Lifter Difabel Nengah Widiasih Persembahkan Perak
Disupport Langsung Keluarga dari Karangasem di Asian Para Games
JAKARTA, NusaBali
Lifter difabel angkat berat asal Bali, Ni Nengah Widiasih, 29, berhasil mempersembahkan medali perak bagi kontingen Indonesia dalam pesta olahraga Asian Para Games (APG) 2018 di Jakarta, Minggu (7/10). Dalam pertandingan yang digelar di Balai Sudirman Jakarta Selatan itu, Nengah Widiasih sabet medali perak kelas 41 kg putri, dengan angkatan 97 kg.
Nengah Widiasih gagal meraih medali emas, setelah diungguli lifter difabel asal China, Zhe Cui, yang jawara dengan angkatan 100 kg. Sejak awal laga kemarin, Widiasih selalu menempel ketat perolehan skor lifter China tersebut. Bahkan, Widiasih sempat unggul saat angkatan pertama. Kala itu, Widiasih langsung melakukan angkatan seberat 97 kg, sementara Zhe Cui dengan angkatan 96 kg.
Pada kesempatan kedua, Zhe Cui menaikan angkatannya menjadi 100 kg, sementara Widiasih dengan angkatan 101 kg. Namun, mereka sama-sama gagal. Pada kesempatan ketiga, Zhe Cui berhasil melakukan angkatan seberat 100 kg. Sayangnya, Widiasih tetap gagal melakukan angkatans seberat 101 kg di kesempatan ketiga. Alhasil, Widiasih harus puas cuma kebagian medali perak. Dia mengguli lifter Syria, Noura Baddour, yang sabet perunggu dengan angkatan 91 kg.
Widiasih merasa kecewa dengan prestasinya di Asian Para Games 2018 ini. Pasalnya, lifter difabel asal Banjar Bukit, Desa Sukadana, Ke-camatan Kubu, Karangasem ini sudah berjuang maksimal. Bahkan, Widiasih sempat menjalani diet selama tiga minggu agar bisa turun di kelas 41 kg.
"Angkatan kedua dan ketiga saya didiskualifikasi. Padahal, saya sudah percaya diri bisa melebihi angkatan atlet China itu. Tapi, keputusan wasit seperti itu, saya harus menghormati keputusan wasit. Semoga ke depan saya lebih baik lagi. Saya akan memperbaiki teknik dan terus berlatih," tutur Widiasih kepada NusaBali seusai pengalungan medali, Minggu kemarin.
Mehurut Widiasih, saat try out ke Jepang, 14 September 2018 lalu, dirinya turun di kelas 45 kg. Namun, saat Asian Para Games 2018 di Jakarta, Widiasih pilih turun di kelas 41 kg, dengan konsekuensi harus diet. Selain karena spesialiasinya di kelas 41 kg, Widiasih juga merasa peluang raih medali emas lebih terbuka. Sebaliknya, di kelas 45 kg ada lifter China yang pemegang rekor dunia.
“Nah, di kelas 41 kg ini, peluang meraih medali emas lebih terbuka, fifty-fifty Sayang, di angkatan kedua dan ketiga, saya gagal sehingga harus puas dengan medali perak,” ujar anak kedua dari empat bersaudara keluarga pasangan I Made Gambar dan Ni Luh Bingin ini.
Kendati gagal sabet emas, Widiasih cukup bersyukur dan bangga dengan medali peraknya. Apalagi, Widiasih praktis menjadi atlet difabel asal Bali pertama yang sabet medali dalam ajang Asian Para Games di Jakarta, 6-14 Oktober 2018 ini.
"Terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia atas dukungannya. Maaf saya belum bisa mempersembahkan medali emas. Ini merupakan hasil terbaik yang diberikan Tuhan kepada saya. Maka, saya tetap bersyukur dengan hasil ini," sergah lifter difabel kelahiran 12 Desember 1989 ini.
Widiasih juga cukup bahagia, karena berhasil sabet medali perak dengan disasikan langsung sejumah keluarganya yang khusus datang ke Jakarta, Minggu kemarin. Mereka yang datang menyaksikan pertandingan kemarin adalah kedua orangtuanya, Made Gambar dan Luh Bingin, sang kakak Gede Suantaka, keda adiknya yakni Komang Witawan Putra dan Ketut Rupawan, serta pamannya, Nengah Ariawan. Keluarga dari Karangasem ini tiba di Jakarta, Sabtu (6/10) lalu. Merekalah yang aktif memberikan dukungan kepada Widiasih dari tribun penonton.
Ibunda Widiasih, Luh Bingin, mengaku bersyukur putrinya bisa persembahkan medali perak bat kontingen Indonesia. "Meski hanya mendapat perak, kami tetap senang dengan raihan prestasi yang dicapai Widiasih," ujar Luh Bingin.
