Pakar Ergonomi Adnyana Manuaba Meninggal di Usia 82
Almarhum Merupakan Tokoh Penting Berdirinya Fakultas Kedokteran Unud
DENPASAR, NusaBali
Universitas Udayana (Unud) kehilangan salah satu tokoh sentralnya, menyusul meninggalnya Prof Ida Bagus Adnyana Manuaba, 82, dalam perawatan di RS Prima Medika Denpasar, Minggu (4/11) dinihari. Prof dr Adnyana Manuaba yang dikenal sebagai ‘Bapak Ergonomi’ dan tokoh penting di balik berdirinya Fakultas Kedokteran Unud, meninggal karena sakit komplikasi kanker prostat dan diabetes.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Minggu dinihari, Prof Adnyana Manuaba sempat selama dua pekan lebih dirawat di RS Prima Medika, sejak 16 Oktober 2018. Menurut anak sulung almarhum, dr IA Sri Astuty Rianawaty, sang ayah awalnya dilarikan ke rumah sakit karena Hb-nya tiba-tiba turun. Selama masa perawatan, kaki almarhum juga mengalami luka dan terlihat gejalan diabetes.
“Tahun 2010, ayah kami sempat operasi kanker prostat. Setelah operasi itu, total menggunakan kursi roda. Jadi, sudah 8 tahun almarhum duduk di kursi roda. Namun, beliau masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa,” ungkapo dr Sri Astuty, Minggu kemarin.
Selama ini, kata dr Sri Astuty, kedua orangtuanya tinggal bersama adik bungsunya, IA Sri Aryani Rosantiwati di Denpasar. Sedangkan Sri Astuty sendiri tinggal di Jakarta, namun tetap bolak-balik ke Denpasar ikut mengurus kedua orangnya tersebut. Namun, Prof Adnyana Manuaba tak tertolong dan meninggal di usia sepuh, 82 tahun.
Prof Adnyana Manuaba berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Marianne Dorotea Amelia Manuaba, serta 5 anak: dr IA Sri Astuty Rianawaty, IB Nuliater Budisetyawan, IA Sri Adiyanthi Roslizawati, IB Narayana Bektidarmawan, dan IA Sri Aryani Rosantiwati, selain juga belasan cucu. Rencananya, jenazah almarhum akan dibawa ke rumah duka di Griya Simpangan, Desa Blahkiuh, Ke-camatan Abiansemal, Badung, sembari merembukkan prosesi upacara palebon yang waktunya belum ditentukan.
Menurut dr Sri Astuty, dirinya merasa sangat kehilangan dan hampa setelah sang ayah tiada. “Banyak pelajaran yang diberikan almarhum. Pesan yang paling penting adalah disiplin dan harus terus belajar,” kenang Sri Astuty.
Da menyebutkan, semasa hidup, almarhum banyak memberikan pendidikan moral, tidak hanya kepada anak-anaknya, melainkan seluruh anak didiknya serta orang-orang yang dikenalnya. Almarhum Prof Adnyana Manuaba adalah sosok yang tegas, disiplin, dan pekerja keras. Anak-anaknya bahkan dididik untuk tidak memakai ‘nama besarnya’ untuk meraih kemudahan dalam hal apa pun. “Jadi. betul-betul kami diajarkan untuk mandiri. Cari sekolah, cari apa pun itu, kami tidak ada mendompleng nama besar bapak. Segala sesuatuya harus diraih sendiri,” kata Sri Astuty.
Kesederhanaan dan kerja keras almarhum juga turut dirasakan oleh menantu dari anak kelima almarhum, Rudinald Baihaqi. Selama mendampingi alamarhum. setiap harinya Rudinald mengaku kagum dengan sosok ayah mertuanya. Meski hanya bisa duduk di kursi roda, namun almarhum tak pernah sekalipun ada rasa patah semangat. Justru almarhum masih aktif mengajar, bahkan menguji tesis semasa duduk di kursi roda. “Waktu masuk rumah sakit, almarhum masih sempat ngasi kuliah. Bapak juga masih aktif ke sana kemari mengisi seminar,” beber suami dari Sri Aryani Rosantiwati ini.
Di mata Rudinald, Prof Adnyana Manuaba adalah sosok yang memotivasi. Almarhum selalu mendorong anak didiknya untuk belajar setinggi-tingginya. “Anak didiknya banyak yang sudah jadi professor. Beliau selalu memotivasi dan menginspirasi agar setiap orang mau berprestasi. Makanya, banyak sekali mantan anak didiknya datang melayat,” katanya.
