UMK Badung 2019 Sebesar Rp 2,7 Juta
Upah Minimum Kabupaten (UMK) Badung untuk 2019 naik sebesar 8,3 persen.
MANGUPURA, NusaBali
Kenaikan UMK ini sudah mendapat persetujuan Dewan Pengupahan, terdiri unsur serikat pekerja, pengusaha, serta pemerintah. “Setelah berproses pada 29 Oktober 2018, Dewan Pengupahan sepakati UMK tahun 2019 naik 8,3 persen. Jika tahun 2018 UMK sebesar Rp 2.499.580, tahun 2019 naik menjadi Rp 2.700.297,” ungkap Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung Ida Bagus Oka Dirga, Selasa (30/10).
Kenaikan UMK 2019, menurut Oka Dirga, sepenuhnya merujuk UU Nomor 13 Tahun 2013 jo Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Selain itujuga memperhatikan surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor B.240/M-NAKER/PHI95K-UPAH/X/2018, perihal Penyampaikan Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2018. “Jadi, sudah ada ketentuan terkait UMK, sehingga disepakai Dewan Pengupahan, UMK Badung tahun 2019 naik,” imbuhnya.
Menurut Oka Dirga, hasil kesepakatan ini secepatnya akan dilaporkan ke Bupati Badung untuk kemudian diteruskan ke Pemerintah Provinsi Bali untuk penetapan. “Penetapan UMK ini adalah kewenangan Provinsi Bali (Gubernur). Makanya, kami akan laporkan dulu ke pimpinan,” tegas pejabat asal Desa Taman, Kecamatan Abisnemal, itu.
“Setelah ada penetapan resmi dari provinsi, kami sudah siapkan agenda sosialisasi kepada para pengusaha di Badung. Kami harapkan per 1 Januari 2019, UMK baru sudah bisa dilaksanakan,” tuturnya. Kalaupun ada pengusaha yang belum siap menerapkan UMK baru, bisa mengajukan penundaan sesuai prosedur perundang-undangan.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Bali Cabang Badung I Wayan Suyasa, menyambut positif disepakatinya UMK 2019. “Saya menyampaikan apresiasi kepada Dewan Pengupahan yang telah menyepakati UMK. Bagi kita ini (UMK tahun 2019) cukup tinggi,” ucapnya.
“Kami selaku perwakilan serikat pekerja berharap UMK ini sebagai jaring pengaman, khususnya bagi pegawai yang baru bekerja antara 0-1 tahun. Namun, kalau sudah lebih dari masa kerja 1 tahun, bukan UMK lagi patokannya, tapi bagaimana kondisi masing-masing perusahaan, karena pekerja adalah bagian dari perusahaan,” tegas Suyasa yang juga Ketua Komisi I DPRD Badung. *asa
Kenaikan UMK ini sudah mendapat persetujuan Dewan Pengupahan, terdiri unsur serikat pekerja, pengusaha, serta pemerintah. “Setelah berproses pada 29 Oktober 2018, Dewan Pengupahan sepakati UMK tahun 2019 naik 8,3 persen. Jika tahun 2018 UMK sebesar Rp 2.499.580, tahun 2019 naik menjadi Rp 2.700.297,” ungkap Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung Ida Bagus Oka Dirga, Selasa (30/10).
Kenaikan UMK 2019, menurut Oka Dirga, sepenuhnya merujuk UU Nomor 13 Tahun 2013 jo Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Selain itujuga memperhatikan surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor B.240/M-NAKER/PHI95K-UPAH/X/2018, perihal Penyampaikan Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2018. “Jadi, sudah ada ketentuan terkait UMK, sehingga disepakai Dewan Pengupahan, UMK Badung tahun 2019 naik,” imbuhnya.
Menurut Oka Dirga, hasil kesepakatan ini secepatnya akan dilaporkan ke Bupati Badung untuk kemudian diteruskan ke Pemerintah Provinsi Bali untuk penetapan. “Penetapan UMK ini adalah kewenangan Provinsi Bali (Gubernur). Makanya, kami akan laporkan dulu ke pimpinan,” tegas pejabat asal Desa Taman, Kecamatan Abisnemal, itu.
“Setelah ada penetapan resmi dari provinsi, kami sudah siapkan agenda sosialisasi kepada para pengusaha di Badung. Kami harapkan per 1 Januari 2019, UMK baru sudah bisa dilaksanakan,” tuturnya. Kalaupun ada pengusaha yang belum siap menerapkan UMK baru, bisa mengajukan penundaan sesuai prosedur perundang-undangan.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Bali Cabang Badung I Wayan Suyasa, menyambut positif disepakatinya UMK 2019. “Saya menyampaikan apresiasi kepada Dewan Pengupahan yang telah menyepakati UMK. Bagi kita ini (UMK tahun 2019) cukup tinggi,” ucapnya.
“Kami selaku perwakilan serikat pekerja berharap UMK ini sebagai jaring pengaman, khususnya bagi pegawai yang baru bekerja antara 0-1 tahun. Namun, kalau sudah lebih dari masa kerja 1 tahun, bukan UMK lagi patokannya, tapi bagaimana kondisi masing-masing perusahaan, karena pekerja adalah bagian dari perusahaan,” tegas Suyasa yang juga Ketua Komisi I DPRD Badung. *asa
Komentar