"Selisih angkatannya dengan atlet China yang raih emas, hanya 1 kg. Ini menunjukkan persaingan ketat. Jika angkatan kedua dan ketiganya tidak goyang, peluang Widiasih mendapat medali emas sangat besar. Tapi, kami tetap senang dengan hasil yang didapatnya," sambung kakak dari Widiasih, Gede Suantaka, kepada NusaBali. *k22
Lifter difabel angkat berat asal Bali, Ni Nengah Widiasih, 29, berhasil mempersembahkan medali perak bagi kontingen Indonesia dalam pesta olahraga Asian Para Games (APG) 2018 di Jakarta, Minggu (7/10). Dalam pertandingan yang digelar di Balai Sudirman Jakarta Selatan itu, Nengah Widiasih sabet medali perak kelas 41 kg putri, dengan angkatan 97 kg.
Nengah Widiasih gagal meraih medali emas, setelah diungguli lifter difabel asal China, Zhe Cui, yang jawara dengan angkatan 100 kg. Sejak awal laga kemarin, Widiasih selalu menempel ketat perolehan skor lifter China tersebut. Bahkan, Widiasih sempat unggul saat angkatan pertama. Kala itu, Widiasih langsung melakukan angkatan seberat 97 kg, sementara Zhe Cui dengan angkatan 96 kg.
Pada kesempatan kedua, Zhe Cui menaikan angkatannya menjadi 100 kg, sementara Widiasih dengan angkatan 101 kg. Namun, mereka sama-sama gagal. Pada kesempatan ketiga, Zhe Cui berhasil melakukan angkatan seberat 100 kg. Sayangnya, Widiasih tetap gagal melakukan angkatans seberat 101 kg di kesempatan ketiga. Alhasil, Widiasih harus puas cuma kebagian medali perak. Dia mengguli lifter Syria, Noura Baddour, yang sabet perunggu dengan angkatan 91 kg.
Widiasih merasa kecewa dengan prestasinya di Asian Para Games 2018 ini. Pasalnya, lifter difabel asal Banjar Bukit, Desa Sukadana, Ke-camatan Kubu, Karangasem ini sudah berjuang maksimal. Bahkan, Widiasih sempat menjalani diet selama tiga minggu agar bisa turun di kelas 41 kg.
"Angkatan kedua dan ketiga saya didiskualifikasi. Padahal, saya sudah percaya diri bisa melebihi angkatan atlet China itu. Tapi, keputusan wasit seperti itu, saya harus menghormati keputusan wasit. Semoga ke depan saya lebih baik lagi. Saya akan memperbaiki teknik dan terus berlatih," tutur Widiasih kepada NusaBali seusai pengalungan medali, Minggu kemarin.
Mehurut Widiasih, saat try out ke Jepang, 14 September 2018 lalu, dirinya turun di kelas 45 kg. Namun, saat Asian Para Games 2018 di Jakarta, Widiasih pilih turun di kelas 41 kg, dengan konsekuensi harus diet. Selain karena spesialiasinya di kelas 41 kg, Widiasih juga merasa peluang raih medali emas lebih terbuka. Sebaliknya, di kelas 45 kg ada lifter China yang pemegang rekor dunia.
“Nah, di kelas 41 kg ini, peluang meraih medali emas lebih terbuka, fifty-fifty Sayang, di angkatan kedua dan ketiga, saya gagal sehingga harus puas dengan medali perak,” ujar anak kedua dari empat bersaudara keluarga pasangan I Made Gambar dan Ni Luh Bingin ini.
Kendati gagal sabet emas, Widiasih cukup bersyukur dan bangga dengan medali peraknya. Apalagi, Widiasih praktis menjadi atlet difabel asal Bali pertama yang sabet medali dalam ajang Asian Para Games di Jakarta, 6-14 Oktober 2018 ini.
"Terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia atas dukungannya. Maaf saya belum bisa mempersembahkan medali emas. Ini merupakan hasil terbaik yang diberikan Tuhan kepada saya. Maka, saya tetap bersyukur dengan hasil ini," sergah lifter difabel kelahiran 12 Desember 1989 ini.
Widiasih juga cukup bahagia, karena berhasil sabet medali perak dengan disasikan langsung sejumah keluarganya yang khusus datang ke Jakarta, Minggu kemarin. Mereka yang datang menyaksikan pertandingan kemarin adalah kedua orangtuanya, Made Gambar dan Luh Bingin, sang kakak Gede Suantaka, keda adiknya yakni Komang Witawan Putra dan Ketut Rupawan, serta pamannya, Nengah Ariawan. Keluarga dari Karangasem ini tiba di Jakarta, Sabtu (6/10) lalu. Merekalah yang aktif memberikan dukungan kepada Widiasih dari tribun penonton.
Ibunda Widiasih, Luh Bingin, mengaku bersyukur putrinya bisa persembahkan medali perak bat kontingen Indonesia. "Meski hanya mendapat perak, kami tetap senang dengan raihan prestasi yang dicapai Widiasih," ujar Luh Bingin.
"Selisih angkatannya dengan atlet China yang raih emas, hanya 1 kg. Ini menunjukkan persaingan ketat. Jika angkatan kedua dan ketiganya tidak goyang, peluang Widiasih mendapat medali emas sangat besar. Tapi, kami tetap senang dengan hasil yang didapatnya," sambung kakak dari Widiasih, Gede Suantaka, kepada NusaBali. *k22
1
Komentar