OTT di Bekasi Diduga Terkait Proyek Meikarta
Sita Rp 1,5 miliar, KPK yakin pemberian uang tersebut bukan pertama kali
JAKARTA, NusaBali
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menangkap pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (14/10). KPK menduga telah terjadi transaksi suap kepada penyelenggara negara terkait perizinan proyek Meikarta yang digarap salah satu perusahaan pengembang properti. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menemukan uang senilai lebih dari Rp 1,5 miliar yang diduga sebagai barang bukti suap. Sebanyak Rp 1 miliar dalam mata uang dolar Singapura, sedangkan Rp 500 juta berbentuk rupiah.
"Ya (Meikarta). Kami menduga ada transaksi terkait proses perizinan properti di Bekasi," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat dikonfirmasi, Senin (15/10) seperti dilansir kompas. Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (15/10) mengatakan KPK menduga pemberian uang tersebut bukan yang pertama kalinya. Pejabat Pemkab Bekasi diduga sudah menerima pemberian sebelumnya.
Hingga saat ini, KPK telah menangkap 10 orang yang terdiri dari unsur pejabat dan pegawai negeri sipil, serta pihak swasta dari Surabaya. Saat ini, sepuluh orang tersebut sedang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. "KPK terus memperdalam keterlibatan masing-masing pihak terkait proses perizinan properti di Bekasi tersebut. Kami menduga pemberian ini bukanlah yang pertama," sambungnya.
Sementara itu, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin mengaku tak tahu-menahu kasus terkait OTT KPK. Dia hanya menyebut ajudannya sempat menghubungi Kadis PUPR Bekasi pasca-OTT KPK tapi telepon selulernya tak aktif.
"Ajudan saya sempat menghubungi, tapi nggak nyambung," kata Neneng kepada wartawan di Pemkab Bekasi, Cikarang seperti dilansir detik.
Neneng mengaku sudah sejak lama memperingatkan aparatnya agar menghindari praktik ilegal seputar perizinan proyek. Begitu pula terhadap para pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat yang ditangkap KPK kemarin.
Neneng mengklaim sudah mewanti-wanti khusus kepada sedikitnya dua pejabat di Dinas PUPR, yaitu Kepala Seksi Bidang Tata Ruang dan Kepala Bidang Tata Ruang.
Selain itu, kata Neneng, perihal penangkapan oleh KPK kepada jajaran di bawahnya sama sekali tidak diketahuinya. Karena saat kejadian itu dia bersama keluarga berada di rumah. "Saya demi Allah nggak tahu," ujar Neneng.
Bahkan mengenai penyegelan ruang kerja Dinas PUPR, Neneng mengaku baru memercayai setelah sejumlah pejabat Dinas, termasuk Sekretaris Daerah, mengonfirmasinya. Sebab kejadian itu tidak ada yang mengetahui. "Saya ditelepon Pak Sekda, memberitahu katanya ada penggeledahan. Sudah begitu saja informasi yang saya dapat," katanya dilansir vivanews.
Menyangkut soal pelayanan, Neneng masih bingung untuk mengomentarinya. Sebab kondisi itu memengaruhi kinerja para pegawai di Dinas PUPR. "Pastinya harus berjalan normal. Tapi kondisinya seperti ini, mau bagaimana lagi," katanya. *
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menangkap pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (14/10). KPK menduga telah terjadi transaksi suap kepada penyelenggara negara terkait perizinan proyek Meikarta yang digarap salah satu perusahaan pengembang properti. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menemukan uang senilai lebih dari Rp 1,5 miliar yang diduga sebagai barang bukti suap. Sebanyak Rp 1 miliar dalam mata uang dolar Singapura, sedangkan Rp 500 juta berbentuk rupiah.
"Ya (Meikarta). Kami menduga ada transaksi terkait proses perizinan properti di Bekasi," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat dikonfirmasi, Senin (15/10) seperti dilansir kompas. Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (15/10) mengatakan KPK menduga pemberian uang tersebut bukan yang pertama kalinya. Pejabat Pemkab Bekasi diduga sudah menerima pemberian sebelumnya.
Hingga saat ini, KPK telah menangkap 10 orang yang terdiri dari unsur pejabat dan pegawai negeri sipil, serta pihak swasta dari Surabaya. Saat ini, sepuluh orang tersebut sedang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. "KPK terus memperdalam keterlibatan masing-masing pihak terkait proses perizinan properti di Bekasi tersebut. Kami menduga pemberian ini bukanlah yang pertama," sambungnya.
Sementara itu, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin mengaku tak tahu-menahu kasus terkait OTT KPK. Dia hanya menyebut ajudannya sempat menghubungi Kadis PUPR Bekasi pasca-OTT KPK tapi telepon selulernya tak aktif.
"Ajudan saya sempat menghubungi, tapi nggak nyambung," kata Neneng kepada wartawan di Pemkab Bekasi, Cikarang seperti dilansir detik.
Neneng mengaku sudah sejak lama memperingatkan aparatnya agar menghindari praktik ilegal seputar perizinan proyek. Begitu pula terhadap para pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat yang ditangkap KPK kemarin.
Neneng mengklaim sudah mewanti-wanti khusus kepada sedikitnya dua pejabat di Dinas PUPR, yaitu Kepala Seksi Bidang Tata Ruang dan Kepala Bidang Tata Ruang.
Selain itu, kata Neneng, perihal penangkapan oleh KPK kepada jajaran di bawahnya sama sekali tidak diketahuinya. Karena saat kejadian itu dia bersama keluarga berada di rumah. "Saya demi Allah nggak tahu," ujar Neneng.
Bahkan mengenai penyegelan ruang kerja Dinas PUPR, Neneng mengaku baru memercayai setelah sejumlah pejabat Dinas, termasuk Sekretaris Daerah, mengonfirmasinya. Sebab kejadian itu tidak ada yang mengetahui. "Saya ditelepon Pak Sekda, memberitahu katanya ada penggeledahan. Sudah begitu saja informasi yang saya dapat," katanya dilansir vivanews.
Menyangkut soal pelayanan, Neneng masih bingung untuk mengomentarinya. Sebab kondisi itu memengaruhi kinerja para pegawai di Dinas PUPR. "Pastinya harus berjalan normal. Tapi kondisinya seperti ini, mau bagaimana lagi," katanya. *
1
Komentar