Praktek Balian Akupuntur, Sebagian Pasiennya Wisatawan Asing
I Gede Dedy Artho SKep MKes CHt Cl Akp setiap hari buka praktek sebagai balian akupuntur di rumahnya kawasan Desa/Kecamatan Kubu, sepulang kerja mulai sore pukul 16.00 Wita
Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem, I Gede Dedy Artho
AMLAPURA, NusaBali
Tak banyak orang tahu, Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem, I Gede Dedy Artho SKep MKes CHt Cl Akp, 36, ternyata seorang balian (dukun) akupuntur. Profesi tersebut sudah dilakoni Gede Dedy Artho selama 7 tahun sejak 2011. Dia aktif melayani konsultasi kesehatan, terapi moksa, terapi bekam, mengobati stroke, hingga vertigo. Pasien yang datang berobat sebagian merupakan wisatawan asing.
Praktek balian akupuntur dilakukan Gede Dedy Arho setiap hari, sepulang kantor, mu-lai sore pukul 16.00 Wita. Dia buka praktek akupuntur di rumahnya kawasan Banjar Kubu Kangin, Desa/Kecamatan Kubu, Karangasem. Selain menerima pasien yang datang berobat ke tempat prakteknya, balian akupuntur kelahiran 3 Mei 1982 ini juga melayani order panggilan.
Kepada NusaBali, Gede Dedy Artho mengatakan dirinya tertarik menjadi balian aku-puntur (mengobati dengan menggunakan tusuk jarum), sejak mengikuti pelatihan ‘Clinical Medical Hipnoterapist dan Clinical Instrukture’ di Mahaputra Mindworks Training Center, Akupuntur, Akupreser di Mahaputra Adi Kencana Holding Corporate Yayasan Taman Maha Widya Denpasar pada 2011.
Pelatihan ‘Clinical Medical Hipnoterapist dan Clinical Instrukture’ itu dijalani Gede Dedy setelah lulus dari Stikes Wira Medika PPNI Bali. “Sejak itu, saya mulai mengenal tata cara pengobatan tradisional, sambil mengikuti perkembangan penyakit,” kenang Gede Dedy saat dikonfirmasi NusaBali di kediamannya kawasan Banjar Kubu Kangin, Desa Kubu, Jumat (12/10) lalu.
Akhirnya, Gede Dedy secara konsisten melayani pasien, terutama pasien rujukan yang sebelumnya gagal diobati secara medis. Pasien yang ditanganinya lebih banyak penderita saraf terjepit. Dia menangani pasien sendirian di ruang praktik, tanpa ada yang membantu.
Menurut Gede Dedy, dirinya bukan hanya melayani terapi akupuntur dengan menggu-nakan tusuk jarum, namun juga cara akupreser, yakni melakukan penekanan pada titik-titik saraf. Selain itu, juga melakukan pemeriksaan di laboratorium untuk mengecek asam urat, vertigo, kadar gula, kolesterol, merawat luka, dan sebagainya.
Gede Dedy menjelaskan, dirinya juga menangani pasien dengan terapi bekam, yakni mengeluarkan darah dari titik tertentu untuk proses clearing dalam tubuh. “Manfaat terapi bekam ini adalah mencegah terjadinya anemia, reumatik, gangguan kesuburan, mencegah penyakit kulit, mencegah tekanan darah tinggi, dan penyumbatan di pembuluh darah,” jelas alumnus Akademi Perawatan Bali (tahun 2003) yang menyelesaikan studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di program Pascasarjana Unud Denpasar (tahun 2016) ini.
Sedangkan terapi moksa, kata Gede Dedy, adalah menangani pasien dengan cara memberikan stimulasi hangat atau panas pada permukaan titik tubuh tertentu, sehingga tubuh terangsang untuk menyembuhkan dirinya sendiri. “Terapi moksa ini dengan menggunakan ramuan daun-daunan yang dibakar. Daun jenis arthemesia vulgaris itu dibakar di titik-titik akupuntur tertentu,” katanya.
“Dari pembakaran moksa itu mampu menembus kulit atau jaringan otot di titik akupuntur yang dituju, sehingga diharapkan akan menimbulkan reaksi pengobatan dan pencegahan penyakit,” lanjut ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Kadek Swasti ini.
Menurut Gede Dedy, pasien yang ditanganinya datang dari berbagai kalangan. Seba-gian di antara mereka merupakan wisatawan asing, terutama bule asal belahan Eropa yang kebetulan sedang berlibur di Karangasem. Saat dihubungi NusaBali sore itu, Ge-de Dedy sedang menangani seorang bule yang sarafnya terjepit. “Ini saya tengah menangani pasien dari Jerman yang sarafnya terjepit,” katanya.
Disebutkan, meski sibuk menjalankan panggilan jadi balian akupuntur, namun profe-sinya sebagai pejabat pemerintahan tidak terganggu. Sebab, kata Gede Dedy, malianin akupuntur dilakukan sepulang jam kantor. “Semuanya berjalan lancar, tanpa menghambat tugas pokok saya sebagai Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem,” cerita Gede Dedy.
