Terbongkar, Mafia Obral Pariwisata
Ada toko yang jual barang produk Tiongkok seharga Rp 20 juta, padahal di negaranya hanya berharga Rp 1 juta. Keuntungannya dipakai subsidi paket tour wisata murah ke Bali
Sidak Toko Tiongkok, Cok Ace Temukan Fakta Mengejutkan
DENPASAR, NusaBali
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace sidak ke sejumlah toko Tiongkok yang diduga jadi praktek mafia jual murah pariwisata Bali untuk pasar turis Tiongkok, Kamis (18/10). Hasilnya, Cok Ace terbelalak dengan permainan mafia yang merusak citra pariwisata Bali itu. Ada toko yang jual barang produk Tiongkok seharga Rp 20 juta, padahal di negaranya hanya berharga Rp 1 juta. Keuntungan itulah yang dipakai mensubsidi paket tur wisata murah-mu-rah ke Bali.
Saat sidak ke sejumlah toko milik investor Tiongkok---yang menjual produk Tiongkok---di Denpasar, Kamis kemarin, Wagub Cok Ace tidak menyertakan awak media. Cok Ace yang juga Ketua BPD PHRI Bali didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dewa Gede Mahendra Putra, jajaran PHRI, Ketua HPI Bali I Nyoman Nuarta, jajaran Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA) Bali, Ketua Komite Tiongkok DPP ASITA Hery Sudiarto, dan Penasihat Komite Tiongkok Asman.
Paling awal, rombongan Cok Ace bergerak menuju toko Tiongkok yang semuanya terletak di sepanjang Jalan Bypass Ngurah Rai Denpasar-Nusa Dua, Kamis siang pukul 13.15 Wita. Dari semua toko Tiongkok yang didatangi, memang terindikasi adanya praktek mafia travel agent nakal. “Kami sidak untuk memastikan permainan-permainan itu. Ternyata benar yang diberitakan di media. Memang faktanya ada,” ujar Cok Ace saat membeber hasil sidak ke sejumlah toko Tiongkok itu ke-pada awak media di Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar kemarin sore.
Cok Ace mengatakan ada 4 toko Tiongkok di sepanjang Jalan Bypass Ngurah Rai Denpasar-Nusa Dua yang disidak kemarn. Toko-toko tersebut tidak asing lagi bagi Cok Ace dan dikenal memiliki 10 induk perusahaan di Bali. Seperti yang diberitakan media, ada toko Tiongkok yang modusnya menjual kain latex berbahan karet yang mengambarkan seolah-olah Indonesia penghasil karet. Padahal, latex itu didatangkan dari Tiongkok. “Aneh juga kok Bali jual latex, Bali kan bukan penghasil karet? Semua barang itu terindikasi dari Tiongkok. Ada permainan di sini, di mana wisatawan Tiongkok beli barangnya sendiri,” papar tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini.
Menurut Cok Ace, cara transaksinya pun sama seperti diberitakan media, yakni menggunakan sistem WeChat dengan barcode. Jadi, tidak ada transaksi rupiah atau dolar, tidak ada pajak yang masuk ke negara, karena zero dolar, zero rupiah, transaksinya seperti di Tiongkok. Barangnya dari Tiongkok, uangnya masuk ke Tiongkok, karena investornya dari Tiongkok. Karyawannya juga orang-orang Tiongkok yang diduga mengelabui petugas di Indonesia dengan mengaku sebagai turis, tapi malah bekerja di Bali. ”Saya pikir awalnya pegawai Spa tidur-tiduran di kasur latex, ternyata dia tenaga kerjanya,” singkap Cok Ace.
Toko Tiongkok berikutnya yang didatangi Cok Ace kemarin adalah toko yang menjual kain sutra, produk China juga. Modus di toko ini lebih rapi lagi, yakni dengan memasang foto-foto Presiden Jokowi dan Presiden SBY, seolah-olah Presiden Indonesia saja pakai sutra. “Ini hanya trik untuk meyakinkan turis Tiongkok yang berbelanja,” kata mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Ada juga toko obat-obatan yang disidak Cok Ace dan rombongannya. Di sini Cok Ace sempat menyaksikan karyawan toko Tiongkok itu panik seraya menggulung barang dagangannyaa. Mereka cepat-cepat mengemas barang seperti hendak kabur. “Kalau tidak ada persoalan, kenapa harus panik? Ini indikasi mereka sembunyikan sesuatu. Bahkan, ada karyawannya yang menghalang-halangi kita masuk.”
