Kesejahteraan Lansia di Bali Dijamin Pemerintah
Perda Disahkan, Gubernur Harap Lansia Dapat Berbagai Kemudahan
DENPASAR, NusaBali
Ranperda tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) sudah diketok palu dalam sidang paripurna DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Selasa (6/11) siang. Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi lahirnya Perda Lansia--- yang merupakan Perda inisiatif dari Dewan---dan berharap para Lansia nantinya memiliki kartu khusus untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam layanan sosial.
Sidang paripurna untuk pengesahan Perda Lansia, Selasa kemarin, dipimpin langsung Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama. Dalam sidang paripurna kemarin, Gubernur Wayan Koster hadir bersama Wagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, dan sejumlah pimpinan OPD lingkup Pemprov Bali.
Sebelum Perda Kesejahteraan Lansia diketok palu, Ketua Pansus DPRD Bali, Nyoman Parta, mengawali laporannya tentang proses Ranperda Kesejahteraan Lansia hingga akhirnya rampung. Setelah laporan Ketua Pansus, Gubernur Koster dapat giliran menyampaikan pandangan akhir atas lahirnya Perda Lansia. Setelah sidang paripurna usai, Gubernur Koster, Ketua Dewan Adi Wiryatama, dan Ketua Pansus Nyoman Parta langsung menyambangi para Lansia yang ngumpul bersama dalam acara ‘Giat Sahabat Lansia’ di Wantilan Gedung DPRD Bali.
Nyoman Parta menyatakan, Bali termasuk provinsi dengan angka Lansia terbanyak keempat di Indonesia setelah Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa Timur. Pada tahun 2020-2021 mendatang, provinsi-provinsi tersebut memiliki jumlah Lansia 10 persen dari jumlah penduduknya. Sedangkan untuk Bali, tahun 2018 saja jumlah Lansianya sudah mencapai 10,5 persen dari totak jumlah penduduk Bali.
Tingginya angka lansia ini, kata Parta, karena Indek Pembangunan Manusia (IMP) Bali relatif tinggi, yakni 74,3, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional dengan 70,1. IMP ini dengan parameter kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, dan kemampuan daya beli. Ranking IPM Bali yang tinggi memberikan dampak positif pada angka harapan hidup krama Bali relatif lebih panjang juga, yaitu 72 tahun.
“Tingginya harapan hidup ternyata juga berdampak terhadap jumlah Lansia kita. Tentunya jumlah Lansia yang banyak ini memiliki persoalan kelanjutusiaan,” ujar Parta. Tingginya angka Lansia inilah yang menjadi pertimbangan dibentuknya Perda Kesejahteraan Lansia. “Di sinilah pentingnya Perda Kesejahteraan Lansia. Dalam ajaran Hindu, banyak sekali nilai-nilai kewajiban anak terhadap orangtua," lanjut politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Parta menjelaskan, para Lansia (berusia di atas 60 tahun) tidak hanya akan dilayani sebagai orang tua yang sudah lanjut usia. Mereka juga tetap mendapatkan kesempatan kerja, sesuai tertuang dalam Pasal 10 ayat 2 Perda Lansia. Pelayanan kesempatan kerja dimaksudkan memberi peluang bagi lanjut usia potensial (produktif) untuk mendayagunakan pengetahuan, keahlian, kemampuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya, duna dilaksanakan baik pada sektor formal maupun non formal.
"Kita masih mentolerir dan mengakomodir harapan sebagian Lansia yang potensial. Tentu dengan catatan, mereka memiliki kemampuan fisik dan lain sebagainya," tandas Parta yang juga Ketua Komisi IV DPRD Bali.
Parta menambahkan, para Lansia juga akan diberikan pelatihan. Tujuannya, agar mereka bisa menerima dan tidak terbebani serta tida merasa ‘terbuang’ ketika memasuki usia senja. Disebutkan, Perda Kesejahteraan Lansia juga mengatur pendampingan bagi orang yang memiliki Lansia. Ada konseling di sini, karena merawat Lansia tidak mudah.
Menurut Parta, begitu Perda Kesejahteraan Lansia ini disahkan, pemerintah daerah waijb menyediakan Graha Wredha dan Rumah Singgah bagi para Lansia. Graha Wredha adalah wadah untuk memberikan ruang bagi para Lansia melakukan kegiatan dan berkomunikasi dengan para anak muda sembari saling bertukar pikiran dan pengalaman.