Gede Dedy sendiri mengawali kariernya sebagai staf keperawatan RSUD Karangasem pada 2007, berselang 4 tahun setelah tamat Akademi Perawatan Bali. Selanjutnya, Gede Dedy dipromosikan menjadi Wakil Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Karangasem. Sempat menjabat Ketua Komite Keperawatan RSUD Karangasem, Gede Dedy kemudian menjadi Kepala Instalasi Humas dan Promosi Kesehatan RSUD Karangasem. Terakhir, dia menduduki posisi Pemilik Ganesha Holistic Care Amlapura, sebelum menjadi Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem. *k16
AMLAPURA, NusaBali
Tak banyak orang tahu, Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem, I Gede Dedy Artho SKep MKes CHt Cl Akp, 36, ternyata seorang balian (dukun) akupuntur. Profesi tersebut sudah dilakoni Gede Dedy Artho selama 7 tahun sejak 2011. Dia aktif melayani konsultasi kesehatan, terapi moksa, terapi bekam, mengobati stroke, hingga vertigo. Pasien yang datang berobat sebagian merupakan wisatawan asing.
Praktek balian akupuntur dilakukan Gede Dedy Arho setiap hari, sepulang kantor, mu-lai sore pukul 16.00 Wita. Dia buka praktek akupuntur di rumahnya kawasan Banjar Kubu Kangin, Desa/Kecamatan Kubu, Karangasem. Selain menerima pasien yang datang berobat ke tempat prakteknya, balian akupuntur kelahiran 3 Mei 1982 ini juga melayani order panggilan.
Kepada NusaBali, Gede Dedy Artho mengatakan dirinya tertarik menjadi balian aku-puntur (mengobati dengan menggunakan tusuk jarum), sejak mengikuti pelatihan ‘Clinical Medical Hipnoterapist dan Clinical Instrukture’ di Mahaputra Mindworks Training Center, Akupuntur, Akupreser di Mahaputra Adi Kencana Holding Corporate Yayasan Taman Maha Widya Denpasar pada 2011.
Pelatihan ‘Clinical Medical Hipnoterapist dan Clinical Instrukture’ itu dijalani Gede Dedy setelah lulus dari Stikes Wira Medika PPNI Bali. “Sejak itu, saya mulai mengenal tata cara pengobatan tradisional, sambil mengikuti perkembangan penyakit,” kenang Gede Dedy saat dikonfirmasi NusaBali di kediamannya kawasan Banjar Kubu Kangin, Desa Kubu, Jumat (12/10) lalu.
Akhirnya, Gede Dedy secara konsisten melayani pasien, terutama pasien rujukan yang sebelumnya gagal diobati secara medis. Pasien yang ditanganinya lebih banyak penderita saraf terjepit. Dia menangani pasien sendirian di ruang praktik, tanpa ada yang membantu.
Menurut Gede Dedy, dirinya bukan hanya melayani terapi akupuntur dengan menggu-nakan tusuk jarum, namun juga cara akupreser, yakni melakukan penekanan pada titik-titik saraf. Selain itu, juga melakukan pemeriksaan di laboratorium untuk mengecek asam urat, vertigo, kadar gula, kolesterol, merawat luka, dan sebagainya.
Gede Dedy menjelaskan, dirinya juga menangani pasien dengan terapi bekam, yakni mengeluarkan darah dari titik tertentu untuk proses clearing dalam tubuh. “Manfaat terapi bekam ini adalah mencegah terjadinya anemia, reumatik, gangguan kesuburan, mencegah penyakit kulit, mencegah tekanan darah tinggi, dan penyumbatan di pembuluh darah,” jelas alumnus Akademi Perawatan Bali (tahun 2003) yang menyelesaikan studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di program Pascasarjana Unud Denpasar (tahun 2016) ini.
Sedangkan terapi moksa, kata Gede Dedy, adalah menangani pasien dengan cara memberikan stimulasi hangat atau panas pada permukaan titik tubuh tertentu, sehingga tubuh terangsang untuk menyembuhkan dirinya sendiri. “Terapi moksa ini dengan menggunakan ramuan daun-daunan yang dibakar. Daun jenis arthemesia vulgaris itu dibakar di titik-titik akupuntur tertentu,” katanya.
“Dari pembakaran moksa itu mampu menembus kulit atau jaringan otot di titik akupuntur yang dituju, sehingga diharapkan akan menimbulkan reaksi pengobatan dan pencegahan penyakit,” lanjut ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Kadek Swasti ini.
Menurut Gede Dedy, pasien yang ditanganinya datang dari berbagai kalangan. Seba-gian di antara mereka merupakan wisatawan asing, terutama bule asal belahan Eropa yang kebetulan sedang berlibur di Karangasem. Saat dihubungi NusaBali sore itu, Ge-de Dedy sedang menangani seorang bule yang sarafnya terjepit. “Ini saya tengah menangani pasien dari Jerman yang sarafnya terjepit,” katanya.
Disebutkan, meski sibuk menjalankan panggilan jadi balian akupuntur, namun profe-sinya sebagai pejabat pemerintahan tidak terganggu. Sebab, kata Gede Dedy, malianin akupuntur dilakukan sepulang jam kantor. “Semuanya berjalan lancar, tanpa menghambat tugas pokok saya sebagai Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem,” cerita Gede Dedy.
Gede Dedy sendiri mengawali kariernya sebagai staf keperawatan RSUD Karangasem pada 2007, berselang 4 tahun setelah tamat Akademi Perawatan Bali. Selanjutnya, Gede Dedy dipromosikan menjadi Wakil Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Karangasem. Sempat menjabat Ketua Komite Keperawatan RSUD Karangasem, Gede Dedy kemudian menjadi Kepala Instalasi Humas dan Promosi Kesehatan RSUD Karangasem. Terakhir, dia menduduki posisi Pemilik Ganesha Holistic Care Amlapura, sebelum menjadi Kepala Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit RSUD Karangasem. *k16
1
Komentar