Ada 3.000 Tanaman Obat, Koster Siap Kembangkan Pengobatan Herbal
Gubernur Wayan Koster akui banyak potensi tanaman di Bali yang bisa dijadikan obat tradisional.
DENPASAR, NusaBali
Setidaknya, ada 3.000 tanaman obat di Bali yang bila dikembangkan, bisa bermanfaat bagi masyarakat. Gubernur Koster pun ingin kembangkan potensi tersebut menjadi industri obat tradisional.
“Bali mempunyai sekitar 3.000 tanaman obat yang jika dikembangkan akan sangat berguna bagi masyarakat. Saat ini, produksi yang terkenal dari Bangli hanya loloh cemcem dan loloh kunyit. Keduanya sudah terbukti bagus untuk kesehatan masyarakat, kenapa tidak kembangkan saja itu?” ujar Gubernur Koster saat acara penandatanganan hibah Program Pengembangan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4OT) oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ke-menterian Kesehatan RI, di Ruang Rapat Praja Sabha Kantor Gubernuram, Niti Mandala Denpasar, Kamis (1/11).
Koster berharap ke depan bisa membuat industri obat-obatan herbal yang memang sudah teruji secara klinis. Menurut Koster, hal tersebut sudah dikembangkan di Tiongkok, sehingga pengobatan herbal dan modern di negeri itu bisa disinergikan. “Ke depan, saya harap Bali akan menjadi pusat pengobatan herbal di Indonesia, bahkan bisa menyaingi Tiongkok,” tandas Koster yang kemarin didampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra dan Bupati Bangli, Made Gianyar.
Selain itu, Koster juga berencana memfasilitasi para tenaga pengobatan herbal atau yang lebih dikenal sebagai balian. Para balian yang telah bersertifikat dan sudah praktek selama ini akan didata, untuk selanjutnya difasilitasi di berbagai rumah sakit, baik RS milik pemerintah maupun swasta, agar mereka bisa bersinergi dengan dokter.
“Selama ini kita telah kenal dengan pengobatan Usada yang bersumber dari Ayur Weda, bahkan sudah ada di Uhi. Jadi, kita akan kembangkan itu,” katanya. Apalagi, saat ini sudah ada PP Nomor 103 Tahun 2004 tentang Pelayanan Pengobatan Tradisional. Bahkan, dalam UU Nomor 36 Tahun 2009, pengobat tradisional terakomodasi sebagai tenaga kesehatan. Untuk melancarkan rencana tersebut, Koster bahkan akan bekerjasama dengan Unud.
Untuk memfasilitasi semua rencana tersebut, pihaknya selaku Gubernur Bali akan menyiapkan payung hukum. “Kami akan siapkan Perda yang mengatur tentang itu, masalah pendanaan, dan segala macam,” jelas Koster.
Selain itu, pihaknya juga berencana menyiapkan laboratorium untuk penelitian dan siapkan lahan Pemprov Bali di Bangli untuk budidaya tanaman obat. Bangli dipilih karena udaranya yang dingin dan sangat cocok untuk budidaya tersebut. “Jika rencana ini berhasil, praktis akan membuka peluang ekonomi lebih luas dan ke depan bias menjadi destinasi wisata baru di Bali. Karena kita semakin menyadari bahwa hidup orang sekarang semakin beralih ke gaya hidup alami,” katanya.
Sementara itu, Direktur Produksi dan Distribusi Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Dr Dra Agusdini Banun Saptaningsih, sangat mendukung rencana tersebut. Apalagi, di Kemenkes sudah ada Direktorat Pengobatan Herbal yang mengembangkan obat-obat tradisional seperti jamu.
Untuk itu, pihaknya pun memilih Bali khususnya Bangli untuk menerima fasilitas P4OT. “Kabupaten Bangli sudah menerima fasilitas P4OT tahun 2013, di mana assessment dan fasilitas dilaksanakan di tahun yang sama,” jelas Agusdini. Disebutkan, pada 2016 telah dilaksanakan uji fungsi, sementara tahun 2018 ini dilaksanakan hibah. Dengan diberikannya hibah P4OT ini, Bali diharapkan bisa kembangkan obat tradisional dan kosmetika berbahan herbal. Dalam acara kemarin, juga dilakukan penandatangan berkas hibah dari Kemenkes kepada Bangli, yang ditandatangani Agusdini Banun Saptaningsih dan Bupati Made Gianyar. *
Setidaknya, ada 3.000 tanaman obat di Bali yang bila dikembangkan, bisa bermanfaat bagi masyarakat. Gubernur Koster pun ingin kembangkan potensi tersebut menjadi industri obat tradisional.