Prof dr IB Adnyana Manuaba selama ini dikenal sebagai pakar ergonomi. Almarhum pun sering diundang ke berbagai negara, baik sebagai dosen maupun narasumber yang berbicara tentang ergonomi. Bahkan, almarhum juga merintis ilmu kepariwisataan ketika publik belum menyadari pariwisata adalah bidang ilmu.
Prof Adnyana Manuaba sendiri menjadi saksi sejarah perjalanan Unud hingga bisa mencapai status universitas. Almarhum awalnya memutuskan pulang ke Bali tahun 1962 karena ajakan sahabatnya, Prof Dr Ida Bagus Mantra (mantan Rektor Unud dan Gubernur Bali 1978-1988). Kala itu, baru ada Fakultas Sastra saja di Unud. Prof IB Mantra, Prof Adnyana Manuaba, dan Prof Darminto, kala itu disebut tiga serang-kai. Merekalah tokoh di balik berdirinya Fakultas Kedokteran Unud. Konon, Fakultas Kedokteran Unud dulunya didirikan dengan uang hasil ekspor sapi Bali. Dalam pembangunan Fakultas Kedokteran Unud, almarhum sebagai pendukung utama. Hanya saja dalam perjalanan penyusun buku perkembangan Unud sering dilupakan.
Prof Adnyana Manuaba juga menjadi pioner dalam membangun dan mengembangkan Balai Hipekes Bali Nusra, Perhimpunan Pembina Kesehatan Olahraga Indonesia (PPKORI) Bali dan juga Indonesia, serta memacu pembangunan Provinsi Bali melalui Bappeda. Udayana Community Health Program (UCHP) tahun 1970-an juga diketuai oleh Prof Adnyana Manuaba sebagai pengembangan program pendidikan kesehatan masyarakat.
Selain itu, Prof Adnyana Manuaba juga merintis ilmu kepariwisataan dan mendirikan program studi magister Ergonomi maupun Fisiologi Olahraga. Prof Adnyana juga aktif dalam pengembangan organisasi profesi Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI), Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI), dan South East Asia Ergonomic Society (SEAES). Dan, masih banyak lagi kiprah almarhum yang dilakukan hingga akhir hayatnya. *ind
Universitas Udayana (Unud) kehilangan salah satu tokoh sentralnya, menyusul meninggalnya Prof Ida Bagus Adnyana Manuaba, 82, dalam perawatan di RS Prima Medika Denpasar, Minggu (4/11) dinihari. Prof dr Adnyana Manuaba yang dikenal sebagai ‘Bapak Ergonomi’ dan tokoh penting di balik berdirinya Fakultas Kedokteran Unud, meninggal karena sakit komplikasi kanker prostat dan diabetes.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Minggu dinihari, Prof Adnyana Manuaba sempat selama dua pekan lebih dirawat di RS Prima Medika, sejak 16 Oktober 2018. Menurut anak sulung almarhum, dr IA Sri Astuty Rianawaty, sang ayah awalnya dilarikan ke rumah sakit karena Hb-nya tiba-tiba turun. Selama masa perawatan, kaki almarhum juga mengalami luka dan terlihat gejalan diabetes.
“Tahun 2010, ayah kami sempat operasi kanker prostat. Setelah operasi itu, total menggunakan kursi roda. Jadi, sudah 8 tahun almarhum duduk di kursi roda. Namun, beliau masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa,” ungkapo dr Sri Astuty, Minggu kemarin.
Selama ini, kata dr Sri Astuty, kedua orangtuanya tinggal bersama adik bungsunya, IA Sri Aryani Rosantiwati di Denpasar. Sedangkan Sri Astuty sendiri tinggal di Jakarta, namun tetap bolak-balik ke Denpasar ikut mengurus kedua orangnya tersebut. Namun, Prof Adnyana Manuaba tak tertolong dan meninggal di usia sepuh, 82 tahun.
Prof Adnyana Manuaba berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Marianne Dorotea Amelia Manuaba, serta 5 anak: dr IA Sri Astuty Rianawaty, IB Nuliater Budisetyawan, IA Sri Adiyanthi Roslizawati, IB Narayana Bektidarmawan, dan IA Sri Aryani Rosantiwati, selain juga belasan cucu. Rencananya, jenazah almarhum akan dibawa ke rumah duka di Griya Simpangan, Desa Blahkiuh, Ke-camatan Abiansemal, Badung, sembari merembukkan prosesi upacara palebon yang waktunya belum ditentukan.
