2019, Harga Rokok Tidak Naik
Menaikkan tarif cukai di atas 10 % berdampak langsung pada petani
JAKARTA, NusaBali
Pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada 2019 sehingga penghitungan akan tetap menggunakan tingkat cukai yang ada sampai dengan 2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat ini, pemerintah membahas mengenai kebijakan cukai hasil tembakau untuk tahun depan.
"Mendengar seluruh evaluasi dan masukan dari sidang kabinet, maka kami memutuskan bahwa untuk cukai tahun 2019 tidak akan ada perubahan atau kenaikan cukai," katanya dikutip dari Antara, Jumat (2/11).
Untuk itu, pemerintah akan tetap menggunakan tingkat cukai yang ada sampai dengan tahun ini. Dengan keputusan ini, dia pun menegaskan, harga rokok termasuk eceran, tidak akan ada kenaikan lagi mengingat cukai yang digunakan adalah tahun 2018.
"Kami juga akan menyampaikan skenario atau keputusan untuk penggabungan beberapa kelompok juga kita tunda," katanya.
Dalam hal ini pemerintah akan tetap akan mengikuti struktur dari kebijakan cukai tahun 2018 baik dari sisi harga jual, eceran, maupun dari sisi pengelompokannya.
Sebelumnya sempat direncanakan kenaikan harga rokok yang cukup drastis perbungkus tahun depan. Cara yang dilakukan adalah dengan menaikkan tarif cukai yang tinggi di atas 10 persen dan juga kenaikan yang dianggap tinggi pada besaran harga banderol atau harga jual eceran.
Petani tembakau menilai kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok berpotensi merugikan petani. Oleh sebab itu, petani meminta agar pemerintah menunda dan mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, mengatakan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 terkait simplifikasi tarif cukai tembakau perlu mempertimbangkan dan memperhatikan dampaknya secara keseluruhan, baik terhadap petani tembakau maupun industri kretek nssional.
Lantaran, implementasi simplifikasi tarif cukai berpeluang berdampak langsung terhadap petani tembakau, juga menurunkan penerimaan negara dari cukai rokok.
Dia menuturkan, PMK 146/2017 tersebut mengatur penggabungan golongan Sigaret Putih Mesin (SPM) dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM), termasuk penggabungan kuota. Jika kebijakan ini diberlakukan akan merugikan petani sebagai penjual tembakau dan pada umumnya produk kretek sebagai produk nasional.
"Simplifikasi tarif cukai akan mematikan industri kretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal, bahkan nasional," ujar dia di Jakarta, Jumat (26/10).
Sementara itu, lanjut dia, klausul lain terkait penyederhanaan tarif menjadi lima layer akan mengakibatkan semua pabrikan nasional yang kategori besar hingga menengah dan kecil berpotensi gulung tikar. Lantaran pabrikan ini tidak sanggup bersaing dengan pemain besar yang sudah mempunyai merek internasional. *
Pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada 2019 sehingga penghitungan akan tetap menggunakan tingkat cukai yang ada sampai dengan 2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat ini, pemerintah membahas mengenai kebijakan cukai hasil tembakau untuk tahun depan.
"Mendengar seluruh evaluasi dan masukan dari sidang kabinet, maka kami memutuskan bahwa untuk cukai tahun 2019 tidak akan ada perubahan atau kenaikan cukai," katanya dikutip dari Antara, Jumat (2/11).
Untuk itu, pemerintah akan tetap menggunakan tingkat cukai yang ada sampai dengan tahun ini. Dengan keputusan ini, dia pun menegaskan, harga rokok termasuk eceran, tidak akan ada kenaikan lagi mengingat cukai yang digunakan adalah tahun 2018.
"Kami juga akan menyampaikan skenario atau keputusan untuk penggabungan beberapa kelompok juga kita tunda," katanya.
Dalam hal ini pemerintah akan tetap akan mengikuti struktur dari kebijakan cukai tahun 2018 baik dari sisi harga jual, eceran, maupun dari sisi pengelompokannya.
Sebelumnya sempat direncanakan kenaikan harga rokok yang cukup drastis perbungkus tahun depan. Cara yang dilakukan adalah dengan menaikkan tarif cukai yang tinggi di atas 10 persen dan juga kenaikan yang dianggap tinggi pada besaran harga banderol atau harga jual eceran.
Petani tembakau menilai kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok berpotensi merugikan petani. Oleh sebab itu, petani meminta agar pemerintah menunda dan mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, mengatakan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 terkait simplifikasi tarif cukai tembakau perlu mempertimbangkan dan memperhatikan dampaknya secara keseluruhan, baik terhadap petani tembakau maupun industri kretek nssional.
Lantaran, implementasi simplifikasi tarif cukai berpeluang berdampak langsung terhadap petani tembakau, juga menurunkan penerimaan negara dari cukai rokok.
Dia menuturkan, PMK 146/2017 tersebut mengatur penggabungan golongan Sigaret Putih Mesin (SPM) dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM), termasuk penggabungan kuota. Jika kebijakan ini diberlakukan akan merugikan petani sebagai penjual tembakau dan pada umumnya produk kretek sebagai produk nasional.
"Simplifikasi tarif cukai akan mematikan industri kretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal, bahkan nasional," ujar dia di Jakarta, Jumat (26/10).
Sementara itu, lanjut dia, klausul lain terkait penyederhanaan tarif menjadi lima layer akan mengakibatkan semua pabrikan nasional yang kategori besar hingga menengah dan kecil berpotensi gulung tikar. Lantaran pabrikan ini tidak sanggup bersaing dengan pemain besar yang sudah mempunyai merek internasional. *
Komentar