Mahfud Ingin Sistem Rekrutmen Politik Dibenahi
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mendorong segera dilakukan perbaikan sistem rekrutmen politik untuk mewujudkan produk dan penegakan hukum yang adil di Indonesia.
JOGJAKARTA, NusaBali
"Sekarang problem utama kita adalah sistem rekrutmen politik yang buruk, sistem rekrutmen politik kita masih koruptif. Masih pakai uang mahar," kata Mahfud dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Pancasila dan Bela Negara’ di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta, Jumat (2/11) sore.
Menurut Mahfud, rekrutmen politik yang buruk pada gilirannya akan menghasilkan produk hukum atau perundang-undangan yang tidak baik disertai pelaksanaan yang tidak baik pula. "Karena hukum itu produk politik. Kalau politiknya baik maka produk hukumnya juga baik," ujar dia.
Ia mencontohkan untuk mencalonkan diri menjadi bupati atau gubernur rata-rata harus menerim sumbangan dana dari para cukong. Sehingga saat terpilih menjadi bupati atau gubernur mau tidak mau harus berpikir untuk mengembalikan dana tersebut.
"Akhirnya mau menerima suap untuk menerbitkan izin penebangan hutan, eksplorasi tambang. Izin-izin itu dibuat oleh orang-orang yang 'tersandera'," kata Mahfud yang juga anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Mahfud menyebutkan hingga saat ini posisi skor indeks persepsi korupsi Indonesia masih di angka 37 yang artinya masih tergolong buruk. Meski demikian, skor tersebut sudah jauh lebih baik dibandingkan pada era Orde Baru yang masih di angka 2 yang berarti sangat buruk. "Dari rentang skor 0-100 indeks persepsi korupsi Indonesia 37. Kalau saudara sekolah di SD, SMP, dan SMA saudara di angka 51 saja tidak lulus. Apalagi ini masih 37, kita masih jauh dari lulus," tutur dia. *ant
"Sekarang problem utama kita adalah sistem rekrutmen politik yang buruk, sistem rekrutmen politik kita masih koruptif. Masih pakai uang mahar," kata Mahfud dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Pancasila dan Bela Negara’ di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta, Jumat (2/11) sore.
Menurut Mahfud, rekrutmen politik yang buruk pada gilirannya akan menghasilkan produk hukum atau perundang-undangan yang tidak baik disertai pelaksanaan yang tidak baik pula. "Karena hukum itu produk politik. Kalau politiknya baik maka produk hukumnya juga baik," ujar dia.
Ia mencontohkan untuk mencalonkan diri menjadi bupati atau gubernur rata-rata harus menerim sumbangan dana dari para cukong. Sehingga saat terpilih menjadi bupati atau gubernur mau tidak mau harus berpikir untuk mengembalikan dana tersebut.
"Akhirnya mau menerima suap untuk menerbitkan izin penebangan hutan, eksplorasi tambang. Izin-izin itu dibuat oleh orang-orang yang 'tersandera'," kata Mahfud yang juga anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Mahfud menyebutkan hingga saat ini posisi skor indeks persepsi korupsi Indonesia masih di angka 37 yang artinya masih tergolong buruk. Meski demikian, skor tersebut sudah jauh lebih baik dibandingkan pada era Orde Baru yang masih di angka 2 yang berarti sangat buruk. "Dari rentang skor 0-100 indeks persepsi korupsi Indonesia 37. Kalau saudara sekolah di SD, SMP, dan SMA saudara di angka 51 saja tidak lulus. Apalagi ini masih 37, kita masih jauh dari lulus," tutur dia. *ant
1
Komentar