Larangan Caleg Nyawer Tak Efektif
Bawaslu Bali Dorong Pengawasan Partisipatif
DENPASAR, NusaBali
Larangan bagi caleg untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat alias nyawer, tidak efektif. Para caleg yang bertarung ke Pileg 2019 semakin lihai dalam mensiasati aturan Pemilu. Larangan nyawer saat simakrama (kampanye terbatas), disiasati dengan cara sembunyi-sembunyi, misal, memberikan sumbangan sehari sebelum acara.
Fakta di lapangan, caleg dari berbagai level mulai DPR RI Dapil Bali, DPRD Bali, hingga DPRD Kabupaten/Kota se-Bali belakangan makin gencar turun sosialisasi. Mereka mendatangi kelompok masyarakat, bale banjar, dan juga tempat ibadah untuk simakrama. Meski ada larangan nyawer, mereka tetap saja memberikan bantuan secara sembunyi-sembunyi.
Salah satu caleg mengatakan, aturan yang melarang serahkan bantuan saat temui masyarakat, ada sisi baik dan sisi buruknya. “Kalau tidak serahkan sumbangan karena ada aturan, biaya kampanye jadi lebih irit. Tapi, kalau tidak menyumbang sesuatu, rasanya masyarakat tak mau memilih kita. Sekarang masyarakat sangat pragmatis,” ujar caleg incumbent dari partai papan atas ini kepada NusaBali di Denpasar, Senin (5/11).
Agar tetap eksis dan bisa meyakinkan konstituen saat simakrama, kata dia, caranya menyiasati di mana sumbangan diberikan mendahului acara. Paling tidak, si caleg sudah kucurkan sumbangan sehari sebelum simakrama. “Kalau simakrama tidak ada dana konsumsi, mana mau masyarakat membiayai sendiri. Aturan ini memang bagus untuk mendidik masyarakat, tapi menyusahkan juga,” kelakar politisi yang terbiasa keliling Bali mencari suara dalam setiap Pemilu ini.
Ada juga caleg DPRD Bali yang mengakui larangan menyerahkan sumbangan atau nyawer saat kampanye sebagai hal menguntungkan. Ini berlaku bagi para caleg new comer yang isi kantongnya pas-pasan. “Kita yang new comer atau pendatang baru, modalnya cuma semangat. Ya, bagus peraturan dilarang nyawer. Kita jadi lebih irit,” ujar caleg partai papan papan tengah yang sudah dua kali gagal lolos ke kursi DPRD Bali ini.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Bali Ni Ketut Aryani mengatakan sumbangan saat kampanye dengan mengajak dan mengarahkan memilih salah satu atau pasangan caleg, dilarang oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Tapi, ketika ada caleg yang tetap maturan punia di tempat ibadah, sulit mentakan melanggar aturan, kalau tidak ada unsur mengajak memilih si caleg. “Walaupun si caleg beritikad menyerahkan dana punia di pura, kita cermati juga kegiatan tersebut. Kalau tidak menggiring, tidak mengajak, tidak menyuruh, itu unsur kampanyenya tidak terpenuhi,” tandas Aryani saat dikonfirmasi NusaBali terpisah.
Menurut Aryani, berbeda kalau si caleg dalam simakrama memberikan sumbangan dengan mengajak, menggiring, kemudian nyawer. Jika itu yang terjadi, walaupun besar sumbangannya hanya Rp 1.000, tetap kena diskualifikasi. “Kami akui caleg- caleg sekarang mensiasati supaya bisa serahkan sumbangan. Mereka melihat celah aturan juga. Masyarakat juga sama melihat celah aturan,” ujar mantan Ketua Panwaslu Buleleng ini.