Lewat Graha Wredha ini, para Lansia yang memiliki talenta bisa bercerita kepada anak-anak muda Bali buat menularkan ilmunya. “Juknisnya sedang diatur agar anak-anak sekolah bisa ke sana (Graha Wredha) untuk mendengarkan cerita hebat, success story tentang tokoh hebat Bali,” jelas Parta.
Sedangkan Rumah Singgah, kata Parta, menjadi tempat transit bagi para Lansia dalam hal melayani kebutuhan berobat. Rumah Singgah ini akan dibangun di Denpasar. Misalnya, para Lansia asal Buleleng atau Karangasem bisa menginap di Rumah Singgah saat berobat ke RS Sanglah, Denpasar agar tidak bolak-balik ke daerahnya.
Rumah Singgah ini juga bisa digunakan jika ada krama Bali yang bepergian ke luar kota dalam waktu lama, tapi di rumahnya ada Lansia. Nah, daripada tidak terurus dan telantar di rumahnya, para Lansia yang ditinggal keluarganya ke luar kota ini bisa dititipkan di Rumah Singgah.
Menurut Parta, Perda Kesejahteraan Lansia ini mendapat apresiasi dari Bappenas. “Graha Wredha dan Rumah Singgah ini mendapatkan apresiasi dari Bappenas. Katanya, sejauh ini belum ada Perda Lansia yang mengatur secara khusus masalah ini. Graha Wredha jadi tempat berkumpul para Lansia untuk bercengkrama, berdiskusi, dan berbagi pengalaman. Sementara Rumah Singgah menjadi semacam tempat tran-sit para Lansia,” ujar Parta.
Bukan hanya itu. Jika kalangan pemuda memiliki lembaga Karang Taruna, maka para Lansia nantinya akan punya lembaga yang dinamakan Sekaa Wredha atau Karang Desa di semua tempat. Parta mengatakan, Sekaa Wredha ini berfungsi sebagai lembaga sosial kemasyarakatan mitra desa/kelurahan untuk mengkoordinasikan anggotanya dalam melaksanakan berbagai kegiatan dan mempersiapkan pra lanjut usia menjadi Lansia.
“Dalam Sekaa Wredha ini, Lansia mendata Lansia, Lansia menjenguk Lansia, pemimpin di desa membantu Lansia dan mencarikan tempat menyiapkan pra Lansia. Ya, tempat menyiapkan diri bagi pra Lansia menjadi Lansia, agar mereka tidak kena post power syndrome,” katanya.
Menurut Parta, Perda Kesejahteraan Lansia ini juga memastikan para Lansia mendapatkan pelayanan prioritas di berbagai bidang, seperti pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi lembaga keuangan, perpajakan, dan pelayanan administrasi lainnya. Dalam Pasal 18 Perda Kesejahteraan Lansia diatur bahwa pemerintah provinsi hingga pemerintah desa/kelurahan, serta dunia usaha, diwajibkan memberikan keringanan biaya untuk para Lansia. Keringanan biaya itu dimintakan untuk pembelian tiket perjalanan dengan menggunakan sarana angkutan umum, baik darat, laut, maupun udara. Juga keringanan pembayaran pajak.
Perda Kesejahteraan Lansia juga mengatur agar pemerintah daerah dan dunia usaha memberikan kemudahan kepada para Lansia dalam perjalanan lewat penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, dan penyediaan informasi sebagai imbauan untuk mendahulukan para Lansia.
Poin lain yang diatur dalam Perda ini adalah Kongres Lansia, Posyandu Ramah Lansia, hingga partisipasi Lansia dalam aktrivitas sosial. Perda ini juga mengatur soal pembentukan relawan bagi para Lansia, yaitu Sahabat Lansia, dan juga Sekaa Teruna Peduli Lansia.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi lahirnya Perda Kesejahteraan Lansia ini. Menurut Gubernur Koster, Perda ini merupakan instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan para lanjut usia. “Sudah merupakan tanggung jawab pemerintah bersama legislatif demi mewujudkan pelayanan yang prima kepada masyarakat, sebagai implemnetasi dari good governance,” ujar Koster.
Koster menegaskan, Perda Kesejahteraan Lansia ini sejalan dengan visi misi Nangun Sat Kerti Loka Bali yang berkaitan dengan ‘Jana Kertih’, yaitu mewujudkan kehidupan krama Bali. Di samping itu, Perda ini juga diharapkan bisa menjadi landasan hukum agar pertumbuhan Lansia yang relatif besar dapat dikelola dengan baik.