Hal serupa terjadi saat sidak ke toko Tiongkok yang menjual kristal. Karyawan toko langsung mengemas barang-barangnya ketiga didatangi. Saat itulah Cok Ace bersama rombongan berhasil menciduk seorang karyawan toko. Terungkap, karyawan toko semuanya orang asli Tiongkok yang menyalahgunakan visa turis. Dalam menjual barang-barangnya, juga terungkap mereka berani menggunakan stempel Garuda (Lambang Negara RI). ”Ini diduga modus untuk meyakinkan turis Tiong-kok bahwa produk yang dijual adalah asli Indonesia. Padahal, itu barang Tiongkok,” sesal Cok Ace.
Wagub Cok Ace pun segera akan ambil langkah-langkah penindakan atas masalah tersebut. Nantinya semua elemen terkait, mulai PHRI, ASITA, hingga Imigrasi akan diajak koordinasi. “Kami akan meniru apa yang sudah dilakukan negara lain seperti Thailand dan Vietnam dalam penanganan modus ini,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Tiongkok DPP ASITA, Hery Sudiarto, mengatakan toko-toko yang menjual barang Tiongkok tersebut tidak membolehkan orang lokal masuk ke tokonya. Hanya turis Tiongkok yang dibolehkan masuk. Diduga dari penjualan barang-barang mahal buatan Tiongkok tersebut, mafia ini bisa mensubsidi biaya paket tur murah ke Bali untuk pasar turis Tiongkok.
Menurut Hery, kasur latex di toko Tiongkok dijual seharga Rp 20 juta. Padahal, di negara Tiongkok kasur yang sama harganya hanya kisaran Rp 500.000 sampai Rp 1 juta. “Seolah-olah itu produk Bali. Ini merugikan pariwisita Bali. Mereka berani jual paket tur ke Bali dengan harga murah bahkan hanya Rp 200.000, karena dapat untung besar untuk mensubsidi turis Tiongkok dari penjualan barang-barang di toko-nya,” papar Hery. *nat
DENPASAR, NusaBali
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace sidak ke sejumlah toko Tiongkok yang diduga jadi praktek mafia jual murah pariwisata Bali untuk pasar turis Tiongkok, Kamis (18/10). Hasilnya, Cok Ace terbelalak dengan permainan mafia yang merusak citra pariwisata Bali itu. Ada toko yang jual barang produk Tiongkok seharga Rp 20 juta, padahal di negaranya hanya berharga Rp 1 juta. Keuntungan itulah yang dipakai mensubsidi paket tur wisata murah-mu-rah ke Bali.
Saat sidak ke sejumlah toko milik investor Tiongkok---yang menjual produk Tiongkok---di Denpasar, Kamis kemarin, Wagub Cok Ace tidak menyertakan awak media. Cok Ace yang juga Ketua BPD PHRI Bali didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dewa Gede Mahendra Putra, jajaran PHRI, Ketua HPI Bali I Nyoman Nuarta, jajaran Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA) Bali, Ketua Komite Tiongkok DPP ASITA Hery Sudiarto, dan Penasihat Komite Tiongkok Asman.
Paling awal, rombongan Cok Ace bergerak menuju toko Tiongkok yang semuanya terletak di sepanjang Jalan Bypass Ngurah Rai Denpasar-Nusa Dua, Kamis siang pukul 13.15 Wita. Dari semua toko Tiongkok yang didatangi, memang terindikasi adanya praktek mafia travel agent nakal. “Kami sidak untuk memastikan permainan-permainan itu. Ternyata benar yang diberitakan di media. Memang faktanya ada,” ujar Cok Ace saat membeber hasil sidak ke sejumlah toko Tiongkok itu ke-pada awak media di Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar kemarin sore.