“Bali mempunyai sekitar 3.000 tanaman obat yang jika dikembangkan akan sangat berguna bagi masyarakat. Saat ini, produksi yang terkenal dari Bangli hanya loloh cemcem dan loloh kunyit. Keduanya sudah terbukti bagus untuk kesehatan masyarakat, kenapa tidak kembangkan saja itu?” ujar Gubernur Koster saat acara penandatanganan hibah Program Pengembangan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4OT) oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Ke-menterian Kesehatan RI, di Ruang Rapat Praja Sabha Kantor Gubernuram, Niti Mandala Denpasar, Kamis (1/11).
Koster berharap ke depan bisa membuat industri obat-obatan herbal yang memang sudah teruji secara klinis. Menurut Koster, hal tersebut sudah dikembangkan di Tiongkok, sehingga pengobatan herbal dan modern di negeri itu bisa disinergikan. “Ke depan, saya harap Bali akan menjadi pusat pengobatan herbal di Indonesia, bahkan bisa menyaingi Tiongkok,” tandas Koster yang kemarin didampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra dan Bupati Bangli, Made Gianyar.
Selain itu, Koster juga berencana memfasilitasi para tenaga pengobatan herbal atau yang lebih dikenal sebagai balian. Para balian yang telah bersertifikat dan sudah praktek selama ini akan didata, untuk selanjutnya difasilitasi di berbagai rumah sakit, baik RS milik pemerintah maupun swasta, agar mereka bisa bersinergi dengan dokter.
“Selama ini kita telah kenal dengan pengobatan Usada yang bersumber dari Ayur Weda, bahkan sudah ada di Uhi. Jadi, kita akan kembangkan itu,” katanya. Apalagi, saat ini sudah ada PP Nomor 103 Tahun 2004 tentang Pelayanan Pengobatan Tradisional. Bahkan, dalam UU Nomor 36 Tahun 2009, pengobat tradisional terakomodasi sebagai tenaga kesehatan. Untuk melancarkan rencana tersebut, Koster bahkan akan bekerjasama dengan Unud.
Untuk memfasilitasi semua rencana tersebut, pihaknya selaku Gubernur Bali akan menyiapkan payung hukum. “Kami akan siapkan Perda yang mengatur tentang itu, masalah pendanaan, dan segala macam,” jelas Koster.
Selain itu, pihaknya juga berencana menyiapkan laboratorium untuk penelitian dan siapkan lahan Pemprov Bali di Bangli untuk budidaya tanaman obat. Bangli dipilih karena udaranya yang dingin dan sangat cocok untuk budidaya tersebut. “Jika rencana ini berhasil, praktis akan membuka peluang ekonomi lebih luas dan ke depan bias menjadi destinasi wisata baru di Bali. Karena kita semakin menyadari bahwa hidup orang sekarang semakin beralih ke gaya hidup alami,” katanya.
Sementara itu, Direktur Produksi dan Distribusi Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Dr Dra Agusdini Banun Saptaningsih, sangat mendukung rencana tersebut. Apalagi, di Kemenkes sudah ada Direktorat Pengobatan Herbal yang mengembangkan obat-obat tradisional seperti jamu.
Untuk itu, pihaknya pun memilih Bali khususnya Bangli untuk menerima fasilitas P4OT. “Kabupaten Bangli sudah menerima fasilitas P4OT tahun 2013, di mana assessment dan fasilitas dilaksanakan di tahun yang sama,” jelas Agusdini. Disebutkan, pada 2016 telah dilaksanakan uji fungsi, sementara tahun 2018 ini dilaksanakan hibah. Dengan diberikannya hibah P4OT ini, Bali diharapkan bisa kembangkan obat tradisional dan kosmetika berbahan herbal. Dalam acara kemarin, juga dilakukan penandatangan berkas hibah dari Kemenkes kepada Bangli, yang ditandatangani Agusdini Banun Saptaningsih dan Bupati Made Gianyar. *
1
Komentar