Lukisan Karya 33 Seniman Bali Dipamerkan di Jogjakarta
Sebanyak 68 lukisan karya 33 seniman Bali dipamerkan di Sangkring Art Space, Bantul, Jogjakarta, selama dua bulan, 28 Oktober-28 Desember 2018.
GIANYAR, NusaBali
Pemilik Damping Gallery I Wayan Sutarma mengatakan, pameran yang mengusung tajuk ‘Sadulur Rupa’ merupakan kerja sama galerinya dengan Sangkring Art Space milik seniman Putu Sutawijaya. Pameran ini merupakan bagian dari upaya Sutarma untuk terus menghidupkan dan memperkenalkan seni rupa tradisional Bali kepada khalayak luas.
Selama ini, Sutarma memegang peran penting dalam mempertahankan nilai estetik dari mahakarya seniman lukis Bali agar tetap eksis. Ia selalu terhubung dengan ruang seni yang membuat kecintaannya terhadap seni lukis kian mengakar dan tumbuh kuat.
Ia tak hanya memberikan semangat dan menyediakan material bagi seniman untuk berkarya, tetapi secara intens memamerkan di galerinya di Ubud dan mengikuti berbagai aktivitas seni seperti penerbitan buku, lelang, dan pameran di berbagai tempat.
“Saya mengoleksi berbagai karya seni modern dan kontemporer, tetapi belakangan fokus seni rupa tradisional karena masih belum banyak pihak yang memberikan perhatian,” katanya, Sabtu (27/10).
Sutarma mengatakan, dalam perjalanannya mendukung seniman dan mengoleksi karya selalu mengedepankan kejujuran, pikiran positif, dan saling menjaga kepercayaan. Kolaborasi tersebut berhasil memotivasi kedua pihak untuk menjalankan peran masing-masing.
Dia membangun relasi dengan para tokoh pecinta seni entah itu kolektor, pengamat seni, penulis, balai lelang, dan lain-lain. Sutarma merupakan salah satu tokoh di balik acara ‘Bali Bangkit’ atau ‘Bali Bravo’ pada 2015, yakni wadah berkarya bagi para seniman lukis tradisi Bali yang pernah menggelar pameran besar di Museum Arma dan lelang di Maya Hotel.
Ia juga mendirikan Sanggar Pudak Bali untuk menggerakkan seniman muda bertalenta agar generasi pengusung seni lukis tradisi terus bertumbuh. Tahun lalu, bekerja sama dengan seniman muda I Gde Ngurah Panji, Sutarma menciptakan karya rupa di atas panil yang telah dipamerkan dan mendapat sambutan dari para pengamat seni.
Sutarma menjelaskan, tema pameran kali ini ‘Sadulur Rupa’ sebagai proses kelanjutan dari tema-tema sebelumnya yang menyiratkan ‘sadulur’ kehidupan, yakni keberlanjutan yang paripurna dan tidak terputus dalam jalinan rasa di mana daya estetik sebagai titian dalam menempuh perjalanan hidup.
‘Sadulur’ juga dimaknai sebagai ‘Saudara’, yakni sama-sama satu udara, jiwa dan satu rasa yang hidup dalam ruang indah. Sedangkan istilah ‘Rupa’ berasal dari Bahasa Sanskerta yang diartikan sebagai citra atau wujud yang memiliki kesejajaran arti dengan wisesa atau sifat dari guna atau kualitas yang berada dalam setiap objek. “Jadi tema ini sangat tepat untuk merujuk pada makna jalinan rasa yang terwujud melalui karya seni lukis Bali hasil dari olah batin dalam dimensi meditatif yang kami harapkan melahirkan ‘sandining lango’ atau keterpukauan terhadap keindahan,” jelas Sutarma.
Seniman yang terlibat di pameran ini adalah Ida Bagus Sena, I Gde Ngurah Panji, I Wayan Serathi, I Wayan Asta, I Ketut Manggi, I Made Suarsa, I Wayan Gandera, I Nyoman Manggih, I Wayan Gelgel, I Ketut Madri, I Made Ariasa, I Wayan Matra Arjana, dan I Gusti Putu Joni.
Selain itu ada I Gusti Agung Galuh, I Dewa Putu Arsania, I Nyoman Sinom, I Ketut Ginarsa, I Gusti Agung Wiranata, I Made Suryana, I Ketut Kebut, I Wayan Bendi, I Made Madra, I Ketut Tubuh, I Dewa Sugi, I Gusti Ayu Natih Armini, I Nyoman Tulus, dan I Ketut Sadia.
