Kerauhan, Krama Tertusuk Keris di Dada Kiri
Piodalan di Pura Dalem Purwa Desa Penglatan
SINGARAJA, NusaBali
Kasus berdarah saat upacara piodalan yang dipicu oleh peristiwa kerauhan kembali terjadi. Seorang krama Desa Penglatan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Gede Winasa alias Gede Badung, 63, terluka akibat tusukan keris di dada kirinya saat melakukan aksi narat pada rangkaian upacara Piodalan Pura Dalem Purwa Desa Penglatan yang jatuh pada Purnama Kalima pada Anggara Umanis Landep, Selasa (23/10) pukul 14.30 Wita. Beruntung korban hanya mengalami luka ringan dan selamat dari maut.
Keterangan istri Winasa, Nengah Utari, 60, kepada pihak kepolisian, peristiwa tersebut terjadi saat suaminya ngayah di Pura Dalem Purwa, Desa Pakraman Penglatan. Saat itu Winasa yang berasal dari Banjar Dinas Kelodan, Desa Penglatan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, sedang berada di jaba pura. Namun mendadak dia kerauhan dan langsung menusukkan sebilah keris duwe Pura Dalem di dada kirinya.
Setelah usai dan sudah sadarkan diri, Winasa menyadari dirinya terluka dengan noda darah di kemeja yang dikenakannya. Namun luka terbuka akibat benda tajam itu sempat diobati dengan ramuan tradisional oleh pangempon Pura Dalem. Winasa pun sempat pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 Wita dan tidur sejenak untuk beristirahat.
Namun selang setengah jam berlalu, Winasa kembali melihat lukanya keluar darah. Karenanya dia mengadu kepada istrinya, kemudian diantarkan seorang tokoh masyarakat desa setempat ke RSUD Buleleng. Winasa langsung mendapat penanganan dari tim medis RSUD Buleleng saat tiba di Instalasi Rawat Darurat (IRD). Tim medis pun sempat mengambil tindakan rontgen untuk mengetahui seberapa dalam luka korban. Namun dari hasil pemeriksaan, Winasa hanya mengalami luka tusuk sedalam 5 mm dan tidak sampai mengenai organ dalam. Luka terbuka itu akhirnya mendapat tindakan sebanyak dua jahitan.
Kapolsek Kota Singaraja Kompol AA Wiranata Kusuma dikonfirmasi terpisah pada Rabu (24/10), membenarkan ada kejadian tersebut. Dia memastikan kejadian itu berlangsung di Pura Dalem Purwa, Desa Penglatan, saat korban sedang mengalami kerauhan.
“Sudah kami cek ke lokasi, memang benar karena kerauhan, korban sudah dipulangkan malam itu juga oleh pihak rumah sakit karena mengalami luka ringan,” ungkapnya.
Kapolsek Kompol Wiranata mengatakan tak mengamankan barang bukti, karena dari pihak keluarga tidak menuntut dan menerima kejadian itu sebagai kecelakaan. Padahal Winasa, menurut istrinya, sering mengalami kerauhan dan melakukan aksi narat. Namun pihaknya sangat menyayangkan kasus ini terulang lagi, pascasebulan lalu kasus sama menimpa krama Desa Pakraman Naga Sepaha, Kecamatan Buleleng hingga meregang nyawa.
Perwira asal Desa Tukadmungga, Buleleng, itu pun berencana akan berkomunikasi dengan desa pakraman melalui Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP), membahas masalah kerauhan dan tradisi narat.
“Bukan melarang, tapi perlu dipertimbangkan kegiatan ini. Lagi pula dampaknya akan negatif juga keluar. Tradisi ini apakah bisa digunting, kalau memang tidak penting, gak usahlah. Satu bulan sudah ada dua kasus, bahkan kemarin malah sampai meninggal,” tegasnya.
Ketua MMDP Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budharsa juga menyayangkan kejadian terluka karena tertusuk keris kembali terjadi di wewengkonnya. Dia mengaku segera akan mengkaji dan menyelenggarakan paruman bersama desa pakraman di Buleleng untuk membahas hal ini.