Menurut dr Sri Astuty, dirinya merasa sangat kehilangan dan hampa setelah sang ayah tiada. “Banyak pelajaran yang diberikan almarhum. Pesan yang paling penting adalah disiplin dan harus terus belajar,” kenang Sri Astuty.
Da menyebutkan, semasa hidup, almarhum banyak memberikan pendidikan moral, tidak hanya kepada anak-anaknya, melainkan seluruh anak didiknya serta orang-orang yang dikenalnya. Almarhum Prof Adnyana Manuaba adalah sosok yang tegas, disiplin, dan pekerja keras. Anak-anaknya bahkan dididik untuk tidak memakai ‘nama besarnya’ untuk meraih kemudahan dalam hal apa pun. “Jadi. betul-betul kami diajarkan untuk mandiri. Cari sekolah, cari apa pun itu, kami tidak ada mendompleng nama besar bapak. Segala sesuatuya harus diraih sendiri,” kata Sri Astuty.
Kesederhanaan dan kerja keras almarhum juga turut dirasakan oleh menantu dari anak kelima almarhum, Rudinald Baihaqi. Selama mendampingi alamarhum. setiap harinya Rudinald mengaku kagum dengan sosok ayah mertuanya. Meski hanya bisa duduk di kursi roda, namun almarhum tak pernah sekalipun ada rasa patah semangat. Justru almarhum masih aktif mengajar, bahkan menguji tesis semasa duduk di kursi roda. “Waktu masuk rumah sakit, almarhum masih sempat ngasi kuliah. Bapak juga masih aktif ke sana kemari mengisi seminar,” beber suami dari Sri Aryani Rosantiwati ini.
Di mata Rudinald, Prof Adnyana Manuaba adalah sosok yang memotivasi. Almarhum selalu mendorong anak didiknya untuk belajar setinggi-tingginya. “Anak didiknya banyak yang sudah jadi professor. Beliau selalu memotivasi dan menginspirasi agar setiap orang mau berprestasi. Makanya, banyak sekali mantan anak didiknya datang melayat,” katanya.
Prof dr IB Adnyana Manuaba selama ini dikenal sebagai pakar ergonomi. Almarhum pun sering diundang ke berbagai negara, baik sebagai dosen maupun narasumber yang berbicara tentang ergonomi. Bahkan, almarhum juga merintis ilmu kepariwisataan ketika publik belum menyadari pariwisata adalah bidang ilmu.
Prof Adnyana Manuaba sendiri menjadi saksi sejarah perjalanan Unud hingga bisa mencapai status universitas. Almarhum awalnya memutuskan pulang ke Bali tahun 1962 karena ajakan sahabatnya, Prof Dr Ida Bagus Mantra (mantan Rektor Unud dan Gubernur Bali 1978-1988). Kala itu, baru ada Fakultas Sastra saja di Unud. Prof IB Mantra, Prof Adnyana Manuaba, dan Prof Darminto, kala itu disebut tiga serang-kai. Merekalah tokoh di balik berdirinya Fakultas Kedokteran Unud. Konon, Fakultas Kedokteran Unud dulunya didirikan dengan uang hasil ekspor sapi Bali. Dalam pembangunan Fakultas Kedokteran Unud, almarhum sebagai pendukung utama. Hanya saja dalam perjalanan penyusun buku perkembangan Unud sering dilupakan.
Prof Adnyana Manuaba juga menjadi pioner dalam membangun dan mengembangkan Balai Hipekes Bali Nusra, Perhimpunan Pembina Kesehatan Olahraga Indonesia (PPKORI) Bali dan juga Indonesia, serta memacu pembangunan Provinsi Bali melalui Bappeda. Udayana Community Health Program (UCHP) tahun 1970-an juga diketuai oleh Prof Adnyana Manuaba sebagai pengembangan program pendidikan kesehatan masyarakat.
Selain itu, Prof Adnyana Manuaba juga merintis ilmu kepariwisataan dan mendirikan program studi magister Ergonomi maupun Fisiologi Olahraga. Prof Adnyana juga aktif dalam pengembangan organisasi profesi Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI), Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI), dan South East Asia Ergonomic Society (SEAES). Dan, masih banyak lagi kiprah almarhum yang dilakukan hingga akhir hayatnya. *ind
1
Komentar