September-Oktober 2018, Perekonomian Buleleng Deflasi
Dua bulan terakhir, September dan Oktober, perputaran perekonomian di Buleleng mengalami deflasi.
SINGARAJA, NusaBali
Pemkab Buleleng melalui Bagian Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) sedang merancang strategi dua bulan terakhir untuk mempertahankan hal itu.
Kepala Bagian Ekbang, Setda Buleleng, Desak Putu Rupadi, ditemui di ruangannya Selasa (6/11) siang kemarin, menjelaskan pada September 2018, perokonomian di Buleleng mengalami deflasi 0,71 persen dan Oktober yang baru saja berlalu, juga deflasi 0,04 persen. “Jika dilihat dari perbandingan tahun 2017 dengan tahun sekarang, memang mengalami penurunan angka inflasi yang cukup signifikan,” ungkapnya.
Deflasi, dijelaskan Rupadi, dipengaruhi oleh harga sembilan bahan pokok yang stabil, dan stoknya mencukupi untuk kebutuhan masyarakat, khususnya di bidang pangan. Suplai sembilan bahan pokok yang menjadi acuan penghitungan perputaran perekonomian juga dua tahun belakangan banyak diperluas lahan tanamnya, seperti cabai, bawang merah, dan bawang putih. Harga beras yang di Buleleng saat ini juga sangat terjangkau hingga ke lapisan masyarakat bawah. Hal ini juga membuat daya beli masyarakat tinggi saat deflasi. Keuntungan lainnya akan sangat dirasakan masyarakat ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan sembilan bahan pokok mereka saat ini. “Jadi saat deflasi harga stabil dan stok kebutuhan banyak, sehingga masyarakat ekonomi rendah pun saat membawa uang cukup untuk membeli kebutuhannya,” kata Rupadi.
Data di Bagian Ekbang, akumulasi perekonomian di Buleleng tahun 2017 mengalami inflasi 3,38 persen. Sedangkan pada tahun ini terakumulasi per September lalu baru mengalami inflasi 0,97 persen. Meski masih tergolong aman, Bagian Ekbang kini sedang menyusun ancang-ancang menghadapi dua bulan terakhir di tahun ini.
Rupadi menjelaskan seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan di akhir-akhir tahun sering kali mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi. Seperti tahun 2017, inflasi tertinggi memang terjadi di bulan Nopember sebesar 1,80 persen dan bulan Desember 1,12 persen. Dia pun mengkhawatirkan inflasi akan memuncak pada bulan Desember mendatang. Hal itu disebabkan karena ada tiag hari raya besar keagaman dan jelang tahun baru. “Kami sedang berpikir di bulan Desember, karena selain Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang sudah rutin tiap tahun juga ada Galungan dan Kuningan,” jelasnya.
Pihaknya pun mengaku untuk menghadapi Desember sudah merencanakan akan bekerjasama dengan Perusahaan Daerah PD Pasar. Kerja sama ini untuk mengadakan pasar murah dan Toko Tani Indonesia (TTI) milik Dinas Ketahanan Pangan yang menyediakan produk lokal pertanian Buleleng. Sehingga upaya itu diharapkan dapat menekan laju inflasi di akhir tahun mendatang.
Sedangkan pasar murah, disebut Rupadi, tak hanya akan digelar di seputaran kota, melainkan juga menyasar seluruh masyarakat Buleleng di pedesaan. “Harapannya sih kami sisa tahun ini, minimal dapat mempertahankan perekonomian seperti tahun kemarin. Kalau bisa lebih dari itu, kami akan upayakan,” tegasnya. *k23
Pemkab Buleleng melalui Bagian Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) sedang merancang strategi dua bulan terakhir untuk mempertahankan hal itu.
Kepala Bagian Ekbang, Setda Buleleng, Desak Putu Rupadi, ditemui di ruangannya Selasa (6/11) siang kemarin, menjelaskan pada September 2018, perokonomian di Buleleng mengalami deflasi 0,71 persen dan Oktober yang baru saja berlalu, juga deflasi 0,04 persen. “Jika dilihat dari perbandingan tahun 2017 dengan tahun sekarang, memang mengalami penurunan angka inflasi yang cukup signifikan,” ungkapnya.
Deflasi, dijelaskan Rupadi, dipengaruhi oleh harga sembilan bahan pokok yang stabil, dan stoknya mencukupi untuk kebutuhan masyarakat, khususnya di bidang pangan. Suplai sembilan bahan pokok yang menjadi acuan penghitungan perputaran perekonomian juga dua tahun belakangan banyak diperluas lahan tanamnya, seperti cabai, bawang merah, dan bawang putih. Harga beras yang di Buleleng saat ini juga sangat terjangkau hingga ke lapisan masyarakat bawah. Hal ini juga membuat daya beli masyarakat tinggi saat deflasi. Keuntungan lainnya akan sangat dirasakan masyarakat ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan sembilan bahan pokok mereka saat ini. “Jadi saat deflasi harga stabil dan stok kebutuhan banyak, sehingga masyarakat ekonomi rendah pun saat membawa uang cukup untuk membeli kebutuhannya,” kata Rupadi.
Data di Bagian Ekbang, akumulasi perekonomian di Buleleng tahun 2017 mengalami inflasi 3,38 persen. Sedangkan pada tahun ini terakumulasi per September lalu baru mengalami inflasi 0,97 persen. Meski masih tergolong aman, Bagian Ekbang kini sedang menyusun ancang-ancang menghadapi dua bulan terakhir di tahun ini.
Rupadi menjelaskan seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan di akhir-akhir tahun sering kali mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi. Seperti tahun 2017, inflasi tertinggi memang terjadi di bulan Nopember sebesar 1,80 persen dan bulan Desember 1,12 persen. Dia pun mengkhawatirkan inflasi akan memuncak pada bulan Desember mendatang. Hal itu disebabkan karena ada tiag hari raya besar keagaman dan jelang tahun baru. “Kami sedang berpikir di bulan Desember, karena selain Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang sudah rutin tiap tahun juga ada Galungan dan Kuningan,” jelasnya.
Pihaknya pun mengaku untuk menghadapi Desember sudah merencanakan akan bekerjasama dengan Perusahaan Daerah PD Pasar. Kerja sama ini untuk mengadakan pasar murah dan Toko Tani Indonesia (TTI) milik Dinas Ketahanan Pangan yang menyediakan produk lokal pertanian Buleleng. Sehingga upaya itu diharapkan dapat menekan laju inflasi di akhir tahun mendatang.
Sedangkan pasar murah, disebut Rupadi, tak hanya akan digelar di seputaran kota, melainkan juga menyasar seluruh masyarakat Buleleng di pedesaan. “Harapannya sih kami sisa tahun ini, minimal dapat mempertahankan perekonomian seperti tahun kemarin. Kalau bisa lebih dari itu, kami akan upayakan,” tegasnya. *k23
1
Komentar