Aryani meminta masyarakat untuk secara aktif mengadukan kepada Bawaslu Bali, Panwaslu Kabupaten, dan Panwas Kecamatan, kalau ada pelanggaran atau money politics. Menurut Aryani, parisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, karena jumlah personel Bawaslu dan Panwaslu sangat terbatas. “Sekarang kalau lahat ada pelanggaran atau money politics dan ada bukti, laporkan saja kepada Bawaslu,” pinta Ar-yani. *nat
Larangan bagi caleg untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat alias nyawer, tidak efektif. Para caleg yang bertarung ke Pileg 2019 semakin lihai dalam mensiasati aturan Pemilu. Larangan nyawer saat simakrama (kampanye terbatas), disiasati dengan cara sembunyi-sembunyi, misal, memberikan sumbangan sehari sebelum acara.
Fakta di lapangan, caleg dari berbagai level mulai DPR RI Dapil Bali, DPRD Bali, hingga DPRD Kabupaten/Kota se-Bali belakangan makin gencar turun sosialisasi. Mereka mendatangi kelompok masyarakat, bale banjar, dan juga tempat ibadah untuk simakrama. Meski ada larangan nyawer, mereka tetap saja memberikan bantuan secara sembunyi-sembunyi.
Salah satu caleg mengatakan, aturan yang melarang serahkan bantuan saat temui masyarakat, ada sisi baik dan sisi buruknya. “Kalau tidak serahkan sumbangan karena ada aturan, biaya kampanye jadi lebih irit. Tapi, kalau tidak menyumbang sesuatu, rasanya masyarakat tak mau memilih kita. Sekarang masyarakat sangat pragmatis,” ujar caleg incumbent dari partai papan atas ini kepada NusaBali di Denpasar, Senin (5/11).
Agar tetap eksis dan bisa meyakinkan konstituen saat simakrama, kata dia, caranya menyiasati di mana sumbangan diberikan mendahului acara. Paling tidak, si caleg sudah kucurkan sumbangan sehari sebelum simakrama. “Kalau simakrama tidak ada dana konsumsi, mana mau masyarakat membiayai sendiri. Aturan ini memang bagus untuk mendidik masyarakat, tapi menyusahkan juga,” kelakar politisi yang terbiasa keliling Bali mencari suara dalam setiap Pemilu ini.
Ada juga caleg DPRD Bali yang mengakui larangan menyerahkan sumbangan atau nyawer saat kampanye sebagai hal menguntungkan. Ini berlaku bagi para caleg new comer yang isi kantongnya pas-pasan. “Kita yang new comer atau pendatang baru, modalnya cuma semangat. Ya, bagus peraturan dilarang nyawer. Kita jadi lebih irit,” ujar caleg partai papan papan tengah yang sudah dua kali gagal lolos ke kursi DPRD Bali ini.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Bali Ni Ketut Aryani mengatakan sumbangan saat kampanye dengan mengajak dan mengarahkan memilih salah satu atau pasangan caleg, dilarang oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Tapi, ketika ada caleg yang tetap maturan punia di tempat ibadah, sulit mentakan melanggar aturan, kalau tidak ada unsur mengajak memilih si caleg. “Walaupun si caleg beritikad menyerahkan dana punia di pura, kita cermati juga kegiatan tersebut. Kalau tidak menggiring, tidak mengajak, tidak menyuruh, itu unsur kampanyenya tidak terpenuhi,” tandas Aryani saat dikonfirmasi NusaBali terpisah.
Menurut Aryani, berbeda kalau si caleg dalam simakrama memberikan sumbangan dengan mengajak, menggiring, kemudian nyawer. Jika itu yang terjadi, walaupun besar sumbangannya hanya Rp 1.000, tetap kena diskualifikasi. “Kami akui caleg- caleg sekarang mensiasati supaya bisa serahkan sumbangan. Mereka melihat celah aturan juga. Masyarakat juga sama melihat celah aturan,” ujar mantan Ketua Panwaslu Buleleng ini.
Aryani meminta masyarakat untuk secara aktif mengadukan kepada Bawaslu Bali, Panwaslu Kabupaten, dan Panwas Kecamatan, kalau ada pelanggaran atau money politics. Menurut Aryani, parisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, karena jumlah personel Bawaslu dan Panwaslu sangat terbatas. “Sekarang kalau lahat ada pelanggaran atau money politics dan ada bukti, laporkan saja kepada Bawaslu,” pinta Ar-yani. *nat
Komentar