Budharsa mengimbau kepada seluruh desa pakraman untuk tetap waspada menyikapi peristiwa kerauhan yang biasanya terjadi saat upacara yadnya digelar. “Bukan melarang atau maboya, tetapi tetap waspada, kalau sampai keluar darah otomatis ada paradigma ngae-ngae. Kalau Ida Bhatara ngerangsukin pasti tidak ada apa-apa. Ini harus jadi perhatian serius desa pakraman, kalau ada yang kerauhan agar ditangani bersama, pecalang yang harus memastikan mereka tak mengambil senjata tajam,” ungkapnya.
Atas peristiwa tersebut, apakah MMDP berencana untuk membuat sebuah edaran atau pararem? Budharsa belum berani memastikan, karena masih memerlukan pemikiran dan pertimbangan, karena hal tersebut menyangkut adat istiadat sesuai desa kala patra.
Sementara itu, Perbekel Penglatan Nyoman Budarsa yang dihubungi kemarin sore mengatakan hingga saat ini pihak desa pakraman tidak berencana menggelar upacara khusus pasca-kejadian tersebut. “Darahnya tidak sampai menetes ke tanah, hanya di bagian baju saja. Sehingga kami tidak melakukan upacara khusus. Dadanya hanya luka sedikit. Mungkin pada saat ngurek, keris yang digunakan sedikit meleset. Korban sampai saat ini biasa-biasa saja. Bahkan tadi (Rabu kemarin) masih tetap mengikuti upacara di pura,” katanya.
Menurut Perbekel Budarsa, upacara piodalan di Pura Dalem Purwa jatuh pada Purnama Kelima. Rangkaian upacara sudah dilakukan sejak Soma Kliwon Landep, Senin (22/10) lalu hingga puncak pada Wrespati Paing Landep, Kamis (24/10) yang bertepatan dengan Purnama Kalima. Saat kejadian Budarsa juga mengatakan banyak krama yang mengalami kerauhan, yang jumlahnya sekitar 20 orang.
Sedangkan keris yang dipakai korban Winasa memang keris yang ada di areal pura. Peristiwa yang dialami Winasa bahkan disebut Budasa sering terjadi saat aksi ngurek, hanya saja luka-luka kecil itu langsung diobati dengan ramuan tradisional cane.
Sebelumnya diberitakan, tradisi ritual Ngigel Desa digelar Desa Pakraman Naga Sepaha, Kecamatan Buleleng pada Anggara Pon Klawu, Selasa (25/9). Tradisi Ngigel Desa yang diikuti seluruh krama lanang (laki-laki) ini dilaksanakan di Madya Mandala Pura Desa Pakraman Naga Sepaha, sebagai simbol pengesahan krama lanang yang sudah memasuki masa grahasta untuk menjadi krama desa. Tragisnya, ritual Ngigel Desa diwarnai musibah maut di mana seorang krama tewas tertusuk keris saat ngurek dalam kondisi kerauhan.
Korban tewas tertusuk keris di Pura Desa Pakraman Naga Sepaha, Selasa siang pukul 13.30 Wita, adalah Ketut Sudira, 55. Saat musibah terjadi, korban sedang mengikuti prosesi upacara Ngigel Desa yang dimulai pukul 11.00 Wita. Setelah upacara Mendak Ida Batara di Catus Pata Desa (perempaa desa), ritual berlanjut ke Pura Desa Pakraman Naga Sepaha. Sekitar pukul 13.15 Wita, satu per satu satu krama mengalami kerauhan. Ada yang menyantap ayam caru hidup-hidup, ada yang menari hingga ngurek (tusukkan keris ke dada). Salah satu yang ngurek, korban Ketut Sudira.