Cok Ace mengatakan ada 4 toko Tiongkok di sepanjang Jalan Bypass Ngurah Rai Denpasar-Nusa Dua yang disidak kemarn. Toko-toko tersebut tidak asing lagi bagi Cok Ace dan dikenal memiliki 10 induk perusahaan di Bali. Seperti yang diberitakan media, ada toko Tiongkok yang modusnya menjual kain latex berbahan karet yang mengambarkan seolah-olah Indonesia penghasil karet. Padahal, latex itu didatangkan dari Tiongkok. “Aneh juga kok Bali jual latex, Bali kan bukan penghasil karet? Semua barang itu terindikasi dari Tiongkok. Ada permainan di sini, di mana wisatawan Tiongkok beli barangnya sendiri,” papar tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini.
Menurut Cok Ace, cara transaksinya pun sama seperti diberitakan media, yakni menggunakan sistem WeChat dengan barcode. Jadi, tidak ada transaksi rupiah atau dolar, tidak ada pajak yang masuk ke negara, karena zero dolar, zero rupiah, transaksinya seperti di Tiongkok. Barangnya dari Tiongkok, uangnya masuk ke Tiongkok, karena investornya dari Tiongkok. Karyawannya juga orang-orang Tiongkok yang diduga mengelabui petugas di Indonesia dengan mengaku sebagai turis, tapi malah bekerja di Bali. ”Saya pikir awalnya pegawai Spa tidur-tiduran di kasur latex, ternyata dia tenaga kerjanya,” singkap Cok Ace.
Toko Tiongkok berikutnya yang didatangi Cok Ace kemarin adalah toko yang menjual kain sutra, produk China juga. Modus di toko ini lebih rapi lagi, yakni dengan memasang foto-foto Presiden Jokowi dan Presiden SBY, seolah-olah Presiden Indonesia saja pakai sutra. “Ini hanya trik untuk meyakinkan turis Tiongkok yang berbelanja,” kata mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Ada juga toko obat-obatan yang disidak Cok Ace dan rombongannya. Di sini Cok Ace sempat menyaksikan karyawan toko Tiongkok itu panik seraya menggulung barang dagangannyaa. Mereka cepat-cepat mengemas barang seperti hendak kabur. “Kalau tidak ada persoalan, kenapa harus panik? Ini indikasi mereka sembunyikan sesuatu. Bahkan, ada karyawannya yang menghalang-halangi kita masuk.”
Hal serupa terjadi saat sidak ke toko Tiongkok yang menjual kristal. Karyawan toko langsung mengemas barang-barangnya ketiga didatangi. Saat itulah Cok Ace bersama rombongan berhasil menciduk seorang karyawan toko. Terungkap, karyawan toko semuanya orang asli Tiongkok yang menyalahgunakan visa turis. Dalam menjual barang-barangnya, juga terungkap mereka berani menggunakan stempel Garuda (Lambang Negara RI). ”Ini diduga modus untuk meyakinkan turis Tiong-kok bahwa produk yang dijual adalah asli Indonesia. Padahal, itu barang Tiongkok,” sesal Cok Ace.
Wagub Cok Ace pun segera akan ambil langkah-langkah penindakan atas masalah tersebut. Nantinya semua elemen terkait, mulai PHRI, ASITA, hingga Imigrasi akan diajak koordinasi. “Kami akan meniru apa yang sudah dilakukan negara lain seperti Thailand dan Vietnam dalam penanganan modus ini,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Tiongkok DPP ASITA, Hery Sudiarto, mengatakan toko-toko yang menjual barang Tiongkok tersebut tidak membolehkan orang lokal masuk ke tokonya. Hanya turis Tiongkok yang dibolehkan masuk. Diduga dari penjualan barang-barang mahal buatan Tiongkok tersebut, mafia ini bisa mensubsidi biaya paket tur murah ke Bali untuk pasar turis Tiongkok.
Menurut Hery, kasur latex di toko Tiongkok dijual seharga Rp 20 juta. Padahal, di negara Tiongkok kasur yang sama harganya hanya kisaran Rp 500.000 sampai Rp 1 juta. “Seolah-olah itu produk Bali. Ini merugikan pariwisita Bali. Mereka berani jual paket tur ke Bali dengan harga murah bahkan hanya Rp 200.000, karena dapat untung besar untuk mensubsidi turis Tiongkok dari penjualan barang-barang di toko-nya,” papar Hery. *nat
Komentar