Gong Nolin Krisis Regenerasi
Gambelan Gong Nolin di Banjar Mincidan, Desa Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung, merupakan salah satu kesenian yang direkonstruksi Pemkab Klungkung tahun 2017.
SEMARAPURA, NusaBali
Kini Gong Nolin semarak dipentaskan melalui wadah Sekaa Gong Nolin Suwarga Suwari, Banjar Mincidan. Dari 11 orang anggota sekaa gong ini, rata-rata sudah dewasa bahkan ada yang sudah lanjut usia.
Animo generasi muda bergabung sekaa untuk mempelari Gong Nolin masih sangat minim bahkan sejauh ini belum ada. “Anak-anak lebih tertarik dengan musik modern,” ujar Kelian Sekaa Gong Nolin Suwarga Suwari, Banjar Mincidan, Putu Ariyasa kepada NusaBali, saat ditemui pentas di Banjar Mincidan, Rabu (10/10).
Karena Gong Nolin baru direkonstruksi tahun 2017 menjelang Pesta Kesenian Bali (PKB), maka diharapkan ke depannya anak-anak muda tertarik untuk mempelajari.
Terlebih belakangan ini Gong Nolin di Banjar Micidan, kian dikenal di masyarakat. Karena selain adanya promosi dari pemerintah, juga sering diposting lewat media sosial (medsos). Bahkan dalam waktu dekat ini akan pentas di wilayah Badung dan Tabanan. “Kami sudah mendapat undangan untuk pentas di kedua kabupaten tersebut,” imbuhnya.
Gong Nolin mulanya berkembang di Banjar Mincidan, Desa Sulang, sekitar tahun 1948 silam. Para panglingsir (tetua) di banjar setempat menyebut alat musik manolin diaopsi dari Cina. Setelah berkembang dan membudaya di masyarakat akhirnya dikolaborasikan dengan alat musik tradisional, seperti kendang, tawa-tawa, dan lainnya.
Ketika itu keberadaan Gong Nolin berkembang pesat di Banjar Mincidan, bahkan dari 60 kepala keluarga (KK) rata-rata setiap rumah memiliki Gong Nolin. Alat musik ini kerap dimainkan oleh warga saat mereka pulang dari sawah, mengisi acara hiburan, termasuk digunakan mengiringi upacara piodalan di pura dan prosesi upacara pewiwahan. “Gamelan Gong Nolin ini menggunakan lelambatan ilu, jadi bisa untuk mengiringi upacara yadnya,” ujarnya.*wan
Kini Gong Nolin semarak dipentaskan melalui wadah Sekaa Gong Nolin Suwarga Suwari, Banjar Mincidan. Dari 11 orang anggota sekaa gong ini, rata-rata sudah dewasa bahkan ada yang sudah lanjut usia.
Animo generasi muda bergabung sekaa untuk mempelari Gong Nolin masih sangat minim bahkan sejauh ini belum ada. “Anak-anak lebih tertarik dengan musik modern,” ujar Kelian Sekaa Gong Nolin Suwarga Suwari, Banjar Mincidan, Putu Ariyasa kepada NusaBali, saat ditemui pentas di Banjar Mincidan, Rabu (10/10).
Karena Gong Nolin baru direkonstruksi tahun 2017 menjelang Pesta Kesenian Bali (PKB), maka diharapkan ke depannya anak-anak muda tertarik untuk mempelajari.
Terlebih belakangan ini Gong Nolin di Banjar Micidan, kian dikenal di masyarakat. Karena selain adanya promosi dari pemerintah, juga sering diposting lewat media sosial (medsos). Bahkan dalam waktu dekat ini akan pentas di wilayah Badung dan Tabanan. “Kami sudah mendapat undangan untuk pentas di kedua kabupaten tersebut,” imbuhnya.
Gong Nolin mulanya berkembang di Banjar Mincidan, Desa Sulang, sekitar tahun 1948 silam. Para panglingsir (tetua) di banjar setempat menyebut alat musik manolin diaopsi dari Cina. Setelah berkembang dan membudaya di masyarakat akhirnya dikolaborasikan dengan alat musik tradisional, seperti kendang, tawa-tawa, dan lainnya.
Ketika itu keberadaan Gong Nolin berkembang pesat di Banjar Mincidan, bahkan dari 60 kepala keluarga (KK) rata-rata setiap rumah memiliki Gong Nolin. Alat musik ini kerap dimainkan oleh warga saat mereka pulang dari sawah, mengisi acara hiburan, termasuk digunakan mengiringi upacara piodalan di pura dan prosesi upacara pewiwahan. “Gamelan Gong Nolin ini menggunakan lelambatan ilu, jadi bisa untuk mengiringi upacara yadnya,” ujarnya.*wan
1
Komentar