Ratusan Sulinggih Iringi Pada Yatra, Lantunkan 3 Doa Utama
Tiga doa utama yang dimohonkan, pertama, keselamatan manusia dan alam semesta. Kedua, doa untuk korban bencana di Lombok, Donggala, dan Palu. Ketiga. Ketiga, diberikan pemimpin yang mampu menjaga kedamaian, amanat, bakti pada agamanya, dan setia pada negaranya.
Gema Perdamaian XVI Ajak Bertoleransi dan Cerdas Hadapi Hoax
DENPASAR, NusaBali
Ratusan para suci, pendeta, biksu, ulama, serta ribuan masyarakat lintas agama, etnis, suku, ras, dan profesi mengikuti Pada Yatra Gema Perdamaian XVI di sisi timur Monumen Perjuangan Rakyat Bali Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (6/10) sore sekitar pukul 17.00 Wita. Mereka menyambut gembira kesadaran untuk mengupayakan kedamaian dalam perbedaan.
Lebih dari 3 ribu orang datang meramaikan acara ini. Sekitar pukul 17.30 Wita, dari berbagai lintas agama, suku, ras, dan profesi melakukan prosesi Pada Yatra, semacam long march mengelilingi setengah Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala Denpasar. Adapun yang terlibat dalam Pada Yatra tersebut diawali kesenian dari SMKN 3 Sukawati, para orang suci, sulinggih, pemangku, kemudian diikuti dengan mahasiswa yang membawa bendera merah putih. Iring-iringan juga diramaikan dengan kostum nusantara dan Perkumpulan Rumpun Banyumasan di Bali. Semuanya melebur menjadi satu.
Sejak dilaksanakan tahun 2003, Gema Perdamaian dari tahun ke tahun selalu rutin digelar. Gema Perdamaian ini sebagai gerakan kesadaran seluruh komponen masyarakat Bali tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, budaya, dan adat istiadat.
“Gerakan ini bukan milik satu kalangan tertentu, melainkan seluruh komponen masyarakat Bali memiliki gerakan ini. Ibarat pelangi, akan indah dengan berbeda warna. Kadang satu warna saja seperti petir, itu menyeramkan. Tinggal kita yang memilih, mau menjadi pelangi atau petir,” ujar Ketua Panitia Gema Perdamaian Kadek Adnyana saat menyampaikan laporannya.
Menurutnya, Gema Perdamaian juga diharapkan bisa menjadi kegiatan edukatif untuk memerangi hoax yang belakangan ini marak terjadi seiring bebasnya masyarakat bermedia sosial. Untuk menciptakan kedamaian itu memerlukan upaya keras dan kesadaran masing-masing.
“Damai itu indah, damai itu upaya. Kita harus mengupayakan kedamaian itu di tengah hidup kita yang banyak sekali memiliki perbedaan. Selain itu, damai itu sangat perlu untuk mengikis hoax,” katanya.
Gubernur Bali yang diwakili Karo Kesra Setda Provinsi Bali AA Gede Griya menyampaikan, kedamaian di Bali memberikan contoh konsep Wasudewam Kutumbakam, kita semua adalah saudara. Konsep ini merupakan aktualisasi nilai-nilai kemanusiaan yang universal. “Dasar ini harus dijadikan tujuan utama Gema Perdamaian yang dilaksanakan pada hari ini (kemarin),” katanya.
Gema Perdamaian XVI semakin malam semakin khidmat. Perayaan toleransi di Bali itu ditutup dengan penyalaan obor perdamaian dan lantunan doa. Para orang suci dari berbagai lintas agama berkumpul dan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk keselamatan manusia dan alam semesta. Ada tiga doa utama yang dimohonkan kepada Tuhan. Pertama, keselamatan manusia dan alam semesta. Kedua, doa untuk korban bencana di Lombok (Nusa Tenggara Barat), Donggala dan Palu (Sulawesi Tengah). Ketiga, doa diberikan pemimpin yang mampu menjaga kedamaian, amanat, bakti pada agamanya, dan setia pada negaranya.
“Melalui doa yang kita panjatkan bersama-sama, semoga vibrasi positif, pikiran baik datang dari segala penjuru. Dan kedamaian selalu ada bersama kita,” ujar Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Indonesia Ida Pangelingsir Putra Sukahet. *mi, ind
Komentar