Komentar