Kopi Bali Menang Rasa, Kalah Produktivitas
Satu hektare areal kopi rata-rata hanya menghasilkan ratusan ribu kilogram, sebaliknya di negara lain bisa menembus 3 ton kopi untuk per hektare lahan.
DENPASAR, NusaBali
Cita rasa yang khas (speciality) merupakan salah satu keunggulan produksi kopi Indonesia, termasuk Bali. Contohnya cita rasa kopi arabica Kintamani dan kopi robusta Pupuan, Tabanan. Sayangnya, dari sisi produktivitas, Indonesia masih kalah dari negara pesaing yakni Vietnam, Brasil dan Kolombia. Karena itulah posisi Indonesia berada di peringkat 4 produsen kopi dunia.
Hal tersebut mencuat di sela-sela pelaksanaan Konferensi Kopi Special Indonesia di Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Jumat (19/10). Rata-rata produksi kopi Indonesia, 700 kilogram per hektare per tahun. Produksi ini jelas kalah dibanding dengan produksi Brasil dengan kemampuan produksi 3 ton kopi per hektare per tahun. “Jadi ini memang pekerjaan kita (pemerintah dan masyarakat perkopian), walau setiap tahun sudah ada peningkatan,” ujar Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) A Syafrudin. Harapannya, bukan tidak mungkin kopi Indonesia akan menjadi nomor satu dalam hal jumlah, produktivitas, juga kopi yang sangat dicari-cari oleh masyarakat dunia (karena kekhasan cita rasanya).
Menurut A Syafrudin, kopi Indonesia tumbuh di delapan pulau. Dari masing-masing pulau berbeda cita rasa kopinya. Demikian juga antar daerah satu dengan daerah lainnya dalam satu pulau, juga melahirkan cita rasa kopi yang berbeda. “Itulah sebabnya Indonesia dikenal sebagai rumah terbaik kopi dunia,” kata Syafrudin bangga.
Konferensi Kopi Spesial Indonesia, juga menghadirkan para asosiasi kopi regional (Asia), para buyer dan pihak terkait lain.“Kita ingin lebih memajukan kopi Indonesia, bukan saja ke kawasan regional, namun mancanegara,” kata Syafrudin. Salah satunya kopi Bali; Kintamani atau kopi robusta atau fine Robusta dari Pupuan Tabanan, sudah sangat terkenal.
Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Bali Lanang Haryawan, mengatakan hal serupa. Khusus untuk kopi Bali, kata Lanang Haryawan, baik kopi arabica maupun robusta telah memilki sertifikasi perlindungan terkait kopi itu sendiri, yakni Indikasi Geografis (IG) yang paling pertama perlindungan Indikasi Georgrafis. “Kita telah memperoleh perlindungan IG tersebut,” ujar Lanang Haryawan.
Areal kopi di Bali, untuk arabica 12 ribu hektare, akan menuju 14 ribu hektare. Basisnya ada di tiga kawasan yakni ada di Bangli, Petang (Badung) dan Wanagiri (Buleleng). Produksi arabica 4.200 -4.500 ton kopi beras yang green been.
Sementara itu robusta total produksi antara 14-15 ribu ton di areal 20-23 ribu hektare wilayah Pupuan dan Busungbiu.
Menurut Lanang Haryawan, kondisi iklim, tanah dan juga perlakuan budidaya, menjadikan kopi Bali memiliki cita rasa tersendiri sehingga dikenal. “Untuk bisnis kopi special bukan pada konteks volume, tetapi pada cita rasa yang khas,” ujar Lanang Haryawan. *k17
Hal tersebut mencuat di sela-sela pelaksanaan Konferensi Kopi Special Indonesia di Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Jumat (19/10). Rata-rata produksi kopi Indonesia, 700 kilogram per hektare per tahun. Produksi ini jelas kalah dibanding dengan produksi Brasil dengan kemampuan produksi 3 ton kopi per hektare per tahun. “Jadi ini memang pekerjaan kita (pemerintah dan masyarakat perkopian), walau setiap tahun sudah ada peningkatan,” ujar Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) A Syafrudin. Harapannya, bukan tidak mungkin kopi Indonesia akan menjadi nomor satu dalam hal jumlah, produktivitas, juga kopi yang sangat dicari-cari oleh masyarakat dunia (karena kekhasan cita rasanya).
Menurut A Syafrudin, kopi Indonesia tumbuh di delapan pulau. Dari masing-masing pulau berbeda cita rasa kopinya. Demikian juga antar daerah satu dengan daerah lainnya dalam satu pulau, juga melahirkan cita rasa kopi yang berbeda. “Itulah sebabnya Indonesia dikenal sebagai rumah terbaik kopi dunia,” kata Syafrudin bangga.
Konferensi Kopi Spesial Indonesia, juga menghadirkan para asosiasi kopi regional (Asia), para buyer dan pihak terkait lain.“Kita ingin lebih memajukan kopi Indonesia, bukan saja ke kawasan regional, namun mancanegara,” kata Syafrudin. Salah satunya kopi Bali; Kintamani atau kopi robusta atau fine Robusta dari Pupuan Tabanan, sudah sangat terkenal.
Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Bali Lanang Haryawan, mengatakan hal serupa. Khusus untuk kopi Bali, kata Lanang Haryawan, baik kopi arabica maupun robusta telah memilki sertifikasi perlindungan terkait kopi itu sendiri, yakni Indikasi Geografis (IG) yang paling pertama perlindungan Indikasi Georgrafis. “Kita telah memperoleh perlindungan IG tersebut,” ujar Lanang Haryawan.
Areal kopi di Bali, untuk arabica 12 ribu hektare, akan menuju 14 ribu hektare. Basisnya ada di tiga kawasan yakni ada di Bangli, Petang (Badung) dan Wanagiri (Buleleng). Produksi arabica 4.200 -4.500 ton kopi beras yang green been.
Sementara itu robusta total produksi antara 14-15 ribu ton di areal 20-23 ribu hektare wilayah Pupuan dan Busungbiu.
Menurut Lanang Haryawan, kondisi iklim, tanah dan juga perlakuan budidaya, menjadikan kopi Bali memiliki cita rasa tersendiri sehingga dikenal. “Untuk bisnis kopi special bukan pada konteks volume, tetapi pada cita rasa yang khas,” ujar Lanang Haryawan. *k17
1
Komentar