Sekolah Dilarang Pungut Iuran saat Piodalan dan Saraswati
Dana BOS Bukan untuk Pembelian Banten, Melainkan Bahan Banten
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng mewanti-wanti seluruh sekolah di Buleleng untuk tidak memungut iuran kepada siswa, untuk menghindari pungutan liar (pungli). Terutama saat pelaksanaan piodalan sekolah yang memerlukan sarana upacara yang lebih besar.
Kepala Disdikpora Buleleng, Gede Suyasa, Jumat (12/10) kemarin menjelaskan, iuran selain dilarang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga tidak ada dalam juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sehingga Kasek dan guru di sekolah diharapkan memahami dengan tepat dan benar penggunakaan anggaran dari BOS.
“Memang ini membingungkan Kasek. Apalagi di Bali, setiap hari, purnama tilem dan juga Saraswati yang merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan wajib menghaturkan banten yang lebih besar. Sedangkan juknis BOS tidak ada untuk pengadaan banten karena dibuat secara nasional,” kata dia.
Dengan kenyataan itu Suyasa pun menjelaskan jika pengadaan dan pembuatan banten dan sarana upacara itu dapat mengambil BOS, tanpa memungut iuran. Menurutnya pembuatan banten merupakan aspek muatan lokal yang juga harus diperhatikan dalam pendidikan. Seluruh biaya pembuatan banten itu dapat dianggarkan dengan cara pengadaan bahan banten, bukan biaya pembelian banten.
Hal itu ditegaskan oleh Suyasa hampir sama dengan pembelajaran muatan lokal, seperti belajar membuat anyaman yang bahan keterampilanya disediakan sekolah dengan dana BOS. “Pengadaannya jangan pembelian banten, jelas tidak ada dalam juknis BOS, tetapi pengadaan bahan pembuatan banten, karena itu merupakan pendidikan muatan lokal dan itu ada dalam juknis BOS,” tegasnya.
Dengan begitu, siswa dan guru juga lebih aktif untuk bersama mengerjakan proses pembuatan banten untuk piodalan dan Saraswati. Bahkan ia pun mengatakan pihak sekolah bisa mendatangkan ahli banten yang kompeten dari luar dan dibayarkan honornya dari BOS. Terkait hal itu pihaknya pun menjamin hal itu tak masuk dalam pungli dan menyalahi aturan BPK. Suyasa juga mengaku sebelumnya sudah sempat mendiskusikan masalah itu kepada supervisor dari auditor BPK pusat. Sepanjang seluruh kegiatan itu atas sepengetahuan komite sekolah dan masuk dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Sementara itu hal lainnya yang dijamin tak masuk pungli adalah sumbangan dan bantuan atas kesepatakan dan persetujuan dari orangtua, guru dan juga komite. Bantuan dan sumbangan dengan jumlah berapapun masih dibenarkan karena diberikan dengan keikhlasan untuk bersama membangun sekolah. Hal itu pun disebut jauh dari pungli yang bersifat memaksa, menentukan besarand an waktu, serta tak masuk dalam program kerja. “Ini yang harus dipahami kases, sehingga tidak ketakutan lagi, sehingga memilih pasih. Yang rugi sekolah sendiri karena kurang kreatif,” tegasnya. *k23
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng mewanti-wanti seluruh sekolah di Buleleng untuk tidak memungut iuran kepada siswa, untuk menghindari pungutan liar (pungli). Terutama saat pelaksanaan piodalan sekolah yang memerlukan sarana upacara yang lebih besar.
Kepala Disdikpora Buleleng, Gede Suyasa, Jumat (12/10) kemarin menjelaskan, iuran selain dilarang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga tidak ada dalam juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sehingga Kasek dan guru di sekolah diharapkan memahami dengan tepat dan benar penggunakaan anggaran dari BOS.
“Memang ini membingungkan Kasek. Apalagi di Bali, setiap hari, purnama tilem dan juga Saraswati yang merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan wajib menghaturkan banten yang lebih besar. Sedangkan juknis BOS tidak ada untuk pengadaan banten karena dibuat secara nasional,” kata dia.
Dengan kenyataan itu Suyasa pun menjelaskan jika pengadaan dan pembuatan banten dan sarana upacara itu dapat mengambil BOS, tanpa memungut iuran. Menurutnya pembuatan banten merupakan aspek muatan lokal yang juga harus diperhatikan dalam pendidikan. Seluruh biaya pembuatan banten itu dapat dianggarkan dengan cara pengadaan bahan banten, bukan biaya pembelian banten.
Hal itu ditegaskan oleh Suyasa hampir sama dengan pembelajaran muatan lokal, seperti belajar membuat anyaman yang bahan keterampilanya disediakan sekolah dengan dana BOS. “Pengadaannya jangan pembelian banten, jelas tidak ada dalam juknis BOS, tetapi pengadaan bahan pembuatan banten, karena itu merupakan pendidikan muatan lokal dan itu ada dalam juknis BOS,” tegasnya.
Dengan begitu, siswa dan guru juga lebih aktif untuk bersama mengerjakan proses pembuatan banten untuk piodalan dan Saraswati. Bahkan ia pun mengatakan pihak sekolah bisa mendatangkan ahli banten yang kompeten dari luar dan dibayarkan honornya dari BOS. Terkait hal itu pihaknya pun menjamin hal itu tak masuk dalam pungli dan menyalahi aturan BPK. Suyasa juga mengaku sebelumnya sudah sempat mendiskusikan masalah itu kepada supervisor dari auditor BPK pusat. Sepanjang seluruh kegiatan itu atas sepengetahuan komite sekolah dan masuk dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Sementara itu hal lainnya yang dijamin tak masuk pungli adalah sumbangan dan bantuan atas kesepatakan dan persetujuan dari orangtua, guru dan juga komite. Bantuan dan sumbangan dengan jumlah berapapun masih dibenarkan karena diberikan dengan keikhlasan untuk bersama membangun sekolah. Hal itu pun disebut jauh dari pungli yang bersifat memaksa, menentukan besarand an waktu, serta tak masuk dalam program kerja. “Ini yang harus dipahami kases, sehingga tidak ketakutan lagi, sehingga memilih pasih. Yang rugi sekolah sendiri karena kurang kreatif,” tegasnya. *k23
Komentar