Korban Ketut Sudira kerauhan setelah ngigel (menari), lalu mengambil sebilah keris milik seorang pecalang dan menancapkannya di dada kanan. Korban kemudian berlari ke Nista Mandala Pura Desa Pakraman Naga Sepaha dan langsung tersungkur bersimbah darah. Korban selanjutnya dibawa ke RSUD Buleleng untuk mendapatkan penanganan medis. Sayang, setibanya di rumah sakit, korban dinyatakan sudah meninggal. *k23
Kasus berdarah saat upacara piodalan yang dipicu oleh peristiwa kerauhan kembali terjadi. Seorang krama Desa Penglatan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Gede Winasa alias Gede Badung, 63, terluka akibat tusukan keris di dada kirinya saat melakukan aksi narat pada rangkaian upacara Piodalan Pura Dalem Purwa Desa Penglatan yang jatuh pada Purnama Kalima pada Anggara Umanis Landep, Selasa (23/10) pukul 14.30 Wita. Beruntung korban hanya mengalami luka ringan dan selamat dari maut.
Keterangan istri Winasa, Nengah Utari, 60, kepada pihak kepolisian, peristiwa tersebut terjadi saat suaminya ngayah di Pura Dalem Purwa, Desa Pakraman Penglatan. Saat itu Winasa yang berasal dari Banjar Dinas Kelodan, Desa Penglatan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, sedang berada di jaba pura. Namun mendadak dia kerauhan dan langsung menusukkan sebilah keris duwe Pura Dalem di dada kirinya.
Setelah usai dan sudah sadarkan diri, Winasa menyadari dirinya terluka dengan noda darah di kemeja yang dikenakannya. Namun luka terbuka akibat benda tajam itu sempat diobati dengan ramuan tradisional oleh pangempon Pura Dalem. Winasa pun sempat pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 Wita dan tidur sejenak untuk beristirahat.
Namun selang setengah jam berlalu, Winasa kembali melihat lukanya keluar darah. Karenanya dia mengadu kepada istrinya, kemudian diantarkan seorang tokoh masyarakat desa setempat ke RSUD Buleleng. Winasa langsung mendapat penanganan dari tim medis RSUD Buleleng saat tiba di Instalasi Rawat Darurat (IRD). Tim medis pun sempat mengambil tindakan rontgen untuk mengetahui seberapa dalam luka korban. Namun dari hasil pemeriksaan, Winasa hanya mengalami luka tusuk sedalam 5 mm dan tidak sampai mengenai organ dalam. Luka terbuka itu akhirnya mendapat tindakan sebanyak dua jahitan.
Kapolsek Kota Singaraja Kompol AA Wiranata Kusuma dikonfirmasi terpisah pada Rabu (24/10), membenarkan ada kejadian tersebut. Dia memastikan kejadian itu berlangsung di Pura Dalem Purwa, Desa Penglatan, saat korban sedang mengalami kerauhan.
“Sudah kami cek ke lokasi, memang benar karena kerauhan, korban sudah dipulangkan malam itu juga oleh pihak rumah sakit karena mengalami luka ringan,” ungkapnya.
Kapolsek Kompol Wiranata mengatakan tak mengamankan barang bukti, karena dari pihak keluarga tidak menuntut dan menerima kejadian itu sebagai kecelakaan. Padahal Winasa, menurut istrinya, sering mengalami kerauhan dan melakukan aksi narat. Namun pihaknya sangat menyayangkan kasus ini terulang lagi, pascasebulan lalu kasus sama menimpa krama Desa Pakraman Naga Sepaha, Kecamatan Buleleng hingga meregang nyawa.
Perwira asal Desa Tukadmungga, Buleleng, itu pun berencana akan berkomunikasi dengan desa pakraman melalui Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP), membahas masalah kerauhan dan tradisi narat.
“Bukan melarang, tapi perlu dipertimbangkan kegiatan ini. Lagi pula dampaknya akan negatif juga keluar. Tradisi ini apakah bisa digunting, kalau memang tidak penting, gak usahlah. Satu bulan sudah ada dua kasus, bahkan kemarin malah sampai meninggal,” tegasnya.
Ketua MMDP Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budharsa juga menyayangkan kejadian terluka karena tertusuk keris kembali terjadi di wewengkonnya. Dia mengaku segera akan mengkaji dan menyelenggarakan paruman bersama desa pakraman di Buleleng untuk membahas hal ini.