Koster pun berharap para Lansia nantinya memiliki kartu khusus untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam layanan sosial. “Ke depan, saya juga ingin agar para Lansia mendapatkan Kartu Lansia, supaya akses mereka di tempat umum seperti RS bisa lebih dipermudah,” ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini. *nat
Ranperda tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) sudah diketok palu dalam sidang paripurna DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Selasa (6/11) siang. Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi lahirnya Perda Lansia--- yang merupakan Perda inisiatif dari Dewan---dan berharap para Lansia nantinya memiliki kartu khusus untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam layanan sosial.
Sidang paripurna untuk pengesahan Perda Lansia, Selasa kemarin, dipimpin langsung Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama. Dalam sidang paripurna kemarin, Gubernur Wayan Koster hadir bersama Wagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, dan sejumlah pimpinan OPD lingkup Pemprov Bali.
Sebelum Perda Kesejahteraan Lansia diketok palu, Ketua Pansus DPRD Bali, Nyoman Parta, mengawali laporannya tentang proses Ranperda Kesejahteraan Lansia hingga akhirnya rampung. Setelah laporan Ketua Pansus, Gubernur Koster dapat giliran menyampaikan pandangan akhir atas lahirnya Perda Lansia. Setelah sidang paripurna usai, Gubernur Koster, Ketua Dewan Adi Wiryatama, dan Ketua Pansus Nyoman Parta langsung menyambangi para Lansia yang ngumpul bersama dalam acara ‘Giat Sahabat Lansia’ di Wantilan Gedung DPRD Bali.
Nyoman Parta menyatakan, Bali termasuk provinsi dengan angka Lansia terbanyak keempat di Indonesia setelah Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa Timur. Pada tahun 2020-2021 mendatang, provinsi-provinsi tersebut memiliki jumlah Lansia 10 persen dari jumlah penduduknya. Sedangkan untuk Bali, tahun 2018 saja jumlah Lansianya sudah mencapai 10,5 persen dari totak jumlah penduduk Bali.
Tingginya angka lansia ini, kata Parta, karena Indek Pembangunan Manusia (IMP) Bali relatif tinggi, yakni 74,3, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional dengan 70,1. IMP ini dengan parameter kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, dan kemampuan daya beli. Ranking IPM Bali yang tinggi memberikan dampak positif pada angka harapan hidup krama Bali relatif lebih panjang juga, yaitu 72 tahun.
“Tingginya harapan hidup ternyata juga berdampak terhadap jumlah Lansia kita. Tentunya jumlah Lansia yang banyak ini memiliki persoalan kelanjutusiaan,” ujar Parta. Tingginya angka Lansia inilah yang menjadi pertimbangan dibentuknya Perda Kesejahteraan Lansia. “Di sinilah pentingnya Perda Kesejahteraan Lansia. Dalam ajaran Hindu, banyak sekali nilai-nilai kewajiban anak terhadap orangtua," lanjut politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Parta menjelaskan, para Lansia (berusia di atas 60 tahun) tidak hanya akan dilayani sebagai orang tua yang sudah lanjut usia. Mereka juga tetap mendapatkan kesempatan kerja, sesuai tertuang dalam Pasal 10 ayat 2 Perda Lansia. Pelayanan kesempatan kerja dimaksudkan memberi peluang bagi lanjut usia potensial (produktif) untuk mendayagunakan pengetahuan, keahlian, kemampuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya, duna dilaksanakan baik pada sektor formal maupun non formal.
"Kita masih mentolerir dan mengakomodir harapan sebagian Lansia yang potensial. Tentu dengan catatan, mereka memiliki kemampuan fisik dan lain sebagainya," tandas Parta yang juga Ketua Komisi IV DPRD Bali.
Parta menambahkan, para Lansia juga akan diberikan pelatihan. Tujuannya, agar mereka bisa menerima dan tidak terbebani serta tida merasa ‘terbuang’ ketika memasuki usia senja. Disebutkan, Perda Kesejahteraan Lansia juga mengatur pendampingan bagi orang yang memiliki Lansia. Ada konseling di sini, karena merawat Lansia tidak mudah.
Menurut Parta, begitu Perda Kesejahteraan Lansia ini disahkan, pemerintah daerah waijb menyediakan Graha Wredha dan Rumah Singgah bagi para Lansia. Graha Wredha adalah wadah untuk memberikan ruang bagi para Lansia melakukan kegiatan dan berkomunikasi dengan para anak muda sembari saling bertukar pikiran dan pengalaman.
Lewat Graha Wredha ini, para Lansia yang memiliki talenta bisa bercerita kepada anak-anak muda Bali buat menularkan ilmunya. “Juknisnya sedang diatur agar anak-anak sekolah bisa ke sana (Graha Wredha) untuk mendengarkan cerita hebat, success story tentang tokoh hebat Bali,” jelas Parta.