Karya seniman yang telah almarhum juga ikut dipamerkan dalam pameran ini yakni, I Dewa Putu Mokoh, Ida Bagus Made Nadera, I Wayan Djudjul, I Wayan Tohjiwa, I Nyoman Ridi, dan I Ketut Kicen. *isu
Pemilik Damping Gallery I Wayan Sutarma mengatakan, pameran yang mengusung tajuk ‘Sadulur Rupa’ merupakan kerja sama galerinya dengan Sangkring Art Space milik seniman Putu Sutawijaya. Pameran ini merupakan bagian dari upaya Sutarma untuk terus menghidupkan dan memperkenalkan seni rupa tradisional Bali kepada khalayak luas.
Selama ini, Sutarma memegang peran penting dalam mempertahankan nilai estetik dari mahakarya seniman lukis Bali agar tetap eksis. Ia selalu terhubung dengan ruang seni yang membuat kecintaannya terhadap seni lukis kian mengakar dan tumbuh kuat.
Ia tak hanya memberikan semangat dan menyediakan material bagi seniman untuk berkarya, tetapi secara intens memamerkan di galerinya di Ubud dan mengikuti berbagai aktivitas seni seperti penerbitan buku, lelang, dan pameran di berbagai tempat.
“Saya mengoleksi berbagai karya seni modern dan kontemporer, tetapi belakangan fokus seni rupa tradisional karena masih belum banyak pihak yang memberikan perhatian,” katanya, Sabtu (27/10).
Sutarma mengatakan, dalam perjalanannya mendukung seniman dan mengoleksi karya selalu mengedepankan kejujuran, pikiran positif, dan saling menjaga kepercayaan. Kolaborasi tersebut berhasil memotivasi kedua pihak untuk menjalankan peran masing-masing.
Dia membangun relasi dengan para tokoh pecinta seni entah itu kolektor, pengamat seni, penulis, balai lelang, dan lain-lain. Sutarma merupakan salah satu tokoh di balik acara ‘Bali Bangkit’ atau ‘Bali Bravo’ pada 2015, yakni wadah berkarya bagi para seniman lukis tradisi Bali yang pernah menggelar pameran besar di Museum Arma dan lelang di Maya Hotel.
Ia juga mendirikan Sanggar Pudak Bali untuk menggerakkan seniman muda bertalenta agar generasi pengusung seni lukis tradisi terus bertumbuh. Tahun lalu, bekerja sama dengan seniman muda I Gde Ngurah Panji, Sutarma menciptakan karya rupa di atas panil yang telah dipamerkan dan mendapat sambutan dari para pengamat seni.
Sutarma menjelaskan, tema pameran kali ini ‘Sadulur Rupa’ sebagai proses kelanjutan dari tema-tema sebelumnya yang menyiratkan ‘sadulur’ kehidupan, yakni keberlanjutan yang paripurna dan tidak terputus dalam jalinan rasa di mana daya estetik sebagai titian dalam menempuh perjalanan hidup.
‘Sadulur’ juga dimaknai sebagai ‘Saudara’, yakni sama-sama satu udara, jiwa dan satu rasa yang hidup dalam ruang indah. Sedangkan istilah ‘Rupa’ berasal dari Bahasa Sanskerta yang diartikan sebagai citra atau wujud yang memiliki kesejajaran arti dengan wisesa atau sifat dari guna atau kualitas yang berada dalam setiap objek. “Jadi tema ini sangat tepat untuk merujuk pada makna jalinan rasa yang terwujud melalui karya seni lukis Bali hasil dari olah batin dalam dimensi meditatif yang kami harapkan melahirkan ‘sandining lango’ atau keterpukauan terhadap keindahan,” jelas Sutarma.
Seniman yang terlibat di pameran ini adalah Ida Bagus Sena, I Gde Ngurah Panji, I Wayan Serathi, I Wayan Asta, I Ketut Manggi, I Made Suarsa, I Wayan Gandera, I Nyoman Manggih, I Wayan Gelgel, I Ketut Madri, I Made Ariasa, I Wayan Matra Arjana, dan I Gusti Putu Joni.
Selain itu ada I Gusti Agung Galuh, I Dewa Putu Arsania, I Nyoman Sinom, I Ketut Ginarsa, I Gusti Agung Wiranata, I Made Suryana, I Ketut Kebut, I Wayan Bendi, I Made Madra, I Ketut Tubuh, I Dewa Sugi, I Gusti Ayu Natih Armini, I Nyoman Tulus, dan I Ketut Sadia.
Karya seniman yang telah almarhum juga ikut dipamerkan dalam pameran ini yakni, I Dewa Putu Mokoh, Ida Bagus Made Nadera, I Wayan Djudjul, I Wayan Tohjiwa, I Nyoman Ridi, dan I Ketut Kicen. *isu
1
Komentar