Tajen Dihapus dari Draft Ranperda Atraksi Budaya
Atraksi Tajen (sabung ayam) yang selama ini berkonotasi judi, akhirnya gagal masuk dalam proses legislasi di DPRD Bali.
DENPASAR, NusaBali
Tajen dihapus dari draft Ranperda Atraksi Budaya melalui pembahasan oleh Pansus Ranperda Atraksi Budaya DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (29/10). Pembahasan Ranperda Atraksi Budaya, Senin kemarin, dihadiri juga Tim Ahli AA Gede Raka, praktisi dan akademisi bidang kebudayaan. Seusai pembahasan kemarin, Ketua Pansus Ranperda Atraksi Budaya DPRD Bali, Wayan Gunawan, menyatakan tajen dihapus dari draft Ranperda.
“Hari ini (kemarin, Red) sudah kita bahas. Rabu nanti akan dilakukan hearing dengan Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata. Kami akan inventarisir mana yang sakral, mana yang profan dan dibolehkan untuk menjadi sebuah atraksi,” ujar Gunawan.
Gunawan menyebutkan, pembahasan dengan Tim Ahli yang diketuai AA Gede Raka kemarin, menghasilkan judul final Ranperda ‘Atraksi Budaya sebagai Komuditas Daya Tarik Pariwisata’. “Atraksi tajen yang berkonotasi sabung ayam dengan kriteria judi itu, kita hapus. Sudah hilang itu,” tegas politisi Golkar asal Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Kenapa tajen akhirnya dihapus dari draft Ranperda? “Kita nggak mau ambil risiko, nanti diprotes dan melanggar hukum. Kalau atraksi budaya Tabuh Rah, bentuknya memang abungan ayam, tapi itu sebagai sebuah ritual, bukan dalam bentuk Tajen. Ketika ada kegiatan Tabuh Rah, itu masuk Atraksi Budaya. Kan tidak ada taruhan,” ujar Gunawan.
Gunawan menegaskan, Ranperda Atraksi Budaya ini akan menginventarisasi atraksi budaya yang sakral dan profan (tontonan), yang jumlahnya mencapai ratusan. “Atraksi budaya itu banyak, karena di dalamnya ada atraksi dalam bentuk seni pagelaran/pertunjukan sakral, ada juga dalam bentuk tontonan. Pasar di Bedugul itu tontonan. Kalau Barong, itu seni pertunjukan. Banyak kriteria dan model-model atraksi budaya yang akan kita masukkan,” papar politisi yang juga Ketua DPD II Golkar Bangli ini.
Sementara itu, Ketua Tim Ahli, AA Gde Raka, mengatakan dalam Ranperda Atraksi Budaya juga akan dimasukkan pasal ‘perlindungan terhadap para praktisi seni budaya’. Tujuannya, supaya mereka mendapatkan sebuah penghargaan dari sisi ekonomi. Sebab, mereka selama ini menjadi pendukung pariwisata. “Kita juga berharap dengan Perda Atraksi Budaya ini, bisa melindungi seni dan budaya Bali,” ujar Gung Raka.
Sedangkan Ketua Baleg DPRD Bali, I Gusti Putu Budiartha, mengatakan penyusunan Ranperda Atraksi Budaya diharapkan bisa selesai tepat waktu. Pasalnya, Bali sebagai daerah pariwisata yang didukung seni dan budaya, harus didukung dengan sebuah regulasi.
“Begitu Ranperda ini tuntas digodok, akan langsung ditindaklanjuti oleh eksekutif dengan Pergub. Baleg sejak awal mendorong adanya Ranperda Atraksi Budaya ini untuk melindungi praktisi, seniman, dan atraksi budaya yang berbentuk sakral dan profan,” tegas politisi PDIP asal Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini. *nat
“Hari ini (kemarin, Red) sudah kita bahas. Rabu nanti akan dilakukan hearing dengan Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata. Kami akan inventarisir mana yang sakral, mana yang profan dan dibolehkan untuk menjadi sebuah atraksi,” ujar Gunawan.
Gunawan menyebutkan, pembahasan dengan Tim Ahli yang diketuai AA Gede Raka kemarin, menghasilkan judul final Ranperda ‘Atraksi Budaya sebagai Komuditas Daya Tarik Pariwisata’. “Atraksi tajen yang berkonotasi sabung ayam dengan kriteria judi itu, kita hapus. Sudah hilang itu,” tegas politisi Golkar asal Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Kenapa tajen akhirnya dihapus dari draft Ranperda? “Kita nggak mau ambil risiko, nanti diprotes dan melanggar hukum. Kalau atraksi budaya Tabuh Rah, bentuknya memang abungan ayam, tapi itu sebagai sebuah ritual, bukan dalam bentuk Tajen. Ketika ada kegiatan Tabuh Rah, itu masuk Atraksi Budaya. Kan tidak ada taruhan,” ujar Gunawan.
Gunawan menegaskan, Ranperda Atraksi Budaya ini akan menginventarisasi atraksi budaya yang sakral dan profan (tontonan), yang jumlahnya mencapai ratusan. “Atraksi budaya itu banyak, karena di dalamnya ada atraksi dalam bentuk seni pagelaran/pertunjukan sakral, ada juga dalam bentuk tontonan. Pasar di Bedugul itu tontonan. Kalau Barong, itu seni pertunjukan. Banyak kriteria dan model-model atraksi budaya yang akan kita masukkan,” papar politisi yang juga Ketua DPD II Golkar Bangli ini.
Sementara itu, Ketua Tim Ahli, AA Gde Raka, mengatakan dalam Ranperda Atraksi Budaya juga akan dimasukkan pasal ‘perlindungan terhadap para praktisi seni budaya’. Tujuannya, supaya mereka mendapatkan sebuah penghargaan dari sisi ekonomi. Sebab, mereka selama ini menjadi pendukung pariwisata. “Kita juga berharap dengan Perda Atraksi Budaya ini, bisa melindungi seni dan budaya Bali,” ujar Gung Raka.
Sedangkan Ketua Baleg DPRD Bali, I Gusti Putu Budiartha, mengatakan penyusunan Ranperda Atraksi Budaya diharapkan bisa selesai tepat waktu. Pasalnya, Bali sebagai daerah pariwisata yang didukung seni dan budaya, harus didukung dengan sebuah regulasi.
“Begitu Ranperda ini tuntas digodok, akan langsung ditindaklanjuti oleh eksekutif dengan Pergub. Baleg sejak awal mendorong adanya Ranperda Atraksi Budaya ini untuk melindungi praktisi, seniman, dan atraksi budaya yang berbentuk sakral dan profan,” tegas politisi PDIP asal Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini. *nat
1
Komentar