Tiga Bocah Pengidap HIV Diusir Warga
Malang sekali nasib ketiga bocah pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV).
SAMOSIR, NusaBali
Mereka mengalami pahitnya dunia, setelah diketahui mengidap HIV. Penderitaan mereka ditambah setelah ditolak oleh warga untuk bersekolah. Masyarakat takut bila penyakit ketiga anak tersebut menular ke siswa lain saat proses belajar-mengajar.
Ketiga bocah itu merupakan warga di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Dari tiga anak penderita HIV, satu orang bersekolah di PAUD Welipa dan dua anak sekolah di SD Negeri 2 Nainggolan.
Sekretaris Eksekutif Komite AIDS Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Berlina Sibagariang, mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Samosir dan seluruh pihak untuk memberikan hak-hak anak tersebut, salah satunya pendidikan.
"Masyarakat berharap anak-anak tidak di situ. Karena ketiganya tidak berasal dari situ, dan juga masyarakat takut akan menularkan ke anak-anak mereka. Kami ingin mereka memperoleh haknya. Mereka anak-anak yang punya hak untuk sekolah dan mendapatkan pendidikan," ucap Berlina kepada wartawan di Medan, Senin (22/10) seperti dilansir vivanews.
Ketiga anak itu sudah tidak memiliki orangtua alias yatim-piatu. Berlina mengungkapkan mereka mendapatkan desakan untuk meninggalkan tempat mereka saat ini. Ketiga anak itu harus angkat kaki paling lambat 25 Oktober 2018. Komite AIDS HKBP saat ini masih melakukan mediasi dengan pemerintah dan masyarakat agar hal itu tidak terjadi.
"Ada surat yang datang ke kami, ya kalau kami menanggapinya itu kurang pas sama mereka. Alasan mereka menolak anak-anak karena kami juga belum dapat izin dari pemerintah. Padahal itu kan punya HKBP, dan mereka berhak tinggal di sana. Karena itu rumah HKBP," tutur Berlina.
Mediasi juga telah dilakukan pihak Komite AIDS HKBP, dengan Komite Sekolah SDN 2 Nainggolan, masyarakat Desa Nainggolan, dan Pemkab Samosir. Hasil mediasi itu menyarankan agar ketiga bocah tersebut dipindahkan dari sekolah yang ada di Nainggolan dan menjalani homeschooling.
Dengan keputusan tersebut, Komite AIDS HKBP dengan tegas menolak saran tersebut lantaran homeschooling akan membuat ketiganya semakin merasa terisolasi. Bahkan, menurut Berlina, Wakil Bupati Samosir, Juang Sinaga, menyebut agar ketiganya pindah dari Desa Nainggolan, dan membuka hutan untuk anak-anak terpapar HIV serta tinggal di sana.
"Pertemuan terakhir dengan Pemkab Samosir, dan hasil pembicaraan mereka menyarankan homeschooling. Tapi mengarahkan anak-anak dipindahkan saja dari tempat itu. Mereka bilang kenapa harus di Samosir. Kenapa bukan di tempat yang lain," ucapnya.
"Anak-anak butuh sosialisasi dengan teman-temannya, mereka bisa berkembang ketika bermain sama teman-teman sebaya. Ketika dibuat homeschooling mereka nanti semakin merasa terisolasi. Mereka akan merasa bahwa tidak punya teman dan itu akan membuat anak-anak terpuruk. Jadi kami berharap mereka diterima di sekolah," jelas Berlian. *
Mereka mengalami pahitnya dunia, setelah diketahui mengidap HIV. Penderitaan mereka ditambah setelah ditolak oleh warga untuk bersekolah. Masyarakat takut bila penyakit ketiga anak tersebut menular ke siswa lain saat proses belajar-mengajar.
Ketiga bocah itu merupakan warga di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Dari tiga anak penderita HIV, satu orang bersekolah di PAUD Welipa dan dua anak sekolah di SD Negeri 2 Nainggolan.
Sekretaris Eksekutif Komite AIDS Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Berlina Sibagariang, mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Samosir dan seluruh pihak untuk memberikan hak-hak anak tersebut, salah satunya pendidikan.
"Masyarakat berharap anak-anak tidak di situ. Karena ketiganya tidak berasal dari situ, dan juga masyarakat takut akan menularkan ke anak-anak mereka. Kami ingin mereka memperoleh haknya. Mereka anak-anak yang punya hak untuk sekolah dan mendapatkan pendidikan," ucap Berlina kepada wartawan di Medan, Senin (22/10) seperti dilansir vivanews.
Ketiga anak itu sudah tidak memiliki orangtua alias yatim-piatu. Berlina mengungkapkan mereka mendapatkan desakan untuk meninggalkan tempat mereka saat ini. Ketiga anak itu harus angkat kaki paling lambat 25 Oktober 2018. Komite AIDS HKBP saat ini masih melakukan mediasi dengan pemerintah dan masyarakat agar hal itu tidak terjadi.
"Ada surat yang datang ke kami, ya kalau kami menanggapinya itu kurang pas sama mereka. Alasan mereka menolak anak-anak karena kami juga belum dapat izin dari pemerintah. Padahal itu kan punya HKBP, dan mereka berhak tinggal di sana. Karena itu rumah HKBP," tutur Berlina.
Mediasi juga telah dilakukan pihak Komite AIDS HKBP, dengan Komite Sekolah SDN 2 Nainggolan, masyarakat Desa Nainggolan, dan Pemkab Samosir. Hasil mediasi itu menyarankan agar ketiga bocah tersebut dipindahkan dari sekolah yang ada di Nainggolan dan menjalani homeschooling.
Dengan keputusan tersebut, Komite AIDS HKBP dengan tegas menolak saran tersebut lantaran homeschooling akan membuat ketiganya semakin merasa terisolasi. Bahkan, menurut Berlina, Wakil Bupati Samosir, Juang Sinaga, menyebut agar ketiganya pindah dari Desa Nainggolan, dan membuka hutan untuk anak-anak terpapar HIV serta tinggal di sana.
"Pertemuan terakhir dengan Pemkab Samosir, dan hasil pembicaraan mereka menyarankan homeschooling. Tapi mengarahkan anak-anak dipindahkan saja dari tempat itu. Mereka bilang kenapa harus di Samosir. Kenapa bukan di tempat yang lain," ucapnya.
"Anak-anak butuh sosialisasi dengan teman-temannya, mereka bisa berkembang ketika bermain sama teman-teman sebaya. Ketika dibuat homeschooling mereka nanti semakin merasa terisolasi. Mereka akan merasa bahwa tidak punya teman dan itu akan membuat anak-anak terpuruk. Jadi kami berharap mereka diterima di sekolah," jelas Berlian. *
1
Komentar