Budharsa mengimbau kepada seluruh desa pakraman untuk tetap waspada menyikapi peristiwa kerauhan yang biasanya terjadi saat upacara yadnya digelar. “Bukan melarang atau maboya, tetapi tetap waspada, kalau sampai keluar darah otomatis ada paradigma ngae-ngae. Kalau Ida Bhatara ngerangsukin pasti tidak ada apa-apa. Ini harus jadi perhatian serius desa pakraman, kalau ada yang kerauhan agar ditangani bersama, pecalang yang harus memastikan mereka tak mengambil senjata tajam,” ungkapnya.
Atas peristiwa tersebut, apakah MMDP berencana untuk membuat sebuah edaran atau pararem? Budharsa belum berani memastikan, karena masih memerlukan pemikiran dan pertimbangan, karena hal tersebut menyangkut adat istiadat sesuai desa kala patra.
Sementara itu, Perbekel Penglatan Nyoman Budarsa yang dihubungi kemarin sore mengatakan hingga saat ini pihak desa pakraman tidak berencana menggelar upacara khusus pasca-kejadian tersebut. “Darahnya tidak sampai menetes ke tanah, hanya di bagian baju saja. Sehingga kami tidak melakukan upacara khusus. Dadanya hanya luka sedikit. Mungkin pada saat ngurek, keris yang digunakan sedikit meleset. Korban sampai saat ini biasa-biasa saja. Bahkan tadi (Rabu kemarin) masih tetap mengikuti upacara di pura,” katanya.
Menurut Perbekel Budarsa, upacara piodalan di Pura Dalem Purwa jatuh pada Purnama Kelima. Rangkaian upacara sudah dilakukan sejak Soma Kliwon Landep, Senin (22/10) lalu hingga puncak pada Wrespati Paing Landep, Kamis (24/10) yang bertepatan dengan Purnama Kalima. Saat kejadian Budarsa juga mengatakan banyak krama yang mengalami kerauhan, yang jumlahnya sekitar 20 orang.
Sedangkan keris yang dipakai korban Winasa memang keris yang ada di areal pura. Peristiwa yang dialami Winasa bahkan disebut Budasa sering terjadi saat aksi ngurek, hanya saja luka-luka kecil itu langsung diobati dengan ramuan tradisional cane.
Sebelumnya diberitakan, tradisi ritual Ngigel Desa digelar Desa Pakraman Naga Sepaha, Kecamatan Buleleng pada Anggara Pon Klawu, Selasa (25/9). Tradisi Ngigel Desa yang diikuti seluruh krama lanang (laki-laki) ini dilaksanakan di Madya Mandala Pura Desa Pakraman Naga Sepaha, sebagai simbol pengesahan krama lanang yang sudah memasuki masa grahasta untuk menjadi krama desa. Tragisnya, ritual Ngigel Desa diwarnai musibah maut di mana seorang krama tewas tertusuk keris saat ngurek dalam kondisi kerauhan.
Korban tewas tertusuk keris di Pura Desa Pakraman Naga Sepaha, Selasa siang pukul 13.30 Wita, adalah Ketut Sudira, 55. Saat musibah terjadi, korban sedang mengikuti prosesi upacara Ngigel Desa yang dimulai pukul 11.00 Wita. Setelah upacara Mendak Ida Batara di Catus Pata Desa (perempaa desa), ritual berlanjut ke Pura Desa Pakraman Naga Sepaha. Sekitar pukul 13.15 Wita, satu per satu satu krama mengalami kerauhan. Ada yang menyantap ayam caru hidup-hidup, ada yang menari hingga ngurek (tusukkan keris ke dada). Salah satu yang ngurek, korban Ketut Sudira.
Korban Ketut Sudira kerauhan setelah ngigel (menari), lalu mengambil sebilah keris milik seorang pecalang dan menancapkannya di dada kanan. Korban kemudian berlari ke Nista Mandala Pura Desa Pakraman Naga Sepaha dan langsung tersungkur bersimbah darah. Korban selanjutnya dibawa ke RSUD Buleleng untuk mendapatkan penanganan medis. Sayang, setibanya di rumah sakit, korban dinyatakan sudah meninggal. *k23
Komentar