Sedangkan Rumah Singgah, kata Parta, menjadi tempat transit bagi para Lansia dalam hal melayani kebutuhan berobat. Rumah Singgah ini akan dibangun di Denpasar. Misalnya, para Lansia asal Buleleng atau Karangasem bisa menginap di Rumah Singgah saat berobat ke RS Sanglah, Denpasar agar tidak bolak-balik ke daerahnya.
Rumah Singgah ini juga bisa digunakan jika ada krama Bali yang bepergian ke luar kota dalam waktu lama, tapi di rumahnya ada Lansia. Nah, daripada tidak terurus dan telantar di rumahnya, para Lansia yang ditinggal keluarganya ke luar kota ini bisa dititipkan di Rumah Singgah.
Menurut Parta, Perda Kesejahteraan Lansia ini mendapat apresiasi dari Bappenas. “Graha Wredha dan Rumah Singgah ini mendapatkan apresiasi dari Bappenas. Katanya, sejauh ini belum ada Perda Lansia yang mengatur secara khusus masalah ini. Graha Wredha jadi tempat berkumpul para Lansia untuk bercengkrama, berdiskusi, dan berbagi pengalaman. Sementara Rumah Singgah menjadi semacam tempat tran-sit para Lansia,” ujar Parta.
Bukan hanya itu. Jika kalangan pemuda memiliki lembaga Karang Taruna, maka para Lansia nantinya akan punya lembaga yang dinamakan Sekaa Wredha atau Karang Desa di semua tempat. Parta mengatakan, Sekaa Wredha ini berfungsi sebagai lembaga sosial kemasyarakatan mitra desa/kelurahan untuk mengkoordinasikan anggotanya dalam melaksanakan berbagai kegiatan dan mempersiapkan pra lanjut usia menjadi Lansia.
“Dalam Sekaa Wredha ini, Lansia mendata Lansia, Lansia menjenguk Lansia, pemimpin di desa membantu Lansia dan mencarikan tempat menyiapkan pra Lansia. Ya, tempat menyiapkan diri bagi pra Lansia menjadi Lansia, agar mereka tidak kena post power syndrome,” katanya.
Menurut Parta, Perda Kesejahteraan Lansia ini juga memastikan para Lansia mendapatkan pelayanan prioritas di berbagai bidang, seperti pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi lembaga keuangan, perpajakan, dan pelayanan administrasi lainnya. Dalam Pasal 18 Perda Kesejahteraan Lansia diatur bahwa pemerintah provinsi hingga pemerintah desa/kelurahan, serta dunia usaha, diwajibkan memberikan keringanan biaya untuk para Lansia. Keringanan biaya itu dimintakan untuk pembelian tiket perjalanan dengan menggunakan sarana angkutan umum, baik darat, laut, maupun udara. Juga keringanan pembayaran pajak.
Perda Kesejahteraan Lansia juga mengatur agar pemerintah daerah dan dunia usaha memberikan kemudahan kepada para Lansia dalam perjalanan lewat penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, dan penyediaan informasi sebagai imbauan untuk mendahulukan para Lansia.
Poin lain yang diatur dalam Perda ini adalah Kongres Lansia, Posyandu Ramah Lansia, hingga partisipasi Lansia dalam aktrivitas sosial. Perda ini juga mengatur soal pembentukan relawan bagi para Lansia, yaitu Sahabat Lansia, dan juga Sekaa Teruna Peduli Lansia.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi lahirnya Perda Kesejahteraan Lansia ini. Menurut Gubernur Koster, Perda ini merupakan instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan para lanjut usia. “Sudah merupakan tanggung jawab pemerintah bersama legislatif demi mewujudkan pelayanan yang prima kepada masyarakat, sebagai implemnetasi dari good governance,” ujar Koster.
Koster menegaskan, Perda Kesejahteraan Lansia ini sejalan dengan visi misi Nangun Sat Kerti Loka Bali yang berkaitan dengan ‘Jana Kertih’, yaitu mewujudkan kehidupan krama Bali. Di samping itu, Perda ini juga diharapkan bisa menjadi landasan hukum agar pertumbuhan Lansia yang relatif besar dapat dikelola dengan baik.
Koster pun berharap para Lansia nantinya memiliki kartu khusus untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam layanan sosial. “Ke depan, saya juga ingin agar para Lansia mendapatkan Kartu Lansia, supaya akses mereka di tempat umum seperti RS bisa lebih dipermudah,” ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini. *nat
